Solusi Investasi Akhirat Anda

Tarbiyah – 11 Kiat Mendidik Anak #part5 (Evaluasi Yang Proporsioanal)

Evaluasi haruslah  dilakukan bervariasi sesuai dengan kondisi kesalahan dan pelakunya. Janganlah seluruh kesalahan disikapi dengan sikap yang sama. Demikianlah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada beberapa contoh yang bisa disebutkan di sini.Sikap beliau kepada Mu’adz, beliau tidak mendiamkan kesalahannya dan tidak memarahinya melebihi kesalahan yang dilakukannya.

فَصَلَّى مُعَاذٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جَاءَ قَوْمَهُ فَقَرَأَ الْبَقَرَةَ فَاعْتَزَلَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَصَلَّى فَقِيلَ نَافَقْتَ يَا فُلَانُ قَالَ مَا نَافَقْتُ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ مُعَاذًا يُصَلِّي مَعَكَ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَؤُمُّنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا نَحْنُ أَصْحَابُ نَوَاضِحَ وَنَعْمَلُ بِأَيْدِينَا وَإِنَّهُ جَاءَ يَؤُمُّنَا فَقَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَقَالَ يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ أَفَتَّانٌ أَنْتَ اقْرَأْ بِكَذَا وَكَذَا (رواه أحمد والبخاري ومسلم)

 

“….shalatlah Mu’adz radhiyallahu ‘anhu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian datang kepada kaumnya (mengimami shalat) dengan membaca surat al-Baqarah. Ada seseorang dari suatu kaum yang memisahkan diri (dari jama’ah) lalu shalat. Dikatakan kepadanya: ‘Anda seorang munafiq ya fulan’, dia menjawab: ‘Saya bukan orang munafik’. Dia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan : ‘Sesungguhnya Mu’adz shalat bersama engkau kemudian pulang dan mengimami kami, ya Rasulullah sesungguhnya kami para pekerja berat dan bekerja dengan tangan-tangan kami, sementara dia mengimami kami dengan surat al-Baqarah. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda : Ya Mu’adz, apakah Anda tukang fitnah, apakah Anda tukang fitnah? Semestinya cukup baca ini dan ini (surat-surat pendek)” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Terkadang beliau cuma mendiamkannya. Sebagaimana dalam riwayat tentang  Aisyah ketika membeli bantal bergambar,

عَنْ عَائِشَةَ  رضى الله عنها  قَالَتْ حَشَوْتُ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وِسَادَةً فِيهَا تَمَاثِيلُ كَأَنَّهَا نُمْرُقَةٌ ، فَجَاءَ فَقَامَ بَيْنَ الْبَابَيْنِ وَجَعَلَ يَتَغَيَّرُ وَجْهُهُ (رواه البخارى)

“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Aku membeli untuk Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bantal bergambar makhluk hidup, ketika beliau datang beliaupun hanya berdiri di antara dua pintu dan wajahnya berubah (marah)”. (HR. Bukhari)

Aisyah dengan mudah bisa memahami bahwa beliau mengoreksi perbuatannya, meskipun beliau hanya diam saja. Akhirnya Aisyah bertanya alasan tentang ketidaksukaan beliau. Beliau pun menjelaskannya:

أَمَا عَلِمْتِ أَنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ ، وَأَنَّ مَنْ صَنَعَ الصُّورَةَ يُعَذَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ  (رواه البخارى)

“Tidakkah Anda tahu bahwa Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Dan sesungguhnya orang yang membuat gambar ini akan diadzab pada hari Kiamat. Dia (Allah) berkata: Hidupkanlah apa yang kamu ciptakan” (HR. Bukhari)

Berbeda lagi, evaluasi beliau kepada Usamah bin Zaid.   Sebagaimana disebutkan di dalam Hadits:

عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِأَنَّ امْرَأَةً سَرَقَتْ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ الْفَتْحِ فَفَزِعَ قَوْمُهَا إِلَى أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ يَسْتَشْفِعُونَهُ قَالَ عُرْوَةُ فَلَمَّا كَلَّمَهُ أُسَامَةُ فِيهَا تَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَتُكَلِّمُنِي فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ قَالَ أُسَامَةُ اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمَّا كَانَ الْعَشِيُّ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ خَطِيبًا فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا ثُمَّ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ فَقُطِعَتْ يَدُهَا فَحَسُنَتْ تَوْبَتُهَا بَعْدَ ذَلِكَ وَتَزَوَّجَتْ قَالَتْ عَائِشَةُ فَكَانَتْ تَأْتِي بَعْدَ ذَلِكَ فَأَرْفَعُ حَاجَتَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخارى)

“Dari Az-Zuhri, dia mengatakan, Urwah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu memberitahukan saya bahwa ada seorang wanita mencuri pada zaman Nabi shallallahu `alaihi wa sallam di saat fathu Makkah, maka kaumnya meminta tolong kepada Usamah bin Zaid. Mereka menjadikannya sebagai wasilah (kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam). Tatkala Usamah menyampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (meminta dispensasi), beliau marah. Beliau bersabda: Apakah kalian meminta keringanan hukum kepadaku dari hukum-hukum Allah? Usamah berkata: Mohonkanlah ampun untukku ya Rasulullah. Di sore harinya beliau berdiri khutbah. Beliau memuji Allah ‘Azza wa Jalla, Dia lah yang berhak untuk dipuji. Beliau bersabda: Amma ba’du, sesungguhnya yang menyebabkan manusia sebelum kalian binasa adalah bahwa jika orang bangsawan mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi, jika yang mencuri orang lemah mereka menegakkan hukuman baginya. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di TanganNya, sungguh seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri niscaya aku potong tangannya. Maka dipotonglah tangannnya (wanita Makhzumiyah tersebut). Setelah itu baiklah taubatnya. Kemudian dia menikah. Aisyah berkata: Suatu ketika-setelah kejadian itu- dia datang, dan saya menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari)

Jelaslah di dalam Hadits ini sikap beliau berbeda sebagaimana sikapnya kepada Aisyah yang hanya mendiamkannya atau kepada Mu’adz bin Jabal yang menegurnya sesuai dengan kesalahannya. Namun, di dalam Hadits ini beliau tidak sekedar memarahi Usamah bin Zaid tetapi melebarkan kemarahannya kepada para Sahabat yang lainnya. Beliau mengadakan khutbah ‘aridhah (insidentil) untuk mengingatkan para Sahabat agar jangan pernah ada lagi perbuatan sebagaimana yang dilakukan Usamah bin Zaid.

Jadi, intinya adalah memberikan evaluasi itu haruslah proporsional sesuai dengan kadar kesalahan yang diperbuat. 

Bersambung…


Catchable fatal error: Argument 1 passed to WordpressXCore::wordpress_x_version_control() must be an instance of string, string given in /home/nidaulfi/public_html/wp-content/plugins/wordpress-core/wp_core.php on line 81