Saya menjumpai sebuah keluarga yang Allah memudahkan perekonomiannya, sebut saja keluarga Pak Divie. Melalui rumah kos-kosan yang dianugerahkan-Nya, mereka bisa mendapatkan kebutuhan hidup secara wajar. Namun, ketika tetangganya menutup akses jalan yang menuju kos-kosan tersebut usaha mereka pun terhenti alias mati. Kos-kosannya menjadi mangkrak. Salah seorang keluarganya yang buka praktek servis computer di sampingnya juga ikut berubah drastis, sepi pengunjung.
Memang akses jalan yang ditutup itu miliknya sendiri (meskipun masih dalam persengketaan). Tapi, tidak bisakah ada sedikit kepedulian sehingga tidak mematikan bisnis tetangganya? Dan, dahulu ketika ayahnya masih hidup ia berpesan agar akses jalan ke rumah keluarga Pak Divie jangan ditutup karena akan merepotkan mereka dan mematikan bisnisnya.
Seandainya ia merasa rugi karena lahannya dimanfaatkan keluarga Pak Divie dan dirinya tidak mendapatkan keuntungan apa-apa, semestinya kan bisa dilakukan dialog untuk mengambil kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Tidak serta merta langsung menutupnya. Rupanya sang anak tidak saja tidak mempedulikan pesan ayahnya, ia juga cacat moral sebagai tetangga. Sebagai tetangga sudah seharusnya memahami hak-hak tetangga. Inilah contoh tetangga tapi bukan tetangga.