Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Disebutkan di dalam Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا (صحيح مسلم )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya (Shahih Muslim).
Anas radhiyallahu ‘anhu menuturkan demikian karena saking terkesan dengan akhlak beliau. Di antaranya dia menyaksikan sendiri: Ketika sedang berada di rumah Anas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki shalat. Beliau pun meminta hamparan terbuat dari pelepah kurma yang berada di bawah beliau disapu dan diciprati dengan air. Lalu beliau mengimami Anas dan keluarganya.
Anas radhiyallahu ‘anhu juga menuturkan,
مَا مَسِسْتُ دِيبَاجاً وَلاَ حَرِيراً ألْيَنَ مِنْ كَفِّ رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَلاَ شَمَمْتُ رَائِحَةً قَطُّ أطْيَبَ مِنْ رَائِحَةِ رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَلَقَدْ خدمتُ رسول اللهِ – صلى الله عليه وسلم – عَشْرَ سنين ، فما قَالَ لي قَطُّ : أُفٍّ، وَلاَ قَالَ لِشَيءٍ فَعَلْتُهُ : لِمَ فَعَلْتَه ؟ وَلاَ لشَيءٍ لَمْ أفعله : ألاَ فَعَلْتَ كَذا ؟ (رواه البخارى)
Aku tidak pernah menyentuh segala jenis sutera yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku sama sekali tidak pernah mencium aroma yang lebih harum dari aroma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh aku telah membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah mengatakan kepadaku sama sekali “Ah”. Tidak pula mengatakan terhadap Sesuatu yang telah aku kerjakan, “Seperti apa kamu mengerjakannya?” Tidak pula mengatakan terhadap sesuatu yang akau belum mengerjakannya, “Kenapa belum kamu kerjakan?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ [القلم: 4]
Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar di atas akhlak yang agung (QS. Al-Qolam)
Disebutkan di dalam Tafsir As-Sa’di, saya terjemahkan secara bebas kurang lebihnya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tinggi derajatnya karena akhlak mulia yang Allah anugerahkan kepadanya. Akhlak yang agung “ خُلُقٍ عَظِيمٍ “ ditafsirkan ‘Aisyah: “Akhlak beliau adalah al-Qur’an”. Yang demikian itu sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ )الأعراف:199)
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh (QS. Al-A’rof:199)
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ (أل عمران :159)
Maka berkat rahmat dari Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah-lembut terhadap mereka (QS. Ali Imron:159)
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيُصُ عَلَيْكُم بِالمْؤُمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ (التوبة:128)
Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri berat rasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang kepada orang-orang yang beriman (QS. At-Taubah)
Dan ayat-ayat lainnya yang menjelaskan tentang akhlak mulia beliau. Tentang ayat-ayat yang mengarahkan kepada akhlak mulia, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki akhlak-akhlak tersebut dengan kadar tertinggi dan sempurna. Beliau orangnya lembut. dekat dengan siapapun. Senantiasa menghadiri undangan orang yang mengundangnya. Memenuhi hajat orang yang membutuhkannya, Meringankan beban hati orang yang bertanya; beliau tidak membatasi diri dan tidak menolak dengan mengecewakan. Jika para Sahabat menginginkan sesuatu dari beliau maka beliau bersikap “klop” dengan mereka. Bahkan selama tidak ada udzur beliau berpartisipasi aktif terhadap progress suatu urusan yang beliau diminta untuk terlibat di dalamnya. Kalau ada urusan bersama, beliau senang bermsyawarah dan menerima ide yang terbaik, tidak memutuskan dari dirinya sendiri. Beliau mudah memaafkan orang yang berbuat salah. Tidaklah bermajlis (duduk-duduk) kecuali beliau bergaul dengan sikap yang terbaik. Beliau tidak bermuka masam. Tidak “mbulet” pembicaraannya. Tidak memotong pembicaraan orang yang keliru-keliru. Beliau benar-benar bergaul dengan manusia dengan sebaik-baiknya pergaulan. Beliau pun sangat bersabar di dalam bergaul dengan siapa pun. Sehingga siapapun yang bergaul dengan beliau pasti akan betah dan senantiasa merindukan kehadirannya [selesai]
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menjaga perasaan orang lain. Disebutkan di dalam riwayat,
عَنِ الصَّعْبِ بْنِ جَثَّامَةَ قَالَ : أَهْدَيْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا عَقِيرًا وَحْشِيًّا بِوَدَّانَ ، أَوْ قَالَ : بِالأَبْوَاءِ ، قَالَ : فَرَدَّهُ عَلَيَّ ، فَلَمَّا رَأَى شِدَّةَ ذَلِكَ فِي وَجْهِي قَالَ : إِنَّا إِنَّمَا رَدَدْنَاهُ عَلَيْكَ لأَنَّا حُرُمٌ (مسند أحمد)
Dari Sho’b bin Jatsamah, dia berkata: Aku memberi Nabi hadiah keledai liar di Waddan. Atau periwayat mengatakan di Abwa’. Lalu Nabi mengembalikannya kepadaku. Ketika beliau melihat perubahan pada wajahku karena yang demikian itu maka beliau menjelaskan: “Sesungguhnya aku mengembalikannya kepadamu karena aku sedang ihram” (Musnad Ahmad)
Di dalam Hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung menjelaskan alasan mengembalikan hadiah. Setelah dijelaskan Sho’b pun mengerti dan tidak kecewa. Syaikh Utsaimin menjelaskan, orang yang sedang ihram tidak diperbolehkan makan binatang yang sengaja diburu untuknya.
Mungkin Anda pernah merasa tidak suka kalau disuruh menemui si Fulan. Karena Anda merasakan si Fulan tersebut “alot”, sulit, kaku, tidak mudah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah demikian. Disebutkan di dalam sebuah riwayat,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رضى الله عنهما – قَالَ لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا (رواه البخارى و مسلم)
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi shallallahu ‘alalihi wa sallam tidaklah kasar dan tidak bertabiah kasar (HR. Bukhari dan Muslim)
Tentang Hadits ini Syaikh Utsaimin mengatakan, Nabi itu orangnya lembut dan mudah. Tidak kasar dan jauh dari perangai kasar |
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita taufiq sehingga berkemampuan untuk terus memperbaiki akhlak kita hingga kita menjadi orang yang paling dicintai Nabi dan paling dekat posisinya dengan beliau pada Hari Kiamat dengan Surga yang paling tinggi. Amin
Judul buku : Husnul Khuluq
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc.Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)