Solusi Investasi Akhirat Anda

Menangislah….

A. Tangis Kemuliaan

Tidak selamanya menangis itu cengeng. Tidak selamanya menangis itu sedih. Karena orang bahagiapun bisa menangis. Dan, ketahuilah adakalanya menangis itu kemuliaan. Menangis yang bagaimana? Tidak lain menangis karena takut dan rindu kepada Allah. Dia ‘Azza wa Jalla memuji orang yang shaleh dari kalangan Ahli Kitab karena tangisannya. Disebutkan di dalam firman-Nya:

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا  [الإسراء: 109]

“Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk” (QS. Al-Isra’:109)

Tafsir ayat ini kita melihatnya di dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir sebagai berikut ini:

وقوله: { ويخرون للأذقان يبكون } أي: خضوعا لله عز وجل وإيمانا وتصديقا بكتابه ورسوله، ويزيدهم الله خشوعا، أي: إيمانا وتسليما كما قال:

( والذين اهتدوا زادهم هدى وآتاهم تقواهم : محمد: 17 )

“Mereka tunduk kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan keimanan dan membenarkan Kitab-Nya (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Muhammad). Untuk mereka, Allah pun menambahkan kekhusyu’an. Maksudnya Allah tambahkan keimanan dan ketundukannya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk Allah akan menambahkan petunjuk bagi mereka dan menganugerahkan ketakwaan” (QS. Muhammad:17)

Jadi, orang yang telah mendapatkan petunjuk harus terus meningkatkan kualitasnya. Demikian pula orang yang berilmu harus terus meningkatkan keilmuannya.

Jelaslah dari ayat di atas, apa yang menjadikan mereka menangis? Karena ke-‘alim-an mereka tentang Allah. Semakin tinggi ke-‘alim-an seseorang maka semakin tinggi khouf-nya kepada Allah. Lalu, air mata pun bercucuran. Allah berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (فاطر:28)

“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama” (QS. Fathir:28)

Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam sebagai orang yang ke-‘alim– annya-tertinggi tentu menjadi teladan terdepan. Di antara riwayat tentang hal ini adalah:

وعن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال لي النبي ﷺ (اقرأ على القرآن) فقلت يا رسول الله أقرأ عليك وعليك أنزل قال (إني أحب أن أسمعه من غيري) فقرأت عليه سورة النساء حتى جئت إلى هذه الآية ﴿ فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا ﴾ قال (حسبك الآن) فالتفت إليه فإذا عيناه تذرفان

( متفق عليه)

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku: “Bacalah untukku Al-Qur’an”. Saya bertanya: “Ya Rasulullah akankah saya membacakan Al-Qur’an untukmu padahal kepada engkaulah dia diturunkan.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Aku ingin mendengarkannya dari selainku.” Dia berkata: “Saya pun membacakan untuk beliau surat An-Nisa. Ketika sampai pada ayat ini [ Dan bagaimanakah keadaan orang kafir nanti jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap ummat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka (Qs. An-Nisa:41)].” Beliau bersabda: “Cukup, berhenti kamu sekarang.” Dia berakata: “Saya menoleh kepada beliau. Ternyata kedua matanya bercucuran air mata.”( HR. Muslim).

Beliau menghentikan bacaan Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu karena tergambarkan kondisi Hari Kiamat yang sangat dahsyat. Di mana setiap orang akan diberitakan catatan amalannya. Dan masing-masing datang dengan cara berlutut. “Dan pada Hari itu engkau akan melihat setiap ummat berlutut. Setiap ummat dipanggil untuk melihat buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu sekalian diberi balasan atas apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Jatsiyah:28). Saking dahsyatnya,  para penentang Rasul ingin agar mati diratakan dengan tanah saja. “Pada hari itu, orang yang kafir dan orang yang mendurhakai Rasul berharap sekiranya mereka diratakan dengan tanah. Padahal mereka tidak dapat menyembunyikan sesuatu kejadian apapun dari Allah” (QS. An-Nisa:42)

Ketika tergambar dahsyatnya Hari Kiamat inilah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis. Bisakah kita menangis? Menangislah wahai jiwa…

Berupayalah untuk bisa seperti para Sahabat yang mereka bisa menangis ketika diingatkan tentang dahsyatnya adzab Allah. Disebutkan di dalam riwayat,

عن أنس رضي الله عنه قال : خطب رسول الله صلى الله عليه و سلم خطبة ما سمعت مثلها قط قال ( لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيرا ) . قال فغطى أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم وجوههم لهم خنين (رواه البخارى)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah sesuatu yang belum saya dengar semacamnya. Beliau bersabda: “Kalau kalian mengetahui apa yang yang aku ketahui niscaya sungguh kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupi wajah-wajah mereka (terdengar dari mereka) suara isak tangis.” (HR. Bukhari)

Janganlah seperti orang yang sudah tidak tersentuh hatinya, “boro-boro” menangis. Tetapi malah mentertawakannya. Inilah hati yang talah membatu. Tentang mereka disebutkan di dalam Al-Qur’an,

أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ () وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ () وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ  [النجم: 59 – 61]

“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu tertawakan dan tidak menangis. Sementara kamu lengah (darinya)” (QS. An-Najm:59-61)

Adalah sangat besar keutamaan bagi seseorang yang menangis karena takut kepada Allah. Ia akan menjadi salah satu dari tujuh golongan yang mendapatkan perlindungan dari Allah pada hari Kiamat. Juga mendapatkan jaminan tidak akan masuk ke dalam Neraka. Disebutkan dalam riwayat,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ . وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ (رواه البخارى و مسلم)

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang Allah akan lindungi mereka pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya yaitu : Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ketaatan di dalam peribadahan kepada Tuhan-Nya, seseorang yang hatinya terikat dengan masjid-masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah dan berpisah juga karena Allah, seorang lelaki yang dibujuk oleh wanita berkedudukan nan cantik tetapi dia mengatakan saya takut kepada Allah, seseorang yang bershodaqoh dengan bersembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang dishodaqohkan oleh tangan tangannya, dan seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam kesendiriannya lalu kedua matanya bercucuran air matanya” (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ تَعَالَى حَتَّى يَعُودَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ وَلَا يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدُخَانُ نَارِ جَهَنَّمَ (رواه أحمد و الترمذى والنسائى)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak akan masuk ke dalam Neraka orang yang takut kepada Allah sehingga air susu masuk (kembali) ke dalam tetek. Dan debu bekas perjuangan di jalan Allah itu tidak akan pernah berkumpul dengan asap Neraka Jahannam” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)

Sebagaimana air susu tidak akan masuk kembali ke tetek, demikian pula orang yang menangis karena takut kepada Allah tidak akan masuk Neraka. Allahu Akbar

Keutamaan orang yang menangis karena takut kepada Allah : 1. Mendapatkan perlindungan di Hari Kiamat dan 2. Dijamin tidak akan dimasukkan ke dalam Neraka

B. Tangisan Para Sahabat

  1. Abu Bakar Ash-Shiddiq

وعن ابن عمر رضي الله عنهما ، قَالَ : لَمَّا اشْتَدَّ برسول الله – صلى الله عليه وسلم – وَجَعُهُ ، قِيلَ له في الصَّلاَةِ ، فقال : مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ  فقالت عائشة رضي الله عنها : إنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ ، إِذَا قَرَأَ القُرْآنَ غَلَبَهُ البُكَاءُ ، فقال : مُرُوهُ فَليُصَلِّ

وفي رواية عن عائشة ، رضي الله عنها ، قالت : قلت : إنَّ أَبَا بَكْرٍ إِذَا قَامَ مَقَامَكَ لَمْ يُسْمِعِ النَّاسَ مِنَ البُكَاءِ (رواه البخارى و مسلم)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Ketika sakit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin parah, ada seseorang yang menanyakan kepadanya tentang (imam) shalat, maka beliau menjawab: “Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat bersama orang-orang.” Maka Aisyah berkata: “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang sangat lembut hatinya, jika membaca Al-Qur’an tidak bisa menahan tangisnya.” Maka beliau bersabda: “Surahlah dia untuk menjadi imam shalat.”

Dalam sebuah riwayat dari Aisyah, dia menuturkan: Saya katakan: Sesungguhnya Abu Bakar itu jika menempati posisimu sebagai imam, maka tangisannya menjadikan  orang-orang tidak dapat mendengar bacaannya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan betapa Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang tinggi keimanan dan ketaqwaannya. Dia orang yang sangat takut kepada Tuhannya. Hal itu telah menjadikannya sebagai sosok yang berhati lembut. Air matapun terus bercucuran selama membaca Al-Qur’an, hingga Aisyah mengkhawatirkan jika dia dijadikan Imam niscaya bacaan Al-Qur’annya tidak akan bisa didengar oleh makmum. MasyaAllah….

Bagaimanakah keadaan kita ketika membaca Al-Qur’an? Bisakah menangis?

Menangislah, Wahai jiwa!!

  1. Ubay bin Ka’ab

Disebutkan di dalam sebuah riwayat,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لأُبَىٍّ « إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِى أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ ( لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا ) » . قَالَ وَسَمَّانِى قَالَ « نَعَمْ » فَبَكَى (رواه البخاري و مسلم)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ubay: “Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu (lam yakun alladzina kafaru…).” Ubay bertanya: “Dia ‘Azza wa Jalla menyebut namaku?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya.” Lalu Ubay pun menangis” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tentang Hadits ini, disebutkan di dalam Fathul Bari kurang lebihnya bahwa sahabat Ubay bin Ka’ab menangis karena senang dan bahagia (baca: rindu) kepada Tuhannya. Bisa juga karena khusyu’ dan takut atas kekurangannya di dalam berbuat kesyukuran kepada-Nya. Al-Qurthubi mengatakan: Ubay bin Ka’ab terkejut dari hal tersebut karena namanya disebut oleh Allah ‘Azza wa Jalla agar Nabi membacakan kepadanya Al-Qur’an sebagai bentuk pemuliaan kepadanya. Karena itulah dia menangis gembira (baca: rindu kepada Tuhannya) bisa juga karena khusyu’, selesai nukilan dari Fathul Bari.

  1.  Ummu Aiman

وعن  أنس قال : قال أبو بكر لعمر رضي الله عنهما بعد وفاة رسول الله صلى الله عليه وسلم : انطلق بنا إلى أم أيمن نزورها كما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزورها فلما انتهينا إليها بكت . فقالا لها : ما يبكيك ؟ أما تعلمين أن ما عند الله خير لرسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقالت : إني لا أبكي أني لا أعلم أن ما عند الله تعالى خير لرسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن أبكي أن الوحي قد انقطع من السماء فهيجتهما على البكاء فجعلا يبكيان معها  (رواه مسلم)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan: “Abu Bakar berkata kepada Umar radhiyallahu ‘anhuma sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mari kita berkunjung ke tempat Ummu Aiman sebagaimana Rasulullah dulu mengunjunginya.” Ketika keduanya sampai di tempatnya, Ummu Aiman menangis. Keduanya bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis? Bukankah engkau mengetahui bahwa apa yang di sisi Allah bagi Rasulullah itu lebih baik?” Ummu Aiman menjawab: “Aku menangis bukan karena aku tidak mengetahui bahwa apa yang di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi aku menangis karena wahyu dari langit telah terputus.” Ucapan Ummu Aiman ini mendorong keduanya untuk menangis. Akhirnya keduanya pun menangis bersamanya” (HR. Muslim)

Renungkanlah! Ummu Aiman menangis karena terputusnya wahyu bersamaan dengan wafatnya Nabi. Dia kehilangan kebaikan yang ada pada keberlangsungan turunnya wahyu. Kini, ia telah terputus. Dia pun sangat sedih atas hal itu. Abu Bakar dan Umar pun menangis bersamanya.

Wahai kaum muslimin, Al-Qur’an sebagai wahyu ilahi dan Hadits sebagai penjelasnya ada di tengah-tengah kita. Tidak sedihkah kita ketika keduanya dilecehkan? Bukan saja dilecehkan secara fisik, tetapi juga secara maknawi. Dalam pengertian ia tidak lagi dijadikan pedoman. Atau tetap dijadikan pedoman tetapi dipahami bukan dengan pemahaman yang semestinya. Seperti yang santer terjadi sekarang ini, kampanye paham Islam Nusantara. Oleh para tokohnya, pemahaman Islam yang notabene Al-Qur’an dan Hadits harus disesuaikan dengan budaya nusantara. Akhirnya kesyirikanpun bisa ditoleransi dengan dalih menjunjung tinggi budaya nusantara. Pada saat yang sama mereka menuduh akan banyaknya kaum muslimin yang beragama dengan Islam Arab yang berkarakter keras, menjajah dan tidak santun. Wal ‘iyadzu billah.

Ini, Al-Qur’an dan penjelasnya, Hadits masih ada di tengah-tengah kita. Tetapi, penyimpangan sudah terjadi sedemikan dahsyatnya. Wajarlah, ketika Al-Qur’an nanti diangkat dari muka bumi maka Islam tidak dikenali sama sekali. Hal ini telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَدْرُسُ الإِسْلاَمُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْىُ الثَّوْبِ حَتَّى لاَ يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلاَ صَلاَةٌ وَلاَ نُسُكٌ وَلاَ صَدَقَةٌ وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِى لَيْلَةٍ فَلاَ يَبْقَى فِى الأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنَ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَنَحْنُ نَقُولُهَا ». فَقَالَ لَهُ صِلَةُ مَا تُغْنِى عَنْهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَهُمْ لاَ يَدْرُونَ مَا صَلاَةٌ وَلاَ صِيَامٌ وَلاَ نُسُكٌ وَلاَ صَدَقَةٌ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ رَدَّهَا عَلَيْهِ ثَلاَثًا كُلَّ ذَلِكَ يُعْرِضُ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ فِى الثَّالِثَةِ فَقَالَ يَا صِلَةُ تُنْجِيهِمْ مِنَ النَّارِ. ثَلاَثًا (رواه ابن ماجه)

Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, ‘Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?”

Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.” (HR. Ibnu Majah)

Menangislah wahai jiwa….

  1. Abdurrahman bin Auf

عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ – رضى الله عنه – أُتِىَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، كُفِّنَ فِى بُرْدَةٍ ، إِنْ غُطِّىَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلاَهُ ، وَإِنْ غُطِّىَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ – وَأُرَاهُ قَالَ – وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّى ، ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ – أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا – وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ، ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِى حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ   (رواه البخارى)

“Dari Sa’ad bin Ibrahim dari ayahnya Ibrahim bahwa Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika dihidangkan makanan yang waktu itu dia sedang berpuasa, berkata: ‘Mush’ab bin Umair  telah terbunuh. Dia adalah seseorang yang lebih baik dariku. Tidak ada kain yang bisa digunakan untuk mengkafaninya kecuali sehelai selimut. Jika ditutupkan pada kepalanya terbukalah kedua kakinya. Jika ditutupkan pada kedua kakinya terbukalah kepalanya ‘. Saya (periwayat) juga melihat beliau mengatakan: ‘ Hamzah juga telah terbunuh, dia juga lebih baik dari diriku. Sementata saya dilapangkan dengan dunia selapang-lapangnya. (Periwayat mengatakan: ) atau yang beliau katakan adalah: ‘Sementara saya diberikan harta sebanyak-banyaknya.  Saya khawatir jangan-jangan kebaikan untukku telah disegerakan’. Kemudian dia terus menangis hingga meninggalkan makanannya itu” (HR. Bukhari)

Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda yang orangtuanya kaya raya. Dia seorang pemuda Makkah yang berpakaian paling mewah dari antara pemuda lainnya.  Ketika hijrah ke Madinah, semuanya itu ditanggalkan. Dia hanya berpakaian dengan kain yang lusuh. Nah, suatu ketika Abdurrahman bin Auf disuguhi makanan. Namu, pikirannya tertuju pada kondisi kehidupan Mush’ab bin Umair. Air mata pun berurai tak terbendung. Bagaimana tidak, kondisinya sangat memilukan. Seorang pemuda dari keluarga berada, tetapi ketika hijrah menjadi miskin. Kain kafannya pun tidak mencukupinya. Hal inilah yang menjadikan Abdurrahman bin Auf yang kaya raya bergelimang dengan harta menjadi takut karena mengkhawatirkan bahwa yang didapatkannya adalah istidraj. Dia mengatakan: “Saya khawatir jangan-jangan kebaikan untukku telah disegerakan.”  Maksudnya telah diberikan semua ketika di dunia, sehingga di Akhirat nanti tidak mendapatkan apa-apa.

MasyaAllah, Abdurrahman bin Auf menangisi hartanya karena mengkhwatirkan istidraj. Orang semacam ini tidak mungkin akan membanggakan diri dengan kekayaan. Dan, demikianlah realitanya dia adalah sosok konglomerat yang sangat dermawan.

Jika Anda tidak menangis maka menangislah, Wahai jiwa !!!

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)

Majalah Bulan Oktober, 2018 Edisi 70