Rumah megah, mari diupayakan untuk kita. Mobil mewah, mari diraih untuk kita. Lelaki ganteng, jangan terlewatkan untuk kita. Wanita cantik, mari “berebut” untuk kita. Gaji besar, mari dikejar untuk kita. Parfum terwangi, mari dibeli untuk kita. Dan, makanan enak, mari dimasak untuk kita. Tetapi, berinfak dengan harta yang terbaik, mari kita lakukan untuk orang lain. Janganlah sekali-kali kita memberi sesuatu untuk orang lain yang kita sendiri tidak menginginkannya, karena jijik misalnya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkanlah (di Jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu darinya kamu nafkahkan padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketahuilah Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqoroh: 267)
Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, tentang ayat di atas Albara bin ‘Azib mengatakan, ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar. Pada hari pemetikan pohon kurma, orang-orang Anshar mengeluarkan kurma mengkal (kondisi yang bagus, Pent.), lalu menggantungkannya pada tali di antara dua tiang masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga dimakan oleh kaum fakir miskin dari kalangan muhajirin. Lalu salah seorang di antara mereka sengaja mengambil kurma yang buruk-buruk dan mamasukkannya ke dalam beberapa tandan kurma mengkal, ia mengira bahwa perbuatan itu dibolehkan. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat ini.
Tentang ayat di atas, Ibnu Abbas mengatakan: Seandainya kalian memiliki hak pada seseorang, lalu orang tersebut datang dengan membawa hak kalian yang kwalitasnya lebih rendah dari hak kalian yang semestinya niscaya kalian tidak mau menerimanya. Lalu bagaimana mungkin kalian sudi memberikan kepadaku sesuatu yang kalian sendiri tidak sudi menerimanya karena kurang dari kwalitas yang semestinya. Lihatlah para sahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka begitu tersentuh dengan Al-Qur’an surat Ali Imran:92,
رَبَّنَآ إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ ٱلنَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُۥ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍۢ
Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai (QS. Ali Imran: 92)
Disebutkan di dalam Tafsir Ath-Thobari, ketika turun ayat ini, Umar bin Khaththab membebaskan budak wanita dari tawanan Jalula’ pada saat ditaklukkannya daerah Mada’in Kisra. Beliau sendiri terpesona dengan budak itu. Tetapi beliau ingat ayat tersebut, maka beliaupun tidak ragu-ragu untuk membebaskannya.
Disebutkan di dalam Hadits Bukhari dan Muslim,
“Dari Ishak bin Abdillah, ia mendengar Anas bin Malik berkata bahwa Abu Thalhah adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya berupa pohon korma di Madinah.
Harta kekayaan yang paling dicintainya adalah kebun Bairuha yang menghadap (dekat) masjid. Rasulullah sering masuk kebun itu dan minum air bersih yang berada di dalamnya. Anas berkata: Ketika turun ayat ini, (“Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai”). Abu Tholhah menghadap Rasulullah dan berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah menurunkan ayat ini kepadamu, (“Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai”) dan bahwasanya kekayaanku yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha, dan kebun itu aku shodaqohkan karena Allah dengan mengharapkan kebajikan dan simpanan di sisi Allah. Oleh karena itu, pergunakanlah ya Rasulullah sesuai dengan petunjuk Allah yang diberikan kepadamu. Rasulullah bersabda: Bagus, itu adalah harta yang menguntungkan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Disebutkan di dalam Tafsir Al-Alusi dan Fathul Qodir bahwa Ibnu Abi Hatim dan lainnya meriwayatkan dari Muhammad bin Al-Munkadir, Tatkala turun ayat ini Zaid bin Haritsah sedang menunggang kuda miliknya yang paling disukainya yang diberi nama Sabal dan dia mengatakan, Ini saya shodaqohkan. Rasulullah pun menerimanya.
Judul buku : 30 Materi Kultum
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)