C. UKHUWWAH ATAS DASAR AQIDAH LEBIH UTAMA DARIPADA UKHUWWAH ATAS DASAR APAPUN
Persaudaraan atas dasar aqidah lebih utama daripada persaudaraan atas dasar kabilah, bisnis, negara, kekayaan, komunitas, atau apapun. Bahkan lebih utama daripada persaudaraan atas dasar nasab/keluarga. Disebutkan di dalam Al-Qur’an,
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوْ كَانُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَٰنَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ حِزْبُ ٱللَّهِ ۚ أَلَآ إِنَّ حِزْبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ (المجادلة:22)
“Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ta’ala ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah ta’ala. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Coba kita perhatikan ayat ini, orang muknin tidaklah mencintai orang kafir meskipun ayah, anak, saudara atau famili. Padahal mereka adalah orang-orang yang ada ikatan nasab, tetapi mereka tidak boleh dicintai karena kafir.
Ayat ini menjelaskan suatu kejadian dalam perang Badar. Ketika itu Abu Ubaidah membunuh ayahnya. Abu Bakar berkeinginan kuat untuk membunuh anaknya, Abdurrahman. Mush’ab bin Umair membunuh saudaranya Ubaid bin Umair. Umar bin Khottob membunuh kerabatnya. Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Al-Harits juga membunuh kerabatnya yaitu ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah.
Jelaslah, ukhuwwah atas dasar aqidah lebih utama daripada ukhuwwah atas dasar keluaga.
D. PANCARAN ENERGI UKHUWWAH ISLAMIYYAH
Ukhuwwah Islamiyyah memancarkan energi yang luar biasa dalam kehidupan kaum muslimin. Di antaranya:
a. Tidak menzhalimi, tidak membiarkannya disakiti, saling menolong, dan menutup aibnya
Disebutkan di dalam Hadits,
المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ لا يَظْلِمُهُ ولَا يُسْلِمُهُ، ومَن كانَ في حَاجَةِ أخِيهِ كانَ اللَّهُ في حَاجَتِهِ، ومَن فَرَّجَ عن مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عنْه كُرْبَةً مِن كُرُبَاتِ يَومِ القِيَامَةِ، ومَن سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَومَ القِيَامَةِ (رواه البخارى ومسلم عن ابن عمر)
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah c akan membantu kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah ta’ala menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari Kiamat. Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah ta’ala akan menutupi (aibnya) pada hari Kiamat” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)
- Nabi shallahu’alaihi wasllam menegur seseorang yang melaknat seorang muslim akibat suatu dosa
Nabi shallahu’alaihi wasllam menegur orang yang menzhalimi saudaranya secara lisan, lalu bagaimana bentuk kezhaliman yang lebih besar lagi. Suatu hari Nabi shallahu’alaihi wasllam menghukum orang yang minum khamr, lalu ada orang yang mengomenteri peminum khamr tersebut dengan ucapan-ucapan yang buruk. Maka Nabi shallahu’alaihi wasllam menegurnya. Disebutkan di dalam Hadits,
أنَّ رَجُلًا علَى عَهْدِ النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ اسْمُهُ عَبْدَ اللَّهِ، وكانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا، وكانَ يُضْحِكُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وكانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قدْ جَلَدَهُ في الشَّرَابِ، فَأُتِيَ به يَوْمًا فأمَرَ به فَجُلِدَ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: اللَّهُمَّ العنْه، ما أكْثَرَ ما يُؤْتَى بهِ؟ فَقَالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: لا تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ ما عَلِمْتُ إنَّه يُحِبُّ اللَّهَ ورَسولَهُ (رواه البخارى عن عمر الخطاب)
“Ada seseorang pada zaman Nabi shallahu’alaihi wasllam namanya Abdullah. Biasa dijuluki dengan Himar. Dia orang yang pernah membikin Nabi tertawa. Nabi shallahu’alaihi wasllam pernah mencambuknya disebabkan minum khamr. Suatu hari dia dibawa ke hadapan Nabi shallahu’alaihi wasllam. Beliau memerintahkan agar dicambuk. Ada seseorang dari suatu kaum yang berkomentar: Ya Allah, laknatlah dia! Betapa sering dia ditangkap Maka Nabi shallahu’alaihi wasllam menegurnya: Janganlah kamu melaknatnya. Demi Allah, sungguh dia seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya” (HR. Bukhari dari -Umar bin al-Khottob)
- Nabi menegur Abu Dzar yang me-laqob-i seseorang dengan laqob-laqob yang tidak patut.
Nabi shallahu’alaihi wasllam menegur Abu Dzar yang me-laqob-i seseorang dengan laqob-laqob yang tidak patut. Disebutkan di dalam Hadits,
رَأَيْتُ أَبَا ذَرٍّ وَعليه حُلَّةٌ، وعلَى غُلَامِهِ مِثْلُهَا، فَسَأَلْتُهُ عن ذلكَ، قالَ: فَذَكَرَ أنَّهُ سَابَّ رَجُلًا علَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، فَعَيَّرَهُ بأُمِّهِ، قالَ: فأتَى الرَّجُلُ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، فَذَكَرَ ذلكَ له، فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: إنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ، إخْوَانُكُمْ وَخَوَلُكُمْ، جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ، فمَن كانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدَيْهِ، فَلْيُطْعِمْهُ ممَّا يَأْكُلُ، وَلْيُلْبِسْهُ ممَّا يَلْبَسُ، وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ ما يَغْلِبُهُمْ، فإنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فأعِينُوهُمْ عليه (رواه البخارى ومسلم عن أبى ذر الغفارى)
“Saya (periwayat) melihat Abu Dzar mengenakan pakaian. Budaknya juga mengenakan pakaian yang sama. Lalu saya (periwayat) bertanya sebab demikian. Dia menuturkan bahwa dirinya pernah mencela seseorang pada zaman Nabi shallahu’alaihi wasallam dengan menjelek-jelekkan ibunya. Ketika mendatangi Nabi shallahu’alaihi wasallam dan menceritakan apa yang terjadi, beliau bersabda: Sesungguhnya pada dirimu terdapat sifat jahiliyyah. Mereka itu saudara kalian. Allah ta’ala menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka siapa saja yang saudaranya itu di bawah kekuasaannya dia harus memberinya makan sebagaimana dirinya makan, dia harus memberinya pakaian sebagaimana dirinya berpakaian. Janganlah membebaninya dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika kamu menugaskannya dengan suatu tugas maka bantulah dia” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Dzar)
Dua kejadian di atas menunjukkan dua kezhaliman yang barangkali dikatagorikan kezhaliman kecil. Meski demikian, Nabi shallahu’alaihi wasallam langsung menegurnya. Lalu, bagaimana jika kezhaliman besar? |
- Seorang muslim tidak membiarkan saudaranya disakiti
Ibnu Hasyim rahimahullah menjelaskan mengenai sebab terjadinya perang Bani Qoinuqo, yaitu seorang muslim yang tidak rela saudarinya seorang Muslimah dilecehkan oleh orang Yahudi. Dia marah dan membunuh orang Yahudi tersebut. Dia sendiri akhirnya dibuhuh oleh orang-orang Yahudi.
أن امرأة من العرب قدمت بجلب لها، فباعته بسوق بني قينقاع، وجلست إلى صائغ بها، فجعلوا يريدونها على كشف وجهها، فأبت، فعمد الصائغ إلى طرف ثوبها فعقده إلى ظهرها، فلما قامت انكشفت سوأتها، فضحكوا بها، فصاحت، فوثب رجل من المسلمين على الصائغ فقتله وكان يهوديًا، وشدّت اليهود على المسلم فقتلوه، فاستصرخ أهل المسلم المسلمين على اليهود، فغضب المسلمون، فوقع الشرّ بينهم وبين بني قينقاع
Seorang perempuan( Muslimah) dari Arab membawa perhiasan. Dia hendak menjualnya di pasar Bani Qainuqa’. Perempuan itu duduk di tempat pembuat perhiasan. Mereka meminta kepanya agar membuka wajahnya. Dia tidak mau salah seorang pembuat perhiasan sengaja berbuat (buruk) dengan mengikatkan ujung pakaian bagian belakang muslimah tersebut ke bagian yang lainnya. Sehingga ketika perempuan itu bangkit dari duduknya tersingkaplah aurat bagian belakangnya. Hal itu membuat orang-orang yang ada di pasar melihat perempuan tersebut dan menertawakan. Dia berteriak. Seorang muslim segera menghampiri dan membunuh Yahudi tadi. Melihat hal itu, Yahudi yang lain pun mendatanginya lalu membunuh muslim tersebut. Kemudian terjadilah pertengkaran antara kaum muslimin yang ada di sana dengan Bani Qainuqa’.
Allahu Akbar, beginilah ukhuwwah Islamiyyah. Seorang muslim tidak rela, marah dan tidak membiarkan saudaranya disakiti.
Judul buku : UKHUWWAH ISLAMIYYAH
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)
