Ramadhan lagiii….ramadhan laa..gii…!!! Kita bakal lemes terus dach…, penghasilan bisa berkurang nich soalnya lemes…, bakal turun nich etos kerja kita…!!! Ini adalah contoh beberapa kalimat yang kadang terlontar dari sebagian kaum muslimin ketika akan kedatangan bulan Ramadhan. Ramadhan dipandangnya bulan merugikan, Ramadhan dipandangnya bulan penghambat. Ini tidak lain karena mereka tidak siap menghadapi bulan Ramadhan, sehingga menjadi beban. Kenapa tidak siap? Tidak lain karena imannya lemah. Berbeda dengan orang-orang yang kuat imannya, mereka justru senang dan bergembira karena kedatangan sebaik-baiknya bulan.
Sadar atau tidak setiap orang pasti memiliki keinginan yang “paling baik”. Dan mereka bersemangat untuk meraihnya. Contoh: gaji yang paling baik, pasangan yang paling baik, kendaraan yang paling baik, fasilitas yang paling baik, kursus yang paling baik dan lain sebagainya. Ini semua urusan dunia, lantas kenapa dalam urusan akherat kita menjadi lemes dan tidak semangat? Ketahuilah sebagaimana hari yang paling baik adalah jum’at, waktu yang paling baik adalah sepertiga malam terakhir, maka bulan yang paling baik adalah ramadhan. Tahukah Anda ada apa di bulan ramadhan?
Ada banyak keutamaan bulan ramadhan, diantaranya: syetansyetan dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu Surga dibuka, di dalamnya terdapat lailatul qadar yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan, di dalamnya dilimpahkan rahmat dan keberkahan, bulan diampuninya do sa – dosa, bulan dilipatgandakannya pahala. Bahkan Ramadlan adalah bulan yang Allah pilih untuk menurunkan al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup agar selamat dunia akherat. Tunggu apa lagi?
Ayo sambut ramadlan dengan senang dan penuh semangat. Selain mengisinya dengan ibadah-ibadah semaksimal mungkin, kita juga harus menuntut diri kita untuk tidak sekedar berpuasa dari makan dan minum. Melainkan juga seluruh tubuh kita berpuasa. Mata berpuasa dari maksiat; melihat aurat, memandang orang yang bukan mahramnya. Telinga berpuasa dari musik. Mulut berpuasa dari ghibah, bohong, sumpah palsu, mencela orang lain. Tangan berpuasa dari “nyolong”. Kaki berpuasa jalan ke bioskop, tempat-tempat maksiat.
Kita mempuasakan seluruh badan kita selama beberapa menit yang kemudian menjadi beberapa jam yang kemudian menjadi sehari penuh. Sehari menjadi dua hari akhirnya menjadi seminggu. Seminggu menjadi dua minggu akhirnya menjadi sebulan penuh. Jadi, kita mengkarantina jasad kita dalam waktu yang tidak sebentar, tetapi 30 hari alias 720 jam alias 43.200 menit. Akhirnya-insya Allahkita keluar dari bulan ramadlan ibaratnya kendaraan yang baru diservis di bengkel di mana bagianbagian yang rusak seluruhnya diperbaiki. Inilah mensucikan fithrah di bulan yang berkah.
Dalam QS. Al-A’raf: 172-173. Allah Ta’ala berfirman,
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَ، اَوْ تَقُوْلُوْٓا اِنَّمَآ اَشْرَكَ اٰبَاۤؤُنَا مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِّنْۢ بَعْدِهِمْۚ اَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُوْنَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” Atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami adalah keturunan yang (datang) setelah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang (dahulu) yang sesat?”
Dalam QS. Al-Rum: 30, Allah Ta’ala berfirman, “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. tidak ada peubahan pada fithrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
Apa yang dapat Anda tangkap dari dua ayat ini? Dua firman Allah ini menegaskan bahwasanya fithrah manusia itu tauhid. Fithrah adalah kondisi “zero” manusia. Fithrah merupakan keadaan dimana dalam kesucian, kemurnian dan keaslian. Fithrah merupakan keadaan ketika manusia belum terkontaminasi oleh ragam fragmen kehidupan. Kondisi “zero” tersebut adalah tauhid. Semenjak sebelum dilahirkan, setiap manusia pada asalnya telah diciptakan oleh Allah bertauhid. Mengesakan atau menunggalkan Allah Ta’ala. Manusia telah diciptakan oleh Allah Sang Maha Pencipta sebagai makhluq yang mengakui dan menetapkan bahwa hanya Allah Ta’ala yang menjadi tuhannya, yang disembahnya, yang dimintainya, yang dipujanya.
Fithrah inilah yang diusung Islam. Beraneka fragmen kehidupan telah mengotori manusia. Islam hadir guna mengembalikan manusia kepada fithrahnya. Salah satu syariah Islam yang berguna mengembalikan manusia kepada fithrahnya adalah Ramadhan. Semesta perangkat Ramadhan dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai pengembali manusia kepada fithrahnya. Perangkat Ramadhan terbaik dan terunggul dalam mengembalikan manusia kepada fithrah adalah shaum atau puasa. Dengan puasa di bulan Ramadhan, kita bisa menyucikan fithrah yang selama sebelas bulan lainnya fithrah kita telah terjenuhkan dengan noktah noda dosa. Bagaimana ceritanya puasa bisa menyucikan fithrah?
Telah diketahui bahwa macam syirik yang paling samar adalah riya’ yang kesamarannya telah disifati oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
فإنه أخفى من دبيب النمل
“Sesungguhnya (riya’) lebih samar dari rambatan semut.” (HR. Ahmad)
Beliaupun takut umatnya tertimpa bahaya riya’, seraya bersabda: “Sesungguhnya perkara yang paling aku takutkan terhadap kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya: “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Riya.” (HR. Ahmad, Hakim)
Kita keta hui bahwa keistimewaan puasa yang paling istimewa adalah melatih keikhlasan dan terbiasa muraqabah (merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala). Puasa mampu menjauhkan seorang hamba dari riya’, dan menjauhkannya dari sikap tidak tahu malu. Kewajiban puasa adalah termasuk ibadah paling agung yang di dalamnya seorang hamba merealisasikan kemurnian tauhid dengan keikhlasan, serta kehidupan tauhid dengan muraqabah. Di dalam puasa, seseorang tidak mengharap kecuali wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaik-baik dalil qudsi terkenal yang diriwayatkan oleh al-musthafa Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Rabb-Nya adalah: “Setiap amal (perbuatan) anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, puasa itu adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di dalam jiwa, puasa akan menumbuhkan penjagaan terhadap amanah, dan keikhlasan dalam perbuatan, serta tidak menginginkan di dalam puasanya kecuali wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah sebuah karunia agung yang akan menghilangkan keburukan mudahanah, riya dan kemunafikan.
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menyebutkan sepuluh alasan dari perkataan para ulama yang menjelasakan makna hadits dan sebab pengkhususan puasa dengan keutamaan ini. Alasan yang paling kuat adalah sebagai berikut:
- Bahwa puasa tidak terkena riya’ sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya. Al-Qurtubi berkata, “Ketika amalanamalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada DiriNya. Oleh karena itu dikatakan dalam hadits, “Meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku. Ibnu Al-Jauzi berkata, ‘Semua ibadah terlihat amalannya. Dan sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya) berbeda dengan puasa.
- Maksud dari ungkapan ‘Aku yang akan membalasnya’, adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata, ‘Artinya bahwa amalan-amalan telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia. Bahwa ia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai tujuh ratus kali sampai sekehendak Allah kecuali puasa. Maka Allah sendiri yang akan memberi pahala tanpa batasan. Hal ini dikuatkan dari periwayatan Muslim, 1151 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallalm bersabda: “Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jallah berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya.”
Yakni Aku akan memberikan pahala yang banyak tanpa menentukan kadarnya. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya hanya orangorang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar:10)
- Makna ungkapan ‘Puasa untukKu’, maksudnya adalah bahwa dia termasuk ibadah yang paling Aku cintai dan paling mulia di sisi-Ku. Ibnu ‘Abdul Barr berkata, “Cukuplah ungkapan ‘Puasa untuk-Ku’ menunjukkan keutamaannya dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i, 2220 dari Abu Umamah berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian berpuasa, karena tidak ada yang menyamainya.”
- Penyandaran di sini adalah penyandaran kemuliaan dan keagungan. Sebagaimana diungkapkan ‘Baitullah (rumah Allah)’ meskipun semua rumah milik Allah. Az-Zain bin Mun ayyir berkata, “Pengkhususan pada teks keumuman seperti ini, tidak dapat difahami melainkan untuk pengagungan dan pemuliaan.”
Syekh Muhammad bin Shalih berkata, “Hadits yang agung ini menunjukkan akan keutamaan puasa dari beberapa sisi:
- Sesungguhnya Allah khususkan puasa untuk diri-Nya dari amalan-amalan lainnya, hal itu karena keutamaannya di sisi-Nya, cintanya padanya dan tampak keikhlasan padanya untuk-Nya Subhanahu. Karena puasa merupakan rahasia seorang hamba dengan Tuhannya, tidak ada yang melihatnya kecuali Allah. karena orang yang berpuasa, di tempat yang sepi mungkin baginya mengkonsumsi apa yang diharamkan oleh Allah, (akan tetapi) dia tidak mengkonsumsikannya. Karena dia mengetahui punya Tuhan yang melihat di tempat yang sunyi. Dan Dia telah mengharamkan hal itu. Maka dia tinggalkan karena takut akan siksa-Nya serta berharap pahala dari-Nya. Maka, Allah berterimakasih akan keikhlasan ini dengan mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dibandingkan amalanamalan lainnya. Oleh karena itu (Allah) berfirman, “Dia meninggalkan syahwat dan makanannya karena diri-Ku”
Keistimewaan ini akan terlihat nanti di hari kiamat sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan bin “Uyainah, “Ketika hari kiamat, Allah akan menghisab hamba-Nya. Dan mengembalikan tanggungan dari kezalimannya dari seluruh amalnya. Sampai ketika tidak tersisa kecuali puasa, maka Allah yang akan menanggung sisa kezaliman dan dia dimasukkan surga karena puasanya.”
- Allah berfirman dalam puasa “Dan Aku yang akan membalasnya.” Maka balasannya disandarkan kepada diri-Nya yang Mulia. Karena amalan-amalan saleh akan dilipatgandakan pahalanya dengan bilangan. Satu kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali sampai berlipat-lipat. Sementara puasa, maka Allah sandarkan pahalanya kepada diri-Nya tanpa ada kadar bilangan. Maka Dia Subhanahu adalah zat yang paling dermawan dan paling mulia. Pemberian sesuai dengan apa yang diberikannya. Maka pahala orang puasa sangat besar tanpa batas. Puasa adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari yang diharamkan Allah dan sabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan dari lapar, haus dan lemahnya badan serta jiwa. Maka terkumpul di dalamnya tiga macam kesabaran. Maka layak orang puasa termasuk golongan orang-orang sabar. Sementara Allah telah berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10. (Majalis Syahr Ramadan, hal. 13)
Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia melakukannya dengan keikhlasan, melakukannya dengan berharap keridhaan-Nya. Puasa adalah untuk Pencipta alam semesta. Di antara seluruh amal, maka sesungguhnya orang yang berpuasa tidaklah melakukan sesuatu, dia meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya hanyalah untuk sesembahannya, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tinggalkan kecintaan, dan kenikmatan jiwa demi mementingkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keridhaan-Nya.
Puasa inilah yang Anda telah merealisasikan ikhlash kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala jauh dari riya’. Maka mendalamlah keyakinan di dalam hatimu, semakin bertambah nilai-nilai keimanan, serta semakin nyata makna-makna tauhid di dalam jiwamu. Maka jika ditambahkan yang lebih dari itu, yaitu perasaan senantiasa diawasi oleh Allah, serta hadirnya keagungan-Nya maka menjadi jelaslah bagimu betapa agung dampak puasa terhadap tauhid. Betapa agung isyarat al-Qur’an yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan ringkasan pengaruh puasa, serta puncak tujuan dan hikmahnya dalam firman-Nya yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar E kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Makna takwa yang paling agung adalah muraqabah terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memenuhi jiwa dan hati, dan semakin meningkat sebagai saksi akan keagungan iman dan kebenaran tauhid.
Puasa mempersiapkan jiwa orang yang berpuasa untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meninggalkan nafsu syahwat yang mudah untuk memperolehnya serta yang dia gemari. Sekiranya bukan karena takut kepada Allah, dan karena muraqabahnya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala tentulah dia tidak akan meninggalkannya sekalipun meninggalkannya dengan mengorbakan harga yang paling mahal. Akan tetapi ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala E menjadikannya menjaga amanat Allah pada keadaan tersembunyi dari manusia, dan kesendiriannya.
Karenanya Allah Ta’ala menjadi puasa memiliki banyak keistimewaan. Disebutkan dalam hadits Sahl bin Sa’d Radhiallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إن في الجنة بابا يقال له الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا يدخل منه أحد غيرهم قال: أين الصائمون؟ فيقومون، لا يدخل منه أحد غيرهم، فإذا دخلوا أغلق، لم يدخل منه أحد
“Sesungguhnya di dalam sorga terdapat sebuah pintu yang disebut ar-Royyan. Akan masuk darinya orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat, tidak akan masuk darinya seorangpun selain mereka. Maka jika mereka telah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada yang bisa masuk dari pintu tersebut.” (HR. Bukhari: 1875, Muslim: 2663)
Selain itu, puasa juga dapat menjadi syafaat bagi pelakunya, sebagaimana Rasulullah dapat memberikan syafaat bagi para pengikut beliau, atas izin Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amalan puasa dan amalan Al Qur’an itu akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Amalan puasa akan berkata, “Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafa’at kepadanya”. Dan amalan Al Qur’an pula berkata, “Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya.” Beliau bersabda, “Maka syafa’at keduanya diperkenankan”.“ [HR. Ahmad, Hakim, Thabrani, periwayatnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Al Haytsami dalam Majma’ Zawaid]
Selain menjadi syafaat, puasa bahkan menjadi pembebas dari neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” [HR. Ahmad dan Baihaqi]
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan Juni, 2013 Edisi 12