Kalau kita perhatikan peribadahan orang Nashrani di gereja-gereja mereka, niscaya kita mendapati bahwa tidak ada kesamaan tata cara ibadah mereka. Di suatu gereja cara beribadahnya dengan tepuk-tepuk tangan, di gereja yang lain dengan gitar, di gereja yang lainnya lagi dengan orgen atau kendang dan lain-lain. Bacaan yang dipanjatkan untuk puji tuhan pun beragam tergantung dewan gereja/pendetanya.
Pernah suatu ketika penulis membaca majalah Kristen, di situ dikisahkan ada seorang pemuda muslim yang pindah agama ke Kristen. Kebetulan pemuda itu dipandangnya bisa berbahasa Arab. Akhirnya dia ditugaskan oleh dewan gereja/pendeta untuk meyusun lafadz-lafadz puji tuhan dalam bahasa Arab. Dia pun menyusunnya. Lalu hasil cipta karya seorang murtad ini selalu digunakan oleh jama’ah Kristen gereja tersebut ketika beribadah. Mereka berkomentar, “ternyata lebih khusyik yah puji tuhan dengan bahasa Arab”. Padahal ketika penulis membaca cipta karya seorang murtad ini, penulis tidak bisa memahaminya. Bahasa Arabnya adalah bahasa yang tidak dimengerti oleh orang Arab. Meskipun demikian, ia disanjung-sanjung. Kenapa demikian? Jawabannya adalah karena tidak ada dokumentasi yang melandasi peribadahan mereka.
Jadi, semuanya tergantung masing-masing gereja dengan pendetanya. Bandingkanlah peribadahan dalam Islam!! Contoh: Shalat sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang ini di seluruh belahan bumi sama saja, baik rakaatnya, tata caranya, bacaannya dan yang lainnya. Demikian pula ibadah-ibadah yang lainnya tidak pernah berubah sejak zaman Nabi hingga sekarang. Tidak hanya masalah ibadah, tetapi apa pun yang merupakan ajaran Islam. Kenapa bisa demikian? Jawabannya adalah karena semuanya itu ada dokumentasinya, yang tidak lain adalah al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman para Sahabat yang diriwayatkan secara terus-menerus hingga bersambung ke zaman kita. Hal ini dikenal dengan istilah sanad. Seorang Tabiut Tabi’in, Abdullah Ibnu Mubarak mengatakan:
لولا السند لقال من شاء ما شاء
“Seandainya tidak ada sanad, niscaya siapa saja bisa mengatakan apa saja”.
Dengan sanad inilah ajaran Islam tetap terjaga keotentikannya sampai hari Kiamat nanti. Siapa pun tidak bisa sembarangan berbuat/mengatakan sesuatu atas nama Islam. Karena hal itu akan mudah terdeteksi oleh sanad.
Catatan: Jika ada ummat Islam yang memiliki keyakinan tentang suatu akidah atau melakukan suatu ritual atau suatu pemahaman tertentu tetapi tidak ada dokumentasinya yang bisa diketahui dari periwayatan (sanad) maka pastikanlah 100% bahwa perkara tersebut bukan dari Islam. Bisa jadi mereka terpengaruh oleh adat istiadat yang telah menjamur. Bisa jadi terpengaruh oleh ajaran Hindu dan Budha yang telah ada terlebih dulu. Bisa jadi terpengaruh oleh dominasi akal atas nash-nash yang ada. Ketahuilah bahwa syariat Islam telah sempurna dan berlaku untuk umat Nabi terakhir sampai hari Kiamat sehingga sifatnya harus mandeg/stagnan. Cukuplah kita meng-“copy paste” saja. Yang diperintahkan untuk terus dikembangkan adalah perkara duniawi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا ، فَهْوَ رَدٌّ (رواه البخارى و مسلم)
“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan (urusan syareat) yang tidak pernah ada pada kami niscaya tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim)
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ (رواه مسلم)
“Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian” (HR.Muslim)
Judul buku : MENGAPA SAYA BERAGAMA ISLAM?
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya