Seseorang baru disebut muslim (orang islam) setelah bersyahadat. Ibaratnya sebuah bangunan, seseorang telah berada di dalam sebuah bangunan “Islam” jika telah melewati pintu “Laa ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah”. Lalu apakah ia benar-benar nyaman dan menikmati di dalam bangunan “Islam” tersebut? Ataukah sekedar memasukinya dengan tidak mendapatkan kenyamanan, melainkan kebingungan, kegoncangan dan kegundahan? Hal ini kembali kepada dirinya, apakah dia benarbenar memahami pintu bangunan tersebut atau tidak.
Pintu (baca syahadat) harus dikenali dengan baik. Allahlberfirman: “…kecuali orang-orang yang bersaksi dengan hak (benar) dan mereka meyakininya” (QS. Az-Zuhruf : 86). Ayat ini menunjukkan syahadat bukanlah sekedar persaksian semata. la harus dibarengi dengan ilmu. Orang kafir Quraisy tidak mau bersyahadat ketika Nabi n mengajak mereka untuk bersyahadat. Mereka sadar kalau mengucapkannya berarti bersaksi bahwa Dzat yang harus diibadahi dengan bentuk peribadahan apapun hanyalah Allahlseni dan apa saja yang merupakan tandingan bagi Allah (thoghut) haruslah disingkirkan dan dihindari sejauh-jauhnya. Mereka tidak mau melakukannya karena berarti harus kehilangan patung-patung atau berhala-berhala yang hati mereka telah terpaut dengannya. Allahlmenceritakan tentang mereka dengan firmanNya: “(mereka berkata) Mengapa ia (Muhammad) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan” (QS. Shaad : 4). Mari kita bandingkan dengan kaum muslimin zaman sekarang yang mereka membaca Laa ilaaha illa Allah ribuan kali, tetapi mereka masih tetap terikat dengan perkara-perkara yang dijadikan tandingan bagi Allahl(thoghut) berupa jimatjimat, perbintangan, perdukunan, sikap berlebih-lebihan kepada orang shaleh dan lainlain. Siapa yang lebih paham tentang makna Laa ilaaha illa Allah, orang kafir Quraisy atau muslim zaman sekarang? Nyatalah orang kafir Quraisy lebih paham, mereka tidak mau mengucapkannya karena konsekwensinya harus meninggalkan tandingan-tandingan Allah. Sementara orang muslim zaman sekarang meskipun beribadah kepada Allahltetapi tidak meninggalkan tandingan-tandinganNya. Hal ini menunjukkan mereka tidak memahami makna Laa ilaaha illa Allah. Akhirnya lahirlah generasigenerasi muslimun musyrikun (muslim yang berbuat kesyirikan), yang seharusnya adalah muslimun muwahhidun (muslim yang mentauhidkan Allah). Dan untuk melahirkan generasi muslimun muwahhidun, rukun Laa ilaaha illa Allah yang berupa nafyun dan itsbat haruslah dipahami.
Kenapa banyak orang mengucapkan Laa ilaaha’ illa Allah tetapi tidak lebih kecuali hanya seperti burung beo? Karena tidak ada ilmu. Kenapa orang sudah menyatakan bahwa Dzat yang bisa mendatangkan kemaslahatan hanyalah Allah, tetapi masih juga “ngetungngetung weton”. Karena tidak ada yaqin. Semua orang tahu bahwa para sahabat bertawassul kepada Nabi hanya semasa beliau hidup, tidak ada satu pun dari mereka yang bertawassul kepada beliau ketika sudah wafat, yang mana hal itu adalah perbuatan syirik. Tetapi kenapa banyak orang bertawassul kepada orang shaleh yang sudah meninggal? Karena tidak ada qobul. Kenapa orang berani menghalalkan sesuatu yang Allah haramkan atau sebaliknya; mengharamkan yang Allah halalkan? Kenapa pornography, pornoaksi, riba, demokrasi, doa bersama antar agama, miss world yang jelas keharamannya malah dikampanyekan? Karena tidak ada ingiyad. Kenapa orang rela menyiksa dirinya dengan memukul-mukulkan pedang ke tubuhnya hingga berdarah-darah dengan anggapan demi mencintai Husain? Padahal pengorbanan itu hanyalah untuk Allah. Kenapa orang rela memaksakan diri berhutang uang lalu memaksakan diri menempuh safar dan harus rela meninggalkan keluarganya demi untuk beri’tikaf di makam Syaikh fulan? Ketahuilah, ini semua adalah penempatan mahabbah yang salah. Kenapa banyak orang Islam bahkan dikenal sebagai tokoh atau cendikiawan tetapi pemikirannya, sepak terjangnya, keputusan-keputusannya menyimpang dari ajaran Islam? Karena tidak ada shidq. Orangorang munafiq pada zaman Nabi mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya tetapi Allah mendustakannya karena tidak ada kesesuaian antara lahir dan batinnya (shidq). Kenapa ada orang Islam malu dengan ajaran/atribut agamanya? Karena tidak ada keikhlasan.
Kenapa ada orang meremehkan syareat yang dibawa oleh Nabi n? Kenapa orang berani membikin-bikin syareat sendiri? Padahal yang disampaikan beliau sudah sempurna, tidak membutuhkan perubahan, penambahan ataupun pengurangan. Jawabannya adalah karena sengaja atau tidak disengaja ia hanya memandang beliau sebagai ‘abdun (hamba) yang tidak ada beda dengan dirinya. Keberadaannya sebagai rasul menjadi tertutup. Mengenai hal ini Allahlmenceritakan tentang ucapan pemuka-pemuka orang kafir dengan firmanNya: “…orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan minum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguh-nya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar (menjadi orang-orang yang merugi” (QS. al-Mukminun: 3334). Sebaliknya orang yang memandang beliau sebagai rasul dengan tidak mengikutsertakan eksistensinya sebagai abdun (hamba) akan terjerumus ke dalam sikap berlebih-lebihan. Akhirnya dia menyandarkan kelapangan, kebutuhan dan kemaslahatan hidup kepada beliau. Padahal itu semua perbuatan Allah. Beliau adalah manusia biasa yang tidak memiliki unsur ketuhanan sedikitpun. Allahlberfirman memerintahkan Nabi n “Katakanlah: aku tidak berkuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf : 188)
lmu, yaqin, qobul, ingiyad, mahabbah, shida dan ikhlas adalah perkara-perkara yang menempel pada pintu bangunan “Islam”, yaitu Laa ilaaha illa Allah yang harus dipahami sebaik-baiknya. Demikian pula ‘abduhu (hambanya) dan rasuluhu (rasulnya) adalah dua hal yang menempel pada pintu “Muhammadun rasulullah”. Sehingga pintu bangunan Islam bisa dikenali dengan baik dan benar kemudian memasuki bangunannya dengan penuh kebanggaan, ketenangan, kenyamanan, kestabilan, kokoh, keindahan dan kemenangan,
Satu hal penting lainnya yang harus kita ketahui, apa tafsir dari ash-Shirath al-mustaqim yang kita memohonnnya setiap kali membaca al-fatihah yang minimal sehari semalam kita membacanya 17 kali? Dari berbagai penafsiran, intinya adalah mengerucut pada “laa ilaaha illa Allah Muhammadur Rasulullah”. Kenapa kita memohonnya sebanyakbanyaknya padahal itu kan pintu yang telah dilewati untuk memasuki rumah Islam? Jelas, ini menunjukkan bahwa Laa ilaaha illa Allah Muhammadur rasulullah adalah persaksian yang mengandung konsekwensikonsekwensi yang kita memohon kepada Allahluntuk bisa mengamalkannya setiap saat.
Alhamdulillahi Robbil alamiin wa .bihi nasta linu alaa umuuriddunya waddiin, washshalatu wassalaam ‘alaa asyrofil anbiyaa’i wal mursaliin, wa ahlihi wa ashhabihi aj’ma`iin wa man tabi’ahu bi ihsani ilaa yaumiddin.
Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosuluhu.
Begitu pentingnya dua kalimat syahadat di atas, sehingga barangsiapa yang lisannya mengucapkannya, maka sungguh dia telah menjadi seorang muslim. Yang apabila dia mati, maka wajib bagi kita untuk mengurus jenazahnya hingga dikebumikan, dan apabila dia meminta untuk dinikahkan dengan seorang muslimah, maka pernikahan tersebut benar dan sah.
Ya, dua kalimat syahadat di atas merupakan rukun islam yang pertama, yang dimana Islam terbangun diatasnya. Sebagaimana Rasulullah bersabda,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
“Islam itu dibangun atas lima pondasi, bahwasanya engkau bersaksi tiada yang berhak untuk di ibadahi kecuali hanya Allah semata, dan engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan hambaNya….”(HR. Bukhari)
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk memahami dengan pemahaman yang sebenar-benarnya tentang kedua kalimat tauhid tersebut. Mengapa harus demikian? Dan seberapa pentingkah memahami kedua kalimat tauhid tersebut?. Jawabannya… Ya, sangatlah penting untuk setiap pribadi muslim. Karena ironisnya, dengan tidak pahamnya seorang muslim terhadap hakikat kedua kalimat tauhid tersebut, banyak diantara kaum muslimin yang mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi mereka masih banyak yang meminta-minta (baik rizki, jodoh, kesehatan, dll) kepada kuburan, paranormal, dukundukun!!, dan diantara mereka ada juga yang mengada-adakan perkara baru (urusan ibadah) didalam Islam, yang dimana semua itu sangatlah bertolak belakang dengan hakikat dua kalimat tauhid tersebut.
Memenuhi Rukun-Rukun Kalimat “Laa Ilaaha Illallah”
Rukun pertama, An-Nafyu (peniadaan), dan ini terletak pada kalimat “Laa ilaaha”, yang maksudnya kita wajib percaya serta meyakini bahwa tidak ada sesuatu apapun di muka bumi ini yang berhak untuk di sembah dan di ibadahi.
Rukun kedua, Al-Itsbat (penetapan), hal ini terdapat pada kalimat “Illallah”, yang maksudnya wajib bagi kita untuk mempersembahkan seluruh ibadah kita kepada Allahlsemata, tidak untuk yang lainnya! Sehingga apabila kalimat Laa llaaha Illallah ini di artikan, maka arti yang benar adalah tiada tuhan yang berhak untuk di ibadahi kecuali hanya Allahlsemata. Sungguh keliru apabila kita mengartikan kalimat Laa llaaha Illallah dengan tidak ada tuhan selain Allah l, Dimanakah kekeliruannya?
Dalam bahasa Arab, kata “llaah” bukanlah sebatas bermakna tuhan, tuhan dalam bahasa arab lebih tepatnya yaitu “Ar-Rabb”, sedangkan “llaah” maknanya adalah “ma’bud” yang artinya sesuatu yang disembah!
Oleh karena itu, apabila kita mengatakan “tidak ada tuhan selain Allah” artinya sama dengan kita menganggap bahwa semua yang dinamakan tuhan itu Allah. Karena pada kenyataannya, banyak sekali tuhan-tuhan yang dipercayai dan diibadahi oleh manusia di muka bumi ini. Contoh kongkritnya, kita tahu betapa banyaknya kitab-kitab suci setiap agama, begitu pula namanya pun berbeda-beda. Apabila kita berkata; “tidak ada kitab suci kecuali Al-Qur’an” maka artinya semua kitab suci namanya Al-Qur’an!, padahal ada yang namanya injil, weda, tripitaka, dll. Dan itu semua sangatlah berbeda dengan Al-Qur’an. Begitu juga dengan tuhan, mereka (nonmuslim) memiliki tuhan-tuhan mereka sendiri!, dan tuhan mereka bukanlah Allahlserta yang mereka sembah bukanlah apa yang kita sembah, Allahl berfirman,
لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ، وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ
“aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah”. (QS. Al-Kafirun : 2-3)
Jadi, kedua rukun diatas harus terpenuhi, sebagaimana rukun dalam shalat, yang apabila gugur disalah satu rukun shalat tersebut maka batallah shalatnya, begitu juga dengan rukun kalimat tauhid tersebut.
Syarat-Syarat Kalimat “Laa Ilaaha Illallah”
Selain rukun kalimat laa ilaaha illalah juga memiliki syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
- Al-Ilmu (pengetahuan), seorang yang mengucap kalimat syahadat tersebut harus tahu serta paham dengan konsekwensi dari kalimat syahadat tersebut. Dan ini membutuhkan ilmu serta paham yang benar akan keagungan kalimat syahadat. Sebagaimana firmanNya,
فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu”. (QS. Muhammad : 19)
- Al-Yaqin (yakin), maka tidak pantas dan tidak selayaknya seorang muslim ragu terhadap kandungan kalimat Laa ilaaha illallah. Allahlberfirman,
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا
“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu”. (QS. Al-Hujurat : 15)
Rasulullah n bersabda,
دَعْ مَا يُرِيبُك إلَى مَا لَا يُرِيبُك
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu”(HR. Bukhari)
- Al-Ikhlas, seorang hamba yang mengucap syahadat dengan ikhlas dalam hatinya otomatis dia akan meninggalkan segala bentuk kesyirikan. Karena banyak orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah akan tetapi dia masih mendatangi kuburankuburan untuk meminta manfaat darinya, meminta pertolongan kepada dukun-dukun, dikarenakan tidak ada keikhlasan dalam bersyahadat.
- Ash-Shidqu (jujur), artinya tidak hanya berucap dilisan saja, akan tetapi juga dengan kejujuran dalam hatinya. Bukan seperti kaum munafiq, mereka mengucap syahadat hanya sebatas di lisan saja. Sebagaimana Allahlberfirman,
اِذَا جَاۤءَكَ الْمُنٰفِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِ ۘوَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُهٗ ۗوَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَكٰذِبُوْنَۚ
“Apabila datang kepadamu orang-orang munafiq seraya berkata: sesungguhnya kami bersaksi bahwa engkau benarbenar utusan Allah. Dan Allah mengetahui bahwa engkau adalah RasulNya, dan sesungguhnya orang-orang munafiq itu adalah pendusta”. (QS. Al-Munafiqun : 1)
- Al-Mahabbah (kecintaan), mencintai Allahlmelebihi segalanya dan merupakan suatu keharusan untuk mencintai kalimat laa ilaaha illallah dan juga kepada para pecintanya. Allahlberfirman,
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ
“Dan adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat mencintai Allah”. (QS. Al-Baqarah : 165)
- Al-In qiyadh (patuh), patuh terhadap apa yang Allahlakan perintahkan, dan juga patuh terhadap hukum-hukum serta aturan-aturan Allahlseorang didalam beragama.
- Al-Qobul (menerima), menerima segala konsekwensi dari hak-hak Allahldalam beribadah.
- Al-Bara’ah (berlepas diri), yaitu berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan, peribadatan kepada selain Allahldan juga menjauhi para pelaku kesyirikan tersebut.
Makna Kalimat ‘Wa Anna Muhammad Abduhu Wa Rasuluhu”
Adapun makna dari kalimat syahadat bahwasannya Muhammad n adalah hamba Allah dan RasulNya yaitu;
- Wajib bagi seorang muslim untuk taat terhadap apa yang diperintahkan oleh Rasulullah n serta menjauhi apa yang dilarang olehnya. Sebagaimana Allahlberfirman,
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا
“Dan apa yang diberikan kepada kalian oleh Rasul kalian, maka terimalah. Dan segala yang dilarang olehnya atas kalian, maka jauhilah”. (QS. Al-Hasyr : 7). Hal ini di sebabkan Allahlselesai memberikan ancaman terhadap orang-orang yang menyelisihi perintah RasulNya dalam firmannya,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS. An-Nur : 63)
- Membenarkan apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah n, karena apa yang dikatakan Rasulullah n adalah merupakan wahyu dari Allahl. AllahlBerfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوٰى، اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰىۙ
“Tidaklah yang diucapkan (Muhammad n merupakan kehendak hawa nafsunya. Melainkan itu semua adalah merupakan wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya”. (QS. An-Najm : 3-4)
- Tidak melakukan segala macam bentuk ibadah kecuali dengan mengikuti petunjuk dari Rasulullah. Karena demikianlah Allahlmemerintahkan kita untuk mengikuti RasulNya sebagai bukti kecintaan kita kepada Allahl. Sebagaimana dalam firmanNya,
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah; jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku. Niscaya Allah mencintai kalian dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imran : 31). Apabila kita menambah-nambah ataupun mengurang-ngurangi dalam amalan ibadah yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah n secara sempurna, sama halnya kita memposisikan diri kita sebagai pemilik syariat!, serta menganggap Rasulullah n belum menyampaikan semua risalah dari Allahl
- Memposisikan beliau sebagaimana Allahlmemposisikannya. Yaitu,
- Sebagai hamba Allah
Kita meyakini bahwa Muhammad n adalah hamba Allah, yang dimana seorang hamba tidak memiliki kuasa atas apapun dalam pengaturan alam semesta! Sebagaimana Allahlberfirman,
قُلْ اِنِّيْ لَآ اَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَّلَا رَشَدًا
“Katakanlah; sesungguhnya aku tidak memiliki kuasa untuk mendatangkan bahaya dan tidak pula memberi manfaat bagi kalian”. (QS. Al-Jin : 21). Jika Rasulullah n satu saja yang dimana beliau n memiliki kedudukan yang sangat istimewa disisi Allahl tidak bisa mendatangkan bahaya ataupun manfaat bagi kita, terlebih-lebih selain beliau n, maka sangat mustahil untuk kita memohon dan meminta kepadanya. Kecuali kepada Sang Pencipta yaitu Allahl
Oleh karenanya kita juga harus meyakini bahwa Rasulullah tidak memiliki hak untuk di ibadahi dengan segala jenis ibadah apapun itu. Bahkan Rasulullahlah yang beribadah kepada Allahlsebagaimana firmanNya,
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
“Katakanlah; sesungguhnya shalatku dan ibadahku serta hidup dan matiku adalah untuk Allah, Rabb semesta alam”. (QS. Al-An’am : 162)
- Sebagai utusan Allah
Bahwa Muhammad adalah seorang Rasul n yang diutus untuk diyakini kebenarannya dan tidak untuk didustakan segala yang datang darinya. Allahlberfirman,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lakilaki di antara kalian, melainkan dia adalah Rasulullah”. (QS. Al-Ahzab : 40)
- Sebagai penutup para Nabi
Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Jelas bagaikan matahari di siang hari, sebagaimana firman Allah l,,,,
وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ
“Dan dia adalah penutup Nabi”. (QS. Al-Ahzab : 40)
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan November, 2013 Edisi 17