– مشكلتى تتلخص فى أننى اشتريت محلا به مستأجر انتهت مدة عقده ، وقد عرض عليه صاحب المحل أن يشتريه قبل إنتهاء العقد بثلاثة أشهر ، وترك له مهلة أكثر من يوم آخر ، ولم يلتزم بعدها ، أكثر من مرة ولم يتم الاتفاق ، فعلمت أنا فذهبت واشتريته ، مع العلم أن صاحب المحل استلم العين ، وقفلها بعد أن غير الأقفال ، ولكن المستأجر ترك بعض الأشياء على سبيل الأمانة ، وسيأتي لاستلامها في أي وقت ، وعند استلامى للعين بعد الشراء اتفقنا أن المستاجر سيأخذ حاجته غدا لتأخر الوقت ، ولم ينفذ ذلك الاتفاق أمام الشهود ، المستأجر هناك أشخاص يحرضونه على عدم نقل أغراضه ويعرض شراء المحل ، رغم مخالفته لموعده مع البائع أكثر من مرة ، فما إن أشتريت المحل بدأ في المراوغة ويعرض شراء المحل ، فهل هذا شراء على شراء أخيه كما فى الإسلام ؟ أم أذهب للقضاء لطرد هذا المتعنت معى ؟ مع العلم أن صاحب المحل البائع جلس مع المستأجر وأشهد عليه بعض الناس أنه خالف موعده أكثر من مرة ولذا بحث عن مشتر آخر للمحل فأقر بذلك ، وأنا لم أخطئ في حق هذا المستأجر ، وقد نصحني بعض الناس ألا أشتري المحل إلا بعد شهر ولكن البائع أتم الصفقة قبل نهاية الشهر بثلاثة أيام ، وكان هناك أشخاص آخرين يرغبون بشراء المحل وكانوا سيقومون بإخلاء المحل ، ولكن أجد تعنتا معي ، فماذا أفعل ؟ وما الحكم الشرعي في ذلك ؟
الجواب: الحمد لله
أولا
يحرم على الإنسان أن يبيع على بيع أخيه، أو يسوم على سومه؛ لما روى البخاري (2139) ومسلم (1412) عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( لَا يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ ) .
وروى مسلم (141) عن عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ أن رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: (الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ، وَلَا يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذَرَ).
وروى مسلم (1408) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( لَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ وَلَا يَسُومُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ ).
قال النووي رحمه الله: ” أما البيع على بيع أخيه فمثاله أن يقول لمن اشترى شيئا في مدة الخيار: افسخ هذا البيع وأنا أبيعك مثله بأرخص من ثمنه ، أو أجود منه بثمنه ونحو ذلك. وهذا حرام. يحرم أيضا الشراء على شراء أخيه، وهو أن يقول للبائع في مدة الخيار: افسخ هذا البيع ، وأنا أشتريه منك بأكثر من هذا الثمن ونحو هذا.
وأما السوم على سوم أخيه : فهو أن يكون قد اتفق مالك السلعة ، والراغب فيها ، على البيع ، ولم يعقداه، فيقول الآخر للبائع: أنا أشتريه، وهذا حرام بعد استقرار الثمن” انتهى من شرح مسلم (10/ 158).
والتقييد بمدة الخيار هو أحد قولي العلماء .
والراجح : أن المنع يشمل مدة الخيار، وغيره، فليس له أن يبيع على بيع أخيه ، أو يؤجر على إجارة أخيه ، بعد تمام العقد؛ لأن هذا قد يدعو إلى الندم، ويوغر الصدر، وربما حمل الإنسان على طلب الحيلة لفسخ العقد. وينظر : الشرح الممتع للشيخ ابن عثيمين (8/204).
ثانيا:
لا يدخل ما ذكرت في الشراء على شراء الأخ؛ لأن البيع لم يتم لصاحبك.
ولا يدخل في السوم على سومه؛ لأن المراد منه أن يستقر الطرفان على ثمن، فيأتي من يقول: إنه يأخذه بأكثر. وهذا لم يقع .
بل الواقع أن هذا المشتري بتأخره وإعراضه عن الشراء هذه المدة يعتبر في حكم التارك، ولا يُكلّف البائع انتظاره، ولا يُمنع غيره من التقدم للشراء لأجله.
فالحاصل :
أنه لا شيء عليك في شراء المحل، ولست ملزما بالانتظار إلى آخر الشهر الذي اقترحه البعض.
وينبغي أن يُعلم : أن البائع لو رفض البيع للمستأجر، أو رفض الثمن الذي قدمه، فلا حرج على أحد أن يتقدم للشراء، أو السوم، ولا يلزم البائع تجاه المستأجر بشيء.
وإنما يمنع البيع والسوم : حال ركون البائع للمشتري ، أو للمساوم، ورضاه به، وبقاؤهما على هذا، كما تقدم.
وحيث تم شراؤك للمحل، فإن ما يقوم به هذا الشخص من محاولة شرائه، عمل محرم ينطبق عليه “الشراء على شراء أخيه”.
والله أعلم
https://islamqa.info/ar/answers/269623/
1. Ringkasan permasalahanku begini: Saya membeli rumah yang baru saja selesai disewakan. Tapi, sebenarnya pemilik rumah tersebut telah menawarkan kepada si penyewa tersebut sejak tiga bulan sebelum habisnya masa sewa. Dia memberikan kesempatan untuk mempertimbangkan lebih dari sehari, dan tidak ada membuahkan kesepakatan. Pada kesempatan lain juga demikian belum didapakatkan kesepakatan antara keduanya. Ketika saya mengetahui informasi ini, saya berangkat untuk membelinya. Sebagai informasi, pemilik rumah tersebut telah menerima pembayaran dari saya. Dia kemudian menguncinya setelah gemboknya diganti. Nah, di dalam rumah tersebut terdapat sebagian barang milik si penyewa yang dititipkan kepadanya sebagai amanah dan akan diambilnya pada suatu waktu. Ketika saya mau mulai menempati setelah melakukan pembayaran lagi, kami sepakat bahwa si penyewa itu akan mengambilnya dengan ditunda hingga esok hari. Tapi kesepakatan ini tidak dilakukan di depan saksi. Penyewa di sana bersama beberapa orang, mereka mendesak pemilik rumah untuk tidak memindahkan barang-barangnya malah menyatakan akan membeli rumah tersebut meskipun dia sudah menyelisihi janji dengannya lebih dari sekali. Pembayaran rumah yang sudah saya lakukan dikaburkan dan diapun mulai menawarkan kepada mereka untuk membeli rumah tersebut. Apakah ini bentuk membeli di atas pembelian orang lain sebagaimana yang terlarang di dalam Islam? Apakah saya perlu mengurusnya ke pengadilan untuk menjerat penipu ini? Sebagai informasi si pemilik rumah itu berpihak pada penyewa, padahal banyak orang yang menyaksikan bahwa si penyewa telah menyelisihi janjinya lebih dari sekali yang akhirnya si pemilik mencari calon pembeli lain untuk membelinya. Saya membenarkan yang demikian itu dan saya tidak melakukan suatu kesalahan terhadap hak si penyewa. Ada sebagian orang yang menegurku semestinya saya tidak membelinya kecuali setelah satu bulan. Tapi kan si pemilik telah menawariku tiga bulan sebelum masa sewanya habis, dan ternyata di sana sudah ada orang lain yang akan membelinya setelah rumah dikosongkan. Saya merasa ditipu. Apa yang harus saya lakukan? Dan bagaimana sisi syariatnya?
Jawab: Alhamdulillah.
Pertama: Diharamkan bagi seseorang untuk menjual di atas jualan orang lain, juga menawar di atas tawaran orang lain. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :” لَا يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ ” (روى البخاري (2139) ومسلم (1412))
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah sebagian kalian berjual beli di atas jual beli saudaranya” (HR. Bukhari no. 2139 dan Muslim no. 1412) .
عن عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ أن رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ، وَلَا يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذَرَ” (رواه مسلم (141)
Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Mukmin itu saudara mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin untuk berjual beli di atas jual beli saudaranya, dan tidak meminang di atas pinangan saudaranya hingga dia meninggalkannya” (HR. Muslim no.141)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ وَلَا يَسُومُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ (رواه مسلم (1408))
“Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah seseorang meminang di atas pinangan orang lain atau menawar di atas tawaran saudaranya” (HR. Muslim nomor 1408).
Imam An-Nawawi rahimahulah berkata: Contoh mejual di atas jualan saudaranya, seseorang mengatakan kepada orang yang tengah transaksi untuk membeli barang dari seorang penjual, “Batalkan saja pembelianmu, aku akan menjual kepadamu barang yang sama dengan harga yang lebih murah!”. Atau mengatakan: Batalkan saja pembelianmu, aku akan menjual kepadamu barang yang lebih bagus dengan harga yang sama!” Atau ucapan yang semisalnya (intinya dilakukan di tengah transaksi dengan seorang pembeli, Pent.). Hal ini haram. Demikian juga membeli di atas pembelian orang lain. Contoh seseorang mengatakan kepada penjual di tengah transaksi dengan seorang pembeli, “Batalkan saja penjualanmu, aku akan membeli barangmu dengan harga yang lebih mahal!”. Atau ungkapan semacamnya
Adapun menawar di atas tawaran oang lain, contohnya pemilik barang dan orang yang tertarik dengan barangnya telah sepakat atas jual beli tapi belum final. Lalu datang orang lain dengan mengatakan, “Sudahlah biar aku saja yang membeli!”. Semacam ini juga haram setelah harga disepakati [selesai], (Syarh Muslim 10/158).
Ketentuan bahwa dilarangnya itu “selama transaksi masih berlangsung” adalah salah satu pendapat ulama.
Yang rajih: Dilarangnya itu mencakup selama masa transaksi atau setelahnya. Maka, tidaklah diperbolehkan bagi seseorang untuk menjual di atas jualannya orang lain atau menyewakan di atas sewaan orang lain setelah sempurna akadnya. Karena hal ini bisa menjadikan orang menyesal dan bisa menyesakkan dada bahkan bisa berpotensi menjadikan seseorang untuk mencari celah bagaimana caranya agar akad bisa dibatalkan. Lihat: Syarhul Mumti’ li-sy-Syaikh Ibnu Utsaimin (8/24)
Kedua: Apa yang Anda sebutkan itu tidak masuk katagori membeli di atas pembelian orang lain. Karena jual beli temanmu itu belum ada kesepakatan yag mengikat. Demikian juga tidak masuk katagori menawar di atas tawaran orang lain karena yang dilarang itu jika harga sudah disepakati oleh dua pihak (penjual dan pembeli, Pent.) lalu datang orang lain yang akan membelinya dengan harga yang lebih tinggi. Di sini tidak terjadi. Tetapi yang terjadi , pada saat itu si pembeli tidak menunjukkan kepastian untuk membeli maka dianggap sudah berlepas dan si penjual tidak dibebani untuk menunggunya demikian juga orang lain yang akan membelinya tidak boleh dicegah.
Jadi, kesimpulannya:
- Tidaklah mengapa bagi Anda untuk membeli rumah tersebut. Tidak ada persyaratan bagi Anda untuk menunggu dulu hingga satu bulan sebagaimana disampaikan oleh sebagian orang.
- Ketahuilah bahwa jika penjual menolak untuk menjualnya kepada si penyewa atau menolak nominal harga yang diajukan kepadanya maka tidak ada masalah bagi siapapun untuk membeli atau menawar. Tidak ada keterikatan apapun penjual dengan penyewa tersebut.
- Menjual dan menawar yang dilarang adalah saat transaksi berlangsung antara penjual dengan pembeli atau penawar lalu penjual ridho dengannya dan menyatakan sudah final untuk pembeli atau penawar tersebut. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas.
Pembelian Anda atas rumah ini sudahlah final, maka yang dilakukan si penyewa yang terus berusaha membelinya adalah perbuatan haram masuk dalam katagori membeli di atas pembelian saudaranya. Allahu A’lam.
Judul buku : Terkadang Ditanyakan 4
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya