Solusi Investasi Akhirat Anda

PEGAWAI, SURGA MERINDUKANMU (Beberapa perkara yang harus diperhatikan, Bag. 1)

A. Beberapa perkara yang harus diperhatikan
1. Menyematkan Ibadah pada Aktivitas
I’tikaf, shalat, membaca Al-Qur’an, tholabul ilmi, dzikir, infaq, wakaf, haji, umroh, ziarah kubur, dan lain-lain semuanya itu secara dzatnya merupakan ibadah yang mendatangkan pahala. Biasanya disebut dengan ibadah mahdhoh.
Lalu, bagaimana dengan bekerja, olahraga, mandi, makan, minum, rekreasi, touring, mendaki gunung, dan lain-lain? Semuanya itu merupakan aktivitas duniawi yang tidak mendatangkan pahala tetapi sekedar kemaslahatan duniawi. Namun, haruslah diketahui bahwa aktivitas duniawi ini bisa bernilai ibadah yang mendatangkan pahala dengan satu syarat. Apa syaratnya? Landaskanlah pada seluruh aktivitas tersebut dengan niat untuk mendukung, menopang dan memperkuat peribadahan-peribadahan mahdhoh. Contoh:

  • Ketika mandi, hadirkan dalam hati: Ya Allah, dengan mandi sehatkanlah badan demi bisa menjalankan ibadah-ibadah.
  • Ketika olahraga, hadirkan dalam hati: Ya Allah, dengan olahraga ini jadikanlah badanku sehat sehingga bisa berbuat banyak peribadahan; puasa, qiyamullail, shodaqoh tenaga di berbagai acara baksos, silaturrahim dan lain-lain
  • Ketika mendaki gunung dan touring, niatkanlah untuk tadabbur alam yang menghadirkan rasa keagungan dan kebesaran terhadap Allah ta’ala sebagai satu-satunya Dzat yang harus diibadahi.
  • DEMIKIAN JUGA KETIKA ANDA BEKERJA, HADIRKANLAH setiap kali akan berangkat kerja dalam hati Anda: Ya Allah, saya niatkan dari pekerjaan ini untuk menafkahi keluargaku sebagai tanggungjawabku yang Engkau berikan kepadaku. Yang dengannya pula saya bisa mendapatkan rizki untuk infaq, membayar biaya pendidikan, wakaf, santunan anak yatim, membantu dhu’afa, membeli pakaian untuk menutup aurat dan lain-lain. DENGAN CARA INI, ANDA MENJADI PEGAWAI yang pekerjaan Anda bernilai ibadah yang mendatangkan pahala. Ibadah seperti ini terjadi dari amalan mubah yang didasari niat disebut ibadah ghoiru mahdhoh

Nabi shallahu’alaihi wasallam bersabda,

إنَّكَ لن تُنْفِقَ نفقةً تبتَغي بها وجهَ اللهِ عزَّ وجلَّ إلَّا أُجِرْتَ بها حتَّى ما تجعلُ في فَمِ امرأتِكَ (رواه البخارى عن سعد بن أبى وقاص)

“Sesungguhnya kamu tidaklah memberi nafkah karena mengharapkan Wajah Allah ‘azzawajalla melainkan kamu diberi pahala dengannya hingga sesuatu yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu(HR. Bukhari dari Sa’ad bin Abu Waqosh)

Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu berkata:

أمَّا أنَا فأنَامُ وأَقُومُ، فأحْتَسِبُ نَوْمَتي كما أحْتَسِبُ قَوْمَتِي (رواه البخارى عن أبى موسى ألأشعرى)

“Adapun saya, saya tidur dan bangun. Saya berharap tidurku sebagaimana melek-ku(HR.Bukhari dari Abu Musa Al-Asy’ari)

Alhafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, Mua’adz bin Jabal berharap pahala dari rehatnya itu sebagaimana ketika beraktivitas di mana rehat yang dimaksudkan untuk memperkuat ibadah akan mendatangkan pahala.

Maksudnya, Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu berharap dari tidurnya yang notabene diam tidak ada kegiatan apapun yang bisa mendatangkan pahala tetapi tetap bisa mendatangkan pahala. Tidak lain caranya dengan menghadirkan niat bahwa tidur yang dilakukannya untuk “getting power” yang akan memperkuat peribadahan.

Zubaid al-Yamiy (seorang Tabi’in wafat tahun 124 H) berkata,

إني لأحب أن تكون لي نية في كل شيء، حتى في الطعام والشراب

“Sungguh saya sangat mencintai kalau pada setiap aktivitasku ada niat sampai ketika makan dan minum”

Yang bisa membantu hadirnya niat adalah perenungan, penghayatan, ketenangan alias tidak tergesa-gesa, evaluasi diri sebelum bekerja, dan setiap saat memastikan kehalalan atas jenis pekerjaan dan hasilnya.

2. Bekerja pada Pekerjaan yang Halal

Kadang masih terdengar ucapan dari sebagian orang, “Mencari yang haram saja susah apalagi yang halal”. Jika ada seseorang merasa kesulitan untuk mendapatkan mata pencaharian atau pendapatannya pas-pasan, hendaklah memperkuat kesabaran sehingga tidak sampai berpenghasilan haram. Nabi shallahu’alaihi wasallam bersabda,

أَيُّها النَّاسُ، إنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا، وإنَّ اللَّهَ أمَرَ المُؤْمِنِينَ بما أمَرَ به المُرْسَلِينَ، فقالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 15]، وقالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 271]، ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أشْعَثَ أغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إلى السَّماءِ، يا رَبِّ، يا رَبِّ، ومَطْعَمُهُ حَرامٌ، ومَشْرَبُهُ حَرامٌ، ومَلْبَسُهُ حَرامٌ، وغُذِيَ بالحَرامِ، فأنَّى يُسْتَجابُ لذلكَ؟! (رواه مسلم عن أبى هريرة)

“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah ta’ala telah memerintahkan kepada kaum mukminin dengan sesuatu yang Allah perintahkan pula kepada para Rasul. Maka Allah ta’ala berfirman: ”Wahai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih.” Dan Allah ta’ala berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian.” Kemudian beliau shallahu’alaihi wasallam menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan dirinya kusut dan kotor, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,” tetapi makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan kenyang dengan sesuatu yang haram, bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?.” (HR. Muslim)

Hadits ini memperingatkan kita betapa penghasilan haram akan menjadikan doa kita tidak dikabulkan. Meskipun yang berdoa adalah seorang musafir yang doanya mustajab. Penghasilan haram itulah yang menjadikan hilangnya ke-mustajab-annya doa.

Dalam Hadits lain, Nabi shallahu’alaihi wasallam bersabda,

يا كعبُ بنَ عُجْرةَ إنَّه لا يدخُلُ الجنَّةَ لحمٌ ودمٌ نبَتا على سُحتٍ النَّارُ أَوْلى به (رواه ابن حبان)

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk Surga daging yang tumbuh dari makanan haram, Neraka lebih utama baginya” (HR. Ibnu Hibban)
Yang dimaksud dengan pekerjaan halal ada dua macam;
a. Jenisnya; bukan pekerjaan yang ribawi, tipu-menipu, ada unsur judi, dan unsur kezhaliman.
b. Implementasinya; bisa jadi jenis pekerjaannya halal. Tetapi seseorang mengerjakannya tidak dengan semestinya. Misalnya korupsi waktu, bekerja asal-asalan tetapi saat pembagian gaji menuntutnya secara sempurna, menerima tips dari klien padahal sudah digaji oleh instansinya atas pekerjaannya, menerima gratifikasi dan contoh-contoh lainnya. Tentang ini ada nash yang mengecamnya,

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ () ٱلَّذِينَ إِذَا ٱكْتَالُوا۟ عَلَى ٱلنَّاسِ يَسْتَوْفُونَ () وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang () (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (QS. Al-Muthoffifin : 1-3)
Disebutkan di dalam Hadits,

لعنةُ اللهِ على الرّاشِي والمُرْتَشِي (رواه أحمد والترمذى عن عبد الله بن عمرو)

Laknat Allah bagi orang yang menyuap dan yang disuap” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amr)
Disebutkan di dalam Hadits,

اسْتَعْمَلَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ رَجُلًا مِنَ الأسْدِ، يُقَالُ له: ابنُ اللُّتْبِيَّةِ، قالَ عَمْرٌو: وَابنُ أَبِي عُمَرَ، علَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ قالَ: هذا لَكُمْ، وَهذا لِي، أُهْدِيَ لِي، قالَ: فَقَامَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ علَى المِنْبَرِ، فَحَمِدَ اللَّهَ، وَأَثْنَى عليه، وَقالَ: ما بَالُ عَامِلٍ أَبْعَثُهُ، فيَقولُ: هذا لَكُمْ، وَهذا أُهْدِيَ لِي، أَفلا قَعَدَ في بَيْتِ أَبِيهِ، أَوْ في بَيْتِ أُمِّهِ، حتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى إلَيْهِ أَمْ لَا؟ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيَدِهِ، لا يَنَالُ أَحَدٌ مِنكُم منها شيئًا إلَّا جَاءَ به يَومَ القِيَامَةِ يَحْمِلُهُ علَى عُنُقِهِ بَعِيرٌ له رُغَاءٌ، أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ، أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إبْطَيْهِ، ثُمَّ قالَ: اللَّهُمَّ، هلْ بَلَّغْتُ؟ مَرَّتَيْنِ (رواه مسلم عن أبى حميد الساعدى)

“Rasulullah shallahu’alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku Al Asad bernama Ibnu Luthbiyah -Amru dan Ibnu Abu ‘Umar berkata- untuk mengumpulkan harta sedekat (zakat). Ketika menyetorkan zakat yang dipungutnya, dia berkata, “Zakat ini kuserahkan kepada Anda, dan ini pemberian orang kepadaku.” Abu Humaid berkata, “Rasulullah shallahu’alaihi wasallam lalu berkhutbah di atas mimbar, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah ta’ala, beliau sampaikan: “Ada seorang petugas yang aku tugaskan memungut zakat, dia berkata, ‘Zakat ini yang kuberikan (setorkan) kepada Anda, dan ini pemberian orang untukku.’ Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ibu bapaknya menunggu orang mengantarkan hadiah kepadanya? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidak ada seorangpun di antara kalian yang menggelapkan zakat ketika ia ditugaskan untuk memungutnya, melainkan pada hari Kiamat kelak dia akan memikul unta yang digelapkannya itu melenguh-lenguh di lehernya, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik-embik.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya. kemudian beliau bersabda: ‘Ya Allah, telah aku sampaikan (HR. Muslim dari Abu Hamid as- Sa’idi)
Canggihnya kemajuan teknologi menjadikan manusia mudah untuk berbuat banyak hal. Tidak terlewatkan, pemanfaatannya untuk bisnis online. Akhirnya muncullah macam- macam bisnis dengan berbagai variasinya secara online. Berhati-hatilah dan perhatikanlah mana yang syar’i dan yang tidak syar’i. Sebut saja misalnya menjual emas secara online, menjual barang yang tidak dimilikinya padahal salah satu rukun jual beli adalah adanya barang yang dijual. Maka kedua contoh ini tidaklah syar’i. Banyak juga bermunculan variasi bisnis offline yang mengharuskan kita untuk berhati-hati. Karena ada yang secara zhahir kelihatannya syar’i padahal hakekatnya tidaklah demikian.
Hadirkan selalu Hadits tentang persidangan di hari Kiamat bahwa kedua telapak kaki tidak akan bergeser hingga ditanya tentang asal perolehan harta yang kita dapatkan,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ (رواه الترمذى عن أبو برزة الأسلمي نضلة بن عبيد )

“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” (HR. Tirmidzi dari Abu Barzah al-Aslami Nadholah bin Ubaid).

Judul buku : PEGAWAI, SURGA MERINDUKANMU

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)