Solusi Investasi Akhirat Anda

Nama Allah Al-Mutakabbir (المتكبر) 

A. Al-Mutakabbir (المتكبر) berasal dari  kata ka-ba-ro (كبر) artinya besar, kebalikannya sho-gho-ro (صغر) artinya kecil

Disebutkan di dalam Al-Qur’an:

فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ [يوسف: 13]

“Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya (Nabi Yusuf) mereka terpesona kepadanya (memandangnya sesuatu yang besar / luar biasa)” (QS. Yusuf: 31)

Ia berasal dari kibriya’u (كبرياء) — yang terbentuk dari tiga huruf ka-ba-ro (كبر) sebagaimana dijelaskan di atas artinya raja. Disebutkan di dalam Al-Qur’an:

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاءُ فِي الْأَرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ [يونس: 87]

Mereka berkata: Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati pada nenek moyang kami, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan (menjadi raja) di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua (QS. Yunus: 78)

B. Makna Al-Mutakabbir (المتكبر) Sebagai Nama Allah

Allah Al-Mutakabbir (المتكبر) maksudnya Dia lah Raja yang tidak pernah punah kerajaan-Nya dan tidaklah berjalan pada kerajaan-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Dia lah Raja Pemilik kesombongan yang berkuasa penuh terhadap orang-orang yang melampaui batas yang kapan saja Dia bisa timpakan bencana terhadap mereka.

Allah Al-Mutakabbir (المتكبر) juga mengandung pengertian bahwa Dia sombong terhadap segala bentuk keburukan dan sombong terhadap setiap kezhaliman.

Allah Al-Mutakabbir (المتكبر) dengan pengertian Pemilik kesombongan, menunjukkan kesempurnaan Dzat dan Wujud-Nya, di mana tidak ada siapapun yang disifati kesombongan dengan makna terpuji kecuali Dia. Adapun siapapun selain-Nya tidaklah bersifat demikian kecuali ia pasti tercela.

Al-Khutobi berkata: Al-Mutakabbir (المتكبر) maksudnya Dzat Yang Maha Suci dari sifat-sifat makhluk. Disebutkan juga maksudnya adalah Dzat Yang Maha sombong atas kezhaliman makhluknya, maka Dia pun membinasakannya. Huruf “ta” (ت) pada lafazh (المتكبر) menunjukkan pengkhususan kibr (كِبْر / kesombongan) untuk Allah semata. Huruf “ta” (ت) di sini tidak bermakna pembebanan, (seperti المتعلم, “ta” [ت] di sini bermakna pembebanan, yaitu seseorang mengharuskan diri menuntut ilmu. Pen.)

Qotadah mengatakan: Al-Mutakabbir (المتكبر) maksudnya Dzat Yang sombong dari setiap keburukan.

Al-Mutakabbir (المتكبر) maksudnya juga Dzat Yang sombong dari menzhalimi hamba-Nya, maka Dia tidak pernah menzhalimi siapapun.

1. Seharusnya hati kita dipenuhi perasaan tawadhu’ kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, menghambakan diri kepada-Nya, mentaati haq yang Dia jelaskan dalam Kitab-Nya dan yang melalui lisan Rasul-Nya. Juga tawadhu’ terhadap sesama manusia tidak menyombongkan diri di hadapan mereka. Tidak menzhalimi dan merampas hak-hak mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ « إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاس (صحيح مسلم)

Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu”. Ada seorang yang bertanya: Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?). Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain (Shahih Muslim)

2. Imam Ibnul Qoyyim memiliki ucapan berharga tentang tawadhu’ terhadap haq (kebenaran). Tawadhu’ di dalam beragama adalah tunduk kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menerima sepenuhnya dan mentaatinya. Yang demikian itu janganlah seseorang menyelisihi apa yang beliau bawa sebagaimana empat kelompok berikut ini:

a. Orang sombong dari kalangan mutakallimin. Merekalah orang-orang yang mempertentangkan antara nash-nash wahyu dengan akal. Mereka mengatakan: Jika terjadi pertentangan antara nash dan akal, kami akan menyingkirkan nash, bisa dengan secara tafwidh (penyerahan kepada Allah) atau takwil (mengubah makna)

b. Orang sombong yang mengklaim sebagai ahli fiqh. Mereka mengtakan: Jika bertentangan antara qiyas dan pandangan nash-nash maka kami mengedepankan qiyas.

c. Orang sombong dari kalangan Sufi. Mereka mengatakan: Jika bertentangan antara dzauq (perasaan) dengan perintah syariat, maka dahulukanlah dzauq.

d. Orang sombong dari kalangan penguasa zhalim. Jika menurut mereka bertentangan antara syariah dan siyasah (politik) mereka akan mendahulukan siyasah dan tidak melirik ke hukum syariat.

7. Ibnul Qoyyim berkata: Allah menyandingkan nama Al-Jabbar (الجبار) dengan Al-‘Aziz (العزيز) dan Al-Mutakabbir (المتكبر). Masing-masing dari tiga Nama ini mengandung makna dua Nama lainnya. Penyandingan ini sebagaimana penyandingan tiga Nama Allah lainnya, yaitu: Al-Kholiq (الخَالِقُ), Al-Baari-u (البَاِرِئُ), Al-Mushowwir (المُصَوِّرُ) sebagaimana firman Allah:

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ [الحشر: 24]