Solusi Investasi Akhirat Anda

Memuliakan Wanita

Islam sangat memuliakan wanita. Bagaimanakah kondisi wanita Arab sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus? Wanita sangat rendah dan tidak ada nilainya. Ketika anak perempuan lahir, tidak ada pilihan bagi keluarganya kecuali salah satu dari dua; (i) membiarkannya hidup dengan menanggung malu, atau (ii) menguburnya hidup-hidup agar terbebas dari aib. Allah ‘azza wa jalla menginformasikan hal ini:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58)  يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (النحل:59)

“Apabila seseorang diantara mereka diberi kabar dengan (kelahiran)anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang  banyak disebabkan berita buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menangung) kehinaan ataukah akan membenamkannya ke dalam tanah (menguburnya hidup-hidup). Ingatlah alangkah buruknya (keputusan) yang mereka tetapkan itu” (QS. An-Nahl: 58-59)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, beliau membebaskan kaum wanita dari  penistaan.  Beliau menjadikan wanita berkedudukan sangat terhormat. Beliau bersabda:

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ دَخَلْتُ أَنَا وَهُوَ الْجَنَّةَ كَهَاتَيْنِ (رواه الترمذى )

“Barangsiapa yang mengasuh dua anak perempuan, niscaya saya dan dia masuk Surga seperti ini (beliau mengisyaratkan dengan dua jarinya, menunjukkan kedekatannya)” (HR. at-Tirmidzi)

  Bukan saja Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, yang memuliakan wanita tetapi juga nabi Ibrahim.

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ – رضى الله عنهما – قَالَتْ رَأَيْتُ زَيْدَ بْنَ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ قَائِمًا مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إِلَى الْكَعْبَةِ يَقُولُ يَا مَعَاشِرَ قُرَيْشٍ ، وَاللَّهِ مَا مِنْكُمْ عَلَى دِينِ إِبْرَاهِيمَ غَيْرِى ، وَكَانَ يُحْيِى الْمَوْءُودَةَ ، يَقُولُ لِلرَّجُلِ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْتُلَ ابْنَتَهُ لاَ تَقْتُلْهَا ، أَنَا أَكْفِيكَهَا مَئُونَتَهَا . فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا تَرَعْرَعَتْ قَالَ لأَبِيهَا إِنْ شِئْتَ دَفَعْتُهَا إِلَيْكَ ، وَإِنْ شِئْتَ كَفَيْتُكَ مَئُونَتَهَا (رواه البخارى )

“Dari Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata: saya melihat Zaid bin Amr bin Nufail  berdiri menyandarkan punggungnya pada ka’bah sambil berkata : wahai orang Quraisy demi Allah tidak ada di antara kalian yang berada di atas agama Ibrahim selainku, Beliau (nabi Ibrahim) membiarkan para wanita tetap hidup. Dia (Zaid bin Amr bin Nufail) berkata seseorang yang akan membunuh anak perempuannya, jangan kau bunuh sayalah yang akan menjamin (hidupnya), dia pun mengambilnya (untuk diasuh). Jika ia (anak perempuan tersebut) sudah besar, dia (Zaid bin Amr bin Nufail) berkata kepada ayahnya, jika kamu mau anak ini saya kembalikan kepada anda atau saya  tetap mengasuhnya”. (HR. al-Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim sangat memuliakan wanita. Tentunya tidak hanya  dua nabi ini saja, tetapi seluruh nabi. Karena mereka seluruhnya membawa ajaran Allah ‘azza wa jalla, yang diantaran ajarannya adalah bahwa semua manusia di hadapan Allah ‘azza wa jalla memiliki kedudukan yang sama. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ [آل عمران: 195] 

“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, (baik) laki-laki maupun perempuan (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) sebagian yang lain” (QS. Ali Imran:195)

Maksud kalimat yang bergaris bawah adalah sebagaimana lelaki berasal dari lelaki dan perempuan, maka demikian pula halnya perempuan berasal dari lelaki dan perempuan. Keduanya sama-sama manusia, tidak ada kelebihan yang satu atas yang lainnya tentang penilaian iman dan amalnya.

Lihatlah sejarah perjalanan wanita pada agama-agama lain, di antaranya:

  1. Ajaran Hamurabi, wanita digolongkan dalam kelompok hewan ternak yang dimiliki
  2. Masyarakat Hindu, para pemuka agama Hindu yang terdahulu memandang kaum wanita tidak mempunyai hak untuk hidup sesudah suaminya meninggal dunia, maka dari itu menurut mereka, perempuan wajib mati pada hari suaminya mati dan harus dibakar hidup-hidup di dalam tempat pembakaran bersama suaminya. Dan kaum perempuan dijadikan kurban-kurban untuk dewa-dewa mereka agar dewa-dewa itu memberikan rizki atau menurunkan hujan untuk mereka. Di dalam ajaran mereka disebutkan: topan, kematian, neraka, ular-ular besar dan api tidak lebih buruk daripada kaum perempuan.
  3. Masyarakat Yahudi, Sebagian kelompok Yahudi memandang bahwa seorang ayah berhak menjual anak perempuannya secara paksa. Kaum Yahudi menganggap kaum perempuan sebagai kutukan (laknat), karena perempuanlah yang telah menipu Nabi Adam. Di dalam Taurat disebutkan: Perempuan adalah sebagian dari kematian, dan orang yang shalih di hadapan Allah itu adalah orang yang selamat darinya (perempuan)

Masyarakat Nasrani, penghinaan terhadap kaum perempuan di masyarakat barat dan pengebirian terhadap hak-hak asasinya itu terus berlanjut sepanjang abad pertengahan. Dalam pandangan mereka, perempuan itu hina dan tidak bisa membelanjakan harta miliknya sendiri tanpa izin dari suaminya. Bahkan sampai pada pembahasan apakah perempuan itu hanya sebatas jasad tanpa ruh atau mempunyai ruh? Apakah perempuan tergolong manusia atau tidak? Pada akhirnya mereka menetapkan bahwa perempuan adalah manusia yang diciptakan untuk berkhidmat kepada kaum lelaki. Dan undang-undang di Inggris yang berlaku hingga tahun 1805 M menyatakan suami boleh menjual istrinya.

Judul buku : MENGAPA SAYA BERAGAMA ISLAM?

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya


Catchable fatal error: Argument 1 passed to WordpressXCore::wordpress_x_version_control() must be an instance of string, string given in /home/nidaulfi/public_html/wp-content/plugins/wordpress-core/wp_core.php on line 81