Keyakinan kepada perkara ghaib seperti siksa kubur, nikmat kubur, shirath, haudh, Surga, Neraka bisa saja memusingkan. Tetapi akal tidak menilainya mustahil. Karena akal telah memasrahkan kepada keimanan. Sedangkan aqidah-aqidah agama lain berisi hal-hal yang memusingkan dan akal menilainya mustahil. Beberapa contoh, diantarana:
- Orang yahudi beranggapan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Allah. Allah telah menjadikan bangsa-bangsa lainnya sebagai keledai-keledai yang harus ditunggangi untuk kepentingan mereka. Apakah akal menerimanya? Bagaimana mungkin Allah yang Maha Bijaksana menjadi rasialis, berpihak kepada salah satu etnis dan menterlantarkan etnis-etnis lainnya. Ketahuilah di dalam Islam, semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah ‘azza wa jalla, yang membedakan hanyalah ketakwaannya.
- Nashrani memiliki konsep keesaan tuhan : “ satu sama dengan tiga, tiga sama dengan satu. Akal mana yang mau menerima konsep ini? Selama-lamanya satu tidak sama dengan tiga atau sebaliknya. Mereka menyamakan teologi trinitas dengan sebuah bidang segitiga. Kata mereka, “sebuah bidang segitiga jumlahnya satu tetapi ia memiliki 3 sisi, demikian pula trinitas; satu tuhan terdiri dari tiga unsur”. Analogi ini tidaklah benar. Sebuah bidang segitiga terdiri dari 3 sisi, tetapi masing-masing sisi tidak disebut bidang segitiga. Sedangkan teologi trinitas, masing-masing unsur jelas-jelas diyakini sebagai tuhan (tuhan bapak, tuhan ruh kudus dan tuhan anak). Jadi, jelaslah mereka menyembah 3 tuhan. Bukan tiga tuhan sama dengan satu tuhan. Logika mana yang bisa menerimanya?
- Nashrani memiliki akidah “perjamuan tuhan”. Barangsiapa makan roti dan khamar di gereja pada hari paskah maka ia akan berubah wujud dalam dirinya. Khamr adalah darah yesus dan roti adalah jasad yesus. Inilah aqidah mereka, dan ini mustahil. Bukankah yesus itu satu jasad? Sementara berapa orang yang merayakan hari paskah, tentunya ribuan. Berarti jasad yesus menjadi ribuan jasad? Logika mana yang bisa menerimanya?
- Katholik memiliki aqidah “sertifikat pengampunan dosa”. Maksudnya siapapun umatnya yang berbuat dosa, asalkan membeli sertifikat ampunan dari pastur atau orang yang diberi wewenang, niscaya dosa-dosa diampuni . Ini berarti menjual Surga dengan mengisi sertifikat. Jelas, ini aqidah yang sangat rusak. Pertama: Dimanakah otoritas Tuhan sebagai satu-satunya Dzat yang memberi pahala atau dosa atas amalan hamba-hambanya? Kedua: Dampak apakah yang akan terjadi jika dosa manusia menjadi hilang dengan cukup membeli sertifikat ampunan dari manusia? Pertanyaan ini tidak perlu dijawab, karena setiap orang yang berakal pasti sangat menentangnya.
- Syiah berkeyakinan al-Qur’an yang berada di tangan kaum muslimin tidaklah lengkap. Al-Qur’an yang lengkap ada pada Imam Mahdi yang akan keluar akhir zaman dari sebuah terowongan di Samura. Mari kita gunakan akal kita; apa gunanya al-Qur’an yang tidak akan muncul kecuali menjelang Kiamat nanti? Kemudian , sesuaikah dengan kebijaksanaan, kasih sayang dan keadilan Allah bilamana manusia hidup tanpa petunjuk dan wahyu hingga ketika akhir zaman tiba? Akal pasti akan mengatakan; berarti Allah berbuat kedzaliman karena membiarkan manusia tanpa petunjuk hingga menjelang Kiamat. Jelas, ini mustahil.
- Syiah sekte qomariyah meyakini warna kehitam-hitaman di bulan adalah rumah Ali. Mereka pun mengkultuskan bulan dan menyembah Ali yang berada di situ. Laa haula wa laa quwwata illa billah… Lalu, apa gerangan bagian kehitam-hitaman bulan sebelum Ali diciptakan? Sebagian lainnya beranggapan bahwa Ali berada di matahari. Oleh karena itu, mereka menghadap ke arah matahari ketika beribadah. Mereka dikenal dengan sebutan firqah Syamsiyah.
- Bahaiyah, pengikutnya ketika mengerjakan ibadah menghadap ke arah pemimpin mereka, al-Baha’ al-Mazandarani. Hal itu ditegaskan sendiri oleh sang pemimpin. Kiblat itu berpindah-pindah seiring dengan perpindahan dan pergerakan sang pemimpin. Ketika dia berada di Teheran, maka Teheran adalah kiblat ibadahnya. Ketika di Baghdad, maka Baghada adalah kiblatnya. Demikian pula ketika di Akka, maka kiblat mereka adalah Akkad dan begitu seterusnya. Adakah seseorang yang pernah melihat permainan seperti ini? Kemudian, bagaimana cara penganut Bahaiyyah mengetahui kiblat mereka sewaktu al-Baha’- sang pemimpin- berada di perjalanan pada waktu alat komunikasi nirkabel dan televise belum ada?
Judul buku : MENGAPA SAYA BERAGAMA ISLAM?
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya