b] Khusnul khuluq kepada sesama manusia.
Khusnul khuluq atau akhlak yang mulia sesama manusia biasanya orang Jawa menyebutnya budi pekerti. Syaikh Utsaimin dengan menukil penjelasan Imam Al-Hasan Al-Bashri bahwa ia meliputi tiga perkara:
- كف الأذى (menahan diri dari menyakiti orang lain(
- بذل الندى (mengerahkan segenap potensi untuk kemaslahatan orang lain)
- طلاقة الوجه (berwajah murah senyum)
- كف الأذى (menahan diri dari menyakiti orang lain)
Menahan diri untuk tidak sampai menyakiti orang lain adakalanya terkait dengan harta, kehormatan, fisik, dan lain-lain.
Contoh terkait harta;
- Orang yang berkelapangan harta jangan sampai pelit untuk menghutangi uang kawannya yang dikenal jujur ketika membutuhkan uang. Kalau tidak, maka kawannya akan sakit hati.
- Janganlah ghosob (meminjam tanpa izin), karena hal itu akan menyakitkan pemiliknya
- Jagalah harta yang dititipkan kepada Anda, jangan ceroboh karena akan menyakitkan pemiliknya.
- Isilah bensin jika Anda meminjam sepeda motor dengan durasi yang ‘urf memandangnya memakan waktu lama.
Contoh terkait kehormatan;
- Tidak “ngutak-ngutik” HP ketika kawan Anda sedang mengajak berbicara, perhatikanlah pembicaraannya. Kalau tidak, ia bisa tersinggung sakit hatinya.
- Tidak bersikap hangat dengan sebagian kawan tetapi dingin kepada sebagian lainnya. Bersikap hangatlah dengan semuanya tanpa memandang siapapun mereka. Karena kawan yang disikapi dengan sikap dingin bisa sakit hati.
- Tidak membicarakan aib orang lain. Karena hal itu akan merendahkannya. Dan, tentu ia merasa sakit hati.
- Tidak membangga-banggakan jabatan, pangkat atau kedudukan di hadapan orang lain.
- Tidak ngobrol ketika guru, dosen atau ustadz sedang memberikan pelajaran atau taushiyyah.
- Bisa menempatkan diri dengan semestinya di hadapan orang yang lebih senior baik secara usia ataupun keduduka di suatu komunitas, lembaga, instansi atau apapun.
- Tidak menyerobot antrian
- Menunjuk-nunjuk jari telunjuk ke wajah orang yang tidak sependapat dengannya.
Contoh terkait fisik;
- Tidak bermudah-mudahan menghukum murid pada fisiknya. Karena hal itu bisa menyakitkan.
- Suka menonjol kepala atau badan orang lain karena suatu perselisihan.
2. بذل الندى (mengerahkan segenap potensi atau suatu kelebihan tertentu untuk kemaslahatan orang lain)
Kita harus mengupayakan untuk mengerahkan potensi atau suatu kelebihan apapun yang kita miliki untuk kemaslahatan orang lain, baik yang terkait dengan harta, waktu, tenaga, pemikiran, kedudukan dan lain-lain.
Contoh terkait dengan harta;
- Peduli anak yatim, orang miskin, janda-janda lemah.
- Peduli kebutuhan masyarakat sekitar.
- Membantu orang-orang yang terkena musibah banjir, longsor, gempa bumi dan lain-lain.
- Mempersilahkan kendaraannya jika dibutuhkan untuk urusan-urusan sosial.
- Suka menjadi donatur untuk kepentingan-kepentingan keagamaan dan umum.
- Tidak merasa keberatan jika barang-barang yang dimilikinya dipinjam orang lain untuk suatu keperluan.
Contoh terkait dengan waktu;
- Senantiasa meluangkan waktu ketika diundang ke suatu acara yang tidak ada maksiatnya.
- Senantiasa meluangkan waktu untuk masyarakat sekitarnya apalagi untuk keluarga dan ayah ibunya.
- Suka meluangkan waktu untuk urusan-urusan sosial.
Contoh terkait dengan tenaga;
- Ringan tangan ketika ada orang yang memerluan bantuan tenaga.
- Peka dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya sehingga mudah untuk diajak kerjabakti dan lain-lain.
Contoh terkait dengan pemikiran;
- Tidak pelit untuk memberikan suatu pandangan, pendapat atau usulan yang memang dibutuhkan.
- Tidak keberatan untuk melakukan study komperasi yang diperlukan untuk peningkatan kwalitas dan lain-lain
Contoh terkait dengan kedudukan;
- Kebaikan-kebaikan ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang terpandang atau memiliki suatu jabatan.
- Seseorang yang suaranya didengar oleh Pak lurah tergerakkan hatinya untuk menyampaikan kepada pak Lurah agar melakukan ini dan itu yang dibutuhkan oleh masyarakat.
- Seseorang yang memiliki kedekatan dengan suatu kepanitiaan sosial tergerakkan hatinya untuk menyampaikan kepada kepanitiaan tersebut agar orang-orang sepuh didahulukan sehingga tidak mengantri berkepanjangan.
3. طلاقة الوجه (berwajah murah senyum)
Suatu ketika seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menerima rapot di sekolahnya berpapasan dengan seseorang yang terpandang di daerahnya. Sang ayah memanfaatkan pertemuan itu dengan menceritaka prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh putranya kepada sesepuh tersebut. Harapan sang ayah, Sesepuh akan mengomentarinya dengan pujian-pujian kepada putranya yang bisa berdampak untuk terus berpacu dalam prestasi. Namun alih-alih mendapatkan pujian sebagaimana yang diharapkan, senyum saja tidak. Sesepuh hanya berkomentar “O, iya” sambil menggeloyor pergi. Allah Al-Musta’an. Ini contoh akhlak yang tidak baik. Ingatlah! Murah
Akhlak yang mulia itu adakalanya sudah merupakan anugrah dari Allah (طبع), di mana seseorang diberi anugerah oleh Allah potensi suatu akhlak tertentu sehingga orang tersebut tinggal meningkatkan dan menguatkannya. Adakalanya tidak merupakan anugerah (تطبع), di mana seseorang tidak mendapatkan potensi suatu akhlak tertentu sehingga dia harus menumbuhkannya sendiri. Setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang dianugerahi akhlak berupa A, B, C, D tetapi tidak dianugerahkan E. Sementara orang lainnya dianugerahi akhlak berupa B, C, D, E tetapi tidak dianugerahi A. Maka akhlak yang belum Allah ‘Azza wa Jalla anugerahkan pada seseorang, dia harus mengupayakan dari dirinya sendiri agar akhlak terseubut muncul lalu dia terus menguatkannya sehingga dia benar-benar memiliki akhlak tersebut. Contoh:
Perkoso | Sugiyo | Werdoro | Ronggo | |
Jujur | √ | × | √ | √ |
Peduli sekitar | √ | √ | √ | × |
Murah senyum | √ | √ | × | × |
Menghormati senior | √ | √ | √ | √ |
Sabar | × | √ | √ | √ |
Tidak sombong | √ | √ | √ | √ |
Keterangan:
- Perkoso belum memiliki akhlak sabar, maka dia harus mengupayakannya sendiri
- Sugiyo belum dianugerahi sifat jujur, maka dia harus mengupayakannya sendiri.
- Werdoro belum bisa murah senyum, maka dia harus mengupayakannya sendiri.
- Ronggo belum berkarakter peduli sekitar sekaligus belum murah senyum, maka dia harus berupaya keras untuk mewujudkannya.
Disebutkan di dalam Hadits,
قَالَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ ». قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمِ اللَّهُ جَبَلَنِى عَلَيْهِمَا قَالَ « بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا ». قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَبَلَنِى عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ (سنن أبى داود)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Asyaj Abdul Qoys: Sesungguhnya pada dirimu benar-benar terdapat dua perangai yang Allah mencintai keduanya, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa. Dia bertanya: Ya Rasulullah apakah saya yang mengupayakan untuk berakhlak dengan keduanya ataukah keduanya telah Allah anugerahkan pada saya. Beliau menjawab: Allah telah menganugerahkan keduanya pada dirimu. Lalu dia berucap: Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan pada diriku dua perangai yang Allah dan Rasul-Nya mencintai keduanya (Sunan Abu Daud)
Ω Manakah yang lebih utama?
Kalau ada pertanyaan manakah yang lebih utama akhlak yang merupakan anugrah dari Allah (طبع) ataukah akhlak yang diupayakan dari dirinya sendiri (تطبع) ?
Syaikh Utsaimin rahimahullahu Ta’ala menjelaskan bahwa akhlak yang merupakan anugrah dari Allah (طبع) lebih utama karena ia telah menjadi tabiatnya dari awal sehingga dia berada di manapun dan dalam kondisi bagaimanapun niscaya akhlak tersebut akan muncul tanpa seseorang bersusah payah. Kalau ditanya manakah yang lebih banyak pahala dari antara keduanya? Tentu yang kedua lebih banyak pahalanya karena ia tidak akan muncul dengan mudah, tetapi seseorang perlu berupaya keras mewujudkannya.
Hunul khuluq sesama manusia inilah yang dimaksud dengan akhlak ketika disebutkan secara mutlak |
Judul buku : Husnul Khuluq
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc.Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)