Apakah termasuk haram ketika bermain saham/ deposit/ yang sejenis?
Jawab: Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah.
- Jika mekanisme saham yang dimaksud adalah menaanam modal baik dengan system musyarokah (masing-masing peserta mengumpulkan modal lalu menjalankannya bersama dalam suatu bisnis halal) atau mudhorobah (peserta menyerahkan modal kepada seseorang/perusahaan untuk dijalankan dalam suatu bisnis halal) dengan ketentuan untung dan rugi ditanggung bersama maka hal itu sah dan halal.
- Jika mekanisme saham yang dimaksud adalah jual beli saham dalam wadah yang dinamakan bursa efek, maka diperbolehkan dengan ketentuan berikut ini (saya nukil dari website pengusaha muslim):
Syarat pertama. Perusahaan penerbit saham adalah perusahaan yang benar-benar telah beroperasi. Saham perusahaan semacam ini boleh diperjual-belikan dengan harga yang disepakati kedua belah pihak, baik dengan harga jual yang sama dengan nilai nominal yang tertera pada surat saham atau berbeda.
Adapun saham perusahaan yang sedang dirintis, sehingga kekayaannya masih dalam wujud uang, maka sahamnya tidak boleh diperjual-belikan kecuali dengan harga yang sama dengan nilai nominal saham.
Ditambah lagi, pembayaran hendaknya dilakukan dengan cara kontan. Hal ini dikarenakan setiap surat saham perusahaan jenis ini seutuhnya masih mewakili sejumlah uang modal yang tersimpan, dan tidak mewakili aset perusahaan. Sehingga, bila diperjual-belikan lebih mahal atau lebih murah dari nilai nominal saham, berarti telah terjadi praktik tukar-menukar mata uang dengan cara yang tidak dibenarkan.
Syarat kedua. Perusahaan penerbit saham sepenuhnya bergerak dalam usaha yang dihalalkan syariat, karena sebagai pemilik saham, seberapa pun besarnya, Anda adalah salah satu pemilik perusahaan tersebut. Dengan demikian, tanggung jawab Anda atas setiap usaha perusahan sebesar nilai saham Anda. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. al-Maidah: 2)
Syarat ketiga. Perusahaan terkait tidak melakukan praktik riba, baik pada pembiayaan, penyimpanan kekayaan, atau lainnya. Bila suatu perusahaan dalam pembiayaan atau penyimpanan kekayaannya menggunakan konsep riba, maka Anda tidak dibenarkan untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Sebagai contoh, misalnya suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi perabotan rumah tangga. Untuk membiayai usahanya, perusahaan tersebut memungut piutang dari bank ribawi, tentunya dengan suku bunga tertentu. Karena itu, Anda tidak dibenarkan untuk membeli saham perusahaan semacam ini. Ketentuan ini selaras dengan kaidah dalam ilmu fikih:
إِذَا اجْتَمَعَ الحَلاَلُ وَالْحَرَامُ، غُلِّبَ الْحَرَامُ
“Bila tercampur antara hal yang halal dengan hal yang haram, maka yang lebih dikuatkan adalah yang haram.”
Syarat keempat. Penjualan dan pembeliannya dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan dalam syariat. Dengan demikian, berbagai hukum yang berlaku pada jual-beli biasa berlaku pula pada jual-beli saham. Misalnya, Anda tidak dibenarkan menjual kembali saham yang Anda beli sebelum saham tersebut sepenuhnya diserah-terimakan kepada Anda. Dengan demikian, metode jual-beli saham yang ada di masyarakat dan yang dikenal dengan sebutan “one day trading” atau yang serupa adalah metode yang tidak dibenarkan.
Berikut ini adalah gambaran singkat tentang metode ini:
Pengusaha berinisial B, misalnya, membeli sejumlah surat saham dari Broker A dengan pembayaran terutang, sedangkan surat saham yang telah dibeli tersebut tetap berada di tangan A sebagai jaminan atas pembayaran yang terhutang, sehingga B belum sepenuhnya menerima surat saham tersebut. Pada penutupan bursa saham di akhir hari, B berkewajiban menjual kembali saham tersebut kepada A. Pembayaran antara keduanya pada kedua transaksi tersebut hanya dilakukan dengan membayar selisih harga jual dari harga beli. Transaksi semacam ini termasuk transaksi riba yang diharamkan dalam Islam.
عن ابن عباس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قال قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (مَنْ ابْتَاعَ طَعَاماً فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ) قال ابن عباس: وَأَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ بِمْنْزِلَةِ الطَّعَامِ. قال طاوس: قلت لابن عباس: كيف ذاك؟ قال: ذاك دراهم بدراهم والطعام مرجأ
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.’”
Ibnu ‘Abbas berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu barang hukumnya seperti hukum bahan makanan.” Thawus berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, ‘Bagaimana sehingga bisa demikian adanya?” Ia menjawab, “Itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sebatas kedok belaka).” (Muttafaqun ‘alaih)
Sebagaimana jual-beli ini juga dapat termasuk jual beli ‘inah yang diharamkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَئِنْ أَنْتُمُ اتَّبَعْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَتَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ لِيُلْزِمَنَّكُمُ اللَّهُ مَذَلَّةً فِى أَعْنَاقِكُمْ ثُمَّ لاَ تُنْزَعُ مِنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُونَ إِلَى مَا كُنْتُمْ عَلَيْهِ وَتَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ
“Bila kalian telah (sibuk dengan) mengikuti ekor-ekor sapi (beternak), berjual-beli dengan cara ‘inah dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan melekatkan kehinaan ditengkuk-tengkuk kalian, kemudian kehinaan tidak akan dicabut dari kalian hingga kalian kembali kepada keadaan kalian semula dan bertaubat kepada Allah.” (Hr. Ahmad, Abu Daud, dan al-Baihaqi; dinyatakan shahih oleh al-Albani)
Jual-beli ‘inah ialah Anda menjual suatu barang kepada orang lain dengan pembayaran terutang. Setelah jual-beli ini selesai, Anda kembali membeli barang tersebut dengan pembayaran kontan, dan tentunya dengan harga yang lebih murah.
Pendek kata, saham tak ubahnya barang komoditi lainnya. Dalam proses jual-belinya tetap harus mengindahkan berbagai hukum dan asas yang telah digariskan dalam Islam.
Adapun tentang deposit, sebagaimana di lakukan di bank-bank. Dimana seseorang menaruh uang dalam jumlah tertentu lalu terjadi kesepakatan bahwa uang pokok tidak boleh diambil dalam jangka waktu tertentu. Yang diambil hanya bunganya saja. Ini adalah praktek riba dan haram hukumnya.
Muhammad Nur Yasin