Terpaan musibah kerap menjerumuskan manusia ke dalam kelancangan. Lancang melanggar ketentuan Allah karena ingin menghindar dari musibah tersebut. Kemiskinan contoh paling mudah. Betapa banyak saudara-saudara kita yang ditaqdirkan masih belum kaya, mereka berani meninggalkan shalat dan berani mencuri, karena ingin kaya. Padahal Al-Qur’an masih ada. Tak jauh berbeda dengan orang-orang kaya namun qalbunya selalu merasa miskin sehingga berani korupsi, melakukan manipulasi, dan menindas.
Begitu pula kenikmatan-kenikmatan juga sering menjerumuskan manusia pada kelalaian, lalai dari ketentuan Allah. Bergelimang kemewahan, bertabur kekayaan, berselimut kebahagiaan kritiknya. duniawi, menjadikan kita lupa dari tetap takut dan berharap kepada Allah, lupa dari menginfaqkan harta di jalan Allah, dan lupa-lupa yang lainnya. Padahal Al-Qur’an masih ada.
Al-Qur’an masih ada. Mengikrarkan diri sebagai muslim, Al-Qur’an-lah yang dijadikan sebagai pedoman hidup. Termasuk masjid. Masjid masih banyak. Mengikrarkan diri sebagai muslim, masjid-lah yang dijadikannya sebagai tambatan hati, bukan mall, bukan kafe, bukan tempat rekreasi, dan lain sebagainya.
Di edisi ketiga ini, kami kembali menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan dua edisi sebelumnya. Kami terus berusaha untuk sebaik mungkin menghadirkan majalah donatur Fithrah ini. Kami sangat berterima kasih kepada para pembaca yang menyampaikan saran dan kritiknya. Akhirnya, selamat membaca!
Dari Hudzaifah, Rasulullah bersabda, “Islam akan luntur (pada suatu masa), sebagaimana pudarnya corak pada pakaian, sehingga seseorang tidak mengetahui apa itu puasa, apa itu shalat, apa itu haji dan apa itu sedekah. Akan datang suatu malam, di mana Al-Qur’an akan di cabut dari dada-dada manusia, sehingga tidak tinggal satu ayat pun di bumi ini. Dan tinggallah segelintir manusia yang terdiri dari laki-laki dan wanita-wanita tua yang bertebaran. Mereka berkata, “Kami telah mendengar kalimat “Laa ilaha illallah’ dari nenek moyang kami, sehingga kami mengucapkannya…….” (Hadits Riwayat Hakim).
Dari hadits di atas kita memahami, bahwa ajaran Islam satu per satu mulai tidak dikenal, dipandangnya sebagai sesuatu yang asing. Padahal al-Qur’an masih ada. Wajar sekali, ketika al-Qur’an dihilangkan dari lembaran-lembaran mushaf dan dari dada-dada kaum muslimin, maka tidak ada ajaran Islam yang dikenal lagi, kecuali kalimat La ilaha illa Allah meskipun karena ikut-ikutan kepada nenek moyangnya.
Gejala ke arah sana sudah sangat nampak di depan mata kita. Kesyirikan menjamur di mana-mana. Bahkan tidak malu-malu tampil di berbagai media. Berapa persenkah kaum muslimin yang shalat? Dari mereka yang shalat itu, berapa persen yang shalatnya bener? Dari yang shalatnya bener itu, berapa persen yang melakukannya dengan berjamaah di masjid? Sungguh sangat sedikit. Padahal al-Qur’an masih ada.
Sedikitkah kaum muslimin yang berpraktek ribawi?. Perlu diketahui, bunga bank itu ribawi. Ternyata sangatlah banyak. Bahkan diantara mereka berpandangan mencari yang haram saja susah apa lagi yang halal. Padahala al-Qur’an masih ada.
Bagaimana kondisi wanita muslimah ketika keluar rumah, berjilbab atau mengumbar aurat? Ternyata banyak sekali yang berlomba-lomba memakai “baju bayinya”. Padahal alQur’an masih ada.
Penyimpangan-penyimpangan lainnya sangatlah banyak. Tidak mungkin disebutkan semuanya di sini. Padahal al-Qur’an masih ada. Fenomena lain, mereka yang memperhatikan al-Qur’an, maka sebatas pada hal-hal yang sifatnya seremonial. Padahal al-Qur’an adalah pedoman hidup. Jadi, harus dipahami dan diamalkan. Inilah tanda-tanda hari kiamat.
Al-Qur`an adalah titah suci Allah yang Mahasuci. Allah mencintai orang-orang yang mencintai Al- Qur’an. Allah berikan banyak sekali keistimewaan bagi mereka di dunia dan di akhirat. Karenanya Allah menjadikan orang-orang yang mencintai Al-Qur`an dan berpegang teguh dengannya sebagai keluarga-Nya. Dari Anas, Rasulullah berkata, “Allah Yang Mulia memiliki keluarga dari kalangan manusia, yaitu Ahlul Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan orang-orang yang diistimewakan-Nya.” [Sunan Ibnu Majah no. 211]
Allah mengistimewakan ahlul Qur`an dengan cinta-Nya. Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah berkata, “Barangsiapa senang bila dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka hendaknya dia membaca mush-haf (Al- Qur`an).”[Ash-Shahihah no. 2342]
Ahlul Qur’an juga dijadikan sebagai sebaik-baik manusia. Dari ‘Utsman bin ‘Affan, Rasulullah berkata, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” [Shahih Al-Bukhari]
Pernah Rasulullah membandingkan antara ahlul Qur`an dengan selainnya. Rasulullah bersabda, “Perumpamaan mu`min yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah utrujah, rasa dan aromanya enak. Perumpamaan mu’min yang tidak membaca Al- Qur’an adalah seperti buah kurma, rasanya enak tapi tidak ada aromanya. Perumpamaan munafiq yang membaca Al-Qur’an adalah seperti raihanah, aromanya enak tapi rasanya pahit. Dan perumpamaan munafiq yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti hanzhalah, rasanya pahit dan tidak ada aromanya.” [Shahih Al-Bukhari]
Maklum saja perbedaan antara ahlul Qur’an dengan selainnya sangatlah jauh, sebab pahala mereka banyak sekali, sebanyak huruf Al-Qur’an yang mereka baca. Dari Ibnu Mas’ud, Nabi Muhammad berkata, “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka baginya satu kebaikan. Setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” [Sunan At-Tirmidzi no. 2910. Shahih Al- Jami’ no. 6469]
Di antara kelebihan ahlul Qur`an adalah dikumpulkan bersama para malaikat. Dari ‘Aisyah, Rasul berkata, “Orang yang mahir tentang Al-Qur’an akan bersama sekumpulan malaikat mulia nan baik.” [Shahih Muslim no. 1329]
Bahkan dalam kesempatan lain, Nabi memberitahukan rahasia yang sangat menakjubkan. Dari Jabir, Nabi Muhammad berkata, “Jika salah seorang dari kalian melakukan shalat malam, maka bersiwaklah. Sesungguhnya apabila salah seorang dari kalian membaca (Al-Qur`an) dalam shalatnya, maka malaikat meletakkan mulutnya pada mulut orang tersebut. Tidaklah keluar sesuatu dari mulutnya, melainkan akan masuk ke mulut malaikat.” [Shahih Al-Jami’ no. 720]
Saat hisab berlangsung, ahlul Qur’an akan ditolong, diberi syafa’at, oleh Al-Qur’an, “Bacalah Al-Qur’an karena dia datang pada hari qiyamah menjadi syafa’at bagi pembacanya.” [Shahih Muslim]
Puncaknya, ahlul Qur’an dipersilakan menempati derajat surga sesuai dengan kuantitas hafalan Al-Qur’annya. Dari Abu Sa’id, Rasulullah berkata, “Akan dikatakan kepada penghafal Al-Qur`an ketika masuk ke surga, “Bacalah (hafalanmu) dan naiklah!” Maka dia membaca (hafalannya) dia naik ke derajat surga yang lebih tinggi dengan setiap ayat hingga akhir ayat yang dia hafal.” [Sunan Ibnu Majah]
Sebelum itu, bahkan Al-Qur`an meminta kepada Allah bagi ahlul Qur`an berbagai keindahan. Dari Abu Hurairah, Nabi berkata, “Al-Qur’an datang pada hari qiyamah seraya berkata, “Wahai Rabb, hiasilah dia!” Maka ahlul Quran itu pun dikenakan mahkota kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an kembali berkata, “Wahai Rabb, tambahkanlah lagi!” Maka dikenakanlah perhiasan kemuliaan. Kemudian dia berkata lagi, “Wahai Rabb, berilah dia keridhaan!” Allah pun ridha kepadanya. Lalu Allah berkata, “Bacalah dan naiklah!” Dengan setiap ayat yang dibacanya, ditambahkan baginya satu kebaikan.” [Sunan At-Tirmidzi]
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah bulan September, 2012 Edisi 3