الفَاتِحَة لِمَا قُرِأَتْ لَهُ
“Al-Fatihah itu sesuai untuk apa dibaca”
Derjat Hadits: Palsu
Komentar:
Sering dijumpai seorang Kyai atau Ustadz membuka suatu majlis atau menutupnya dengan bacaan al-Fatihah. Para jamaahnya pun dengan khusyu’ mengikuti apa yang dikomandoi oleh Ustadznya; ilaa hadhratin nabiyyil mushthofa Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam al-faatihah…., tsumma ilaa sulthoonil awliyaa syaikh Abdul Qodir Jailani al-faatihah…, illa arwaahil muslimin khushuushon Fulan wa Fulan wa Fulan al-faatihah…, bi sirri alfatihah… dan lain-lain. Al-fatihah memang salah satu surat dalam al-Qur’an. Tetapi apakah pernah diajarkan Nabi dan diamalkan para Sahabat mengamalkan alfatihah dengan seremonial yang sedemikian rupa? Sungguh tidak pernah.
Seandainya dikatakan bukankah al-fatihah adalah surat yang paling agung yang memiliki keutamaan tinggi? Betul, ia adalah surat yang paling agung sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِى سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ كُنْتُ أُصَلِّى فِى الْمَسْجِدِ فَدَعَانِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ أُجِبْهُ ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى كُنْتُ أُصَلِّى . فَقَالَ « أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ ( اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ ) ثُمَّ قَالَ لِى لأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِىَ أَعْظَمُ السُّوَرِ فِى الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ » . ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِى ، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ قُلْتُ لَهُ أَلَمْ تَقُلْ « لأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِىَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِى الْقُرْآنِ » . قَالَ « ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ) هِىَ السَّبْعُ الْمَثَانِى وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِى أُوتِيتُه (صحيح البخارى )
“…dari Abu Said bin al-Mu’ala…kemudian beliau bersabda kepadaku: ‘Sungguh aku akan ajari kamu satu surat yaitu surat yang paling agung di dalam al-Qur’an… Beliau bersabda: ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin (al-fatihah) adalah tujuh ayat yang diulang dan al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku”. (Shahih Al-Bukhari)
Tetapi hal ini tidak menjadikannya sebagai surat andalan yang dibaca dengan tata cara yang dibikin-bikin sendiri. Dan ingat hadits yang menjadi acuannya adalah palsu. Adapun kalau digunakan untuk meruqyah, hal ini diperbolehkan berdasarkan petunjuk Nabi.
Judul buku : Populer Tapi Dho’if, Populer Tapi Maudhu’ 2
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)