- Seputar Masalah Melontar Jumroh
32. Diperbolehkan melontar jumroh ‘Aqobah hari Nahr pada separo malam yang kedua tanggal 10 Dzulhijjah. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Aisyah radhiallhu’anha di atas tentang Saudah radhiallahu’anha yang meminta izin kepada Nabi shallahu’alaihi wasallam untuk meninggalkan Muzdalifah lebih awal. Tetapi yang utama kalau sudah memasuki waktu Dhuha. Berakhirnya ketika matahari terbenam. Syaikh Bin Baz menjelaskan kalau terlewatkan hingga matahari terbenam maka menunaikannya ketika itu.
33. Cara lontar jumroh pada hari Tasyrik, dimulai dari Jumroh Ula lalu bergeser ke kanan berdiri dan berdoa panjang menghadap kiblat, lalu Jumroh Wustho dilanjutkan bergeser ke kiri dan berdiri panjang berdoa menghadap kiblat, kemudian Jumroh ‘Aqobah, setelah itu langsung pergi tidak berdoa. Disebutkan di dalam Hadits berikut ini,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضيَ اللهُ عنهمَا: أنَّه كانَ يَرْمِي الجَمْرَةَ الدُّنْيَا بسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ علَى إثْرِ كُلِّ حَصَاةٍ، ثُمَّ يَتَقَدَّمُ حتَّى يُسْهِلَ، فَيَقُومَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ، فَيَقُومُ طَوِيلًا، ويَدْعُو ويَرْفَعُ يَدَيْهِ، ثُمَّ يَرْمِي الوُسْطَى، ثُمَّ يَأْخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ فَيَسْتَهِلُ، ويقومُ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ، فَيَقُومُ طَوِيلًا، ويَدْعُو ويَرْفَعُ يَدَيْهِ، ويقومُ طَوِيلًا، ثُمَّ يَرْمِي جَمْرَةَ ذَاتِ العَقَبَةِ مِن بَطْنِ الوَادِي، ولَا يَقِفُ عِنْدَهَا، ثُمَّ يَنْصَرِفُ، فيَقولُ: هَكَذَا رَأَيْتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَفْعَلُهُ (رواه البخارى)
“Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma, ia melempar Jumrah Ula dengan tujuh batu kecil, ia mengiringi dengan takbir pada setiap lemparan, kemudian maju dan mencari tanah yang rata. Ia berdiri menghadap kiblat, kemudian berdoa dengan mengangkat tangannya dan berdiri lama. Lalu melempar Jumrah Wustha, kemudian mengambil arah kiri untuk mencari tempat yang rata. Ia berdiri menghadap kiblat, kemudian berdoa mengangkat tangannya dan berdiri lama. Kemudian melempar Jumrah ‘Aqabah dari tengah lembah. Ia tidak berdiri di situ dan langsung kembali. Ia mengatakan, “Beginilah aku melihat Rasulullah shallahu’alaihi wasallam melakukannya.” (HR. Bukhari)
Gambar pelaksanaan lontar jumroh

34. Dzikir yang dibaca setiap lontaran kerikil adalah “Allahu Akbar” sebagaimana disebutkan di dalam Hadits di atas (poin no.28). Jangan diganti dengan lafazh-lafazh lain seperti ta’awudz, “Mampus kau setan” dengan keyakinan bahwa lontar jumroh adalah ibadah melempari setan.
35. Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Fauzan menjelaskan bahwa lontar jumroh itu ta’abbudy. Hikmahnya tidak lain adalah mengikuti apa yang Nabi shallahu’alaihi wasallam contohkan. Adapun dikatakan bahwa hikmahnya itu untuk melempar syetan di mana dia pernah menghalangi Nabi Ibrahim maka harus ada dalil. Dan, tidak ada dalil yang tsabit tentang hal itu.
36. Pengertian tahallul awal dan tahallul tsani. Kalau seseorang telah melakukan dua hal dari tiga, yaitu: lontar jumroh ‘Aqobah, mencukur/memendekkan dan thowaf lanjut sa’i maka dia telah ber-tahallul awal. Dihalalkan baginya seluruh larangan haji kecuali jima’. Adapun jika telah melakukan ketiga perkara tersebut maka dia telah ber-tahallul tsani. Semua yang merupakan larangan ihram telah dihalalkan termasuk jima’. Disebutkan di dalam Hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha,
طَيَّبْتُ رَسولَ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بيَدَيَّ هَاتَيْنِ حِينَ أحْرَمَ، ولِحِلِّهِ حِينَ أحَلَّ قَبْلَ أنْ يَطُوفَ. وبَسَطَتْ يَدَيْهَا (رواه البخارى)
“Saya memakaikan parfum pada Rasulullah shallahu’alaihi wasallam dengan kedua tanganku ini ketika beliau masih berihram, dan ketika halal setelah bertahallul sebelum thowaf. Dan ‘Aisyah membuka kedua telapak tangannya” (HR. Bukhari)
Hadits ini menujukkan informasi dari ‘Aisyah radhiallahu’anha bahwa dirinya memakaian parfum pada Nabi shallahu’alaihi wasallam sebelum beliau thowaf yang berarti tahallul awal telah terjadi sebelum thowaf yaitu sesudah lontar jumroh Aqobah dan mencukur/memendekkan.
37. Isytiroth adalah lafazh yang diucapkan oleh seseorang yang mengkhawatirkan bahwa dirinya tidak bisa menyempurnakan pelaksanaan haji karena suatu sakit berat yang menghalanginya atau adanya banjir, perang dan lainnya. Jika perkara tersebut benar-benar terjadi, maka dia langsung ber-tahallul dan tidak terkena fidyah.
عن عائِشةَ رَضِيَ اللهُ عنها قالت: دخلَ النبيُّ صلَّى الله عليه وسَلَّم على ضُباعةَ بنتِ الزُّبيرِ، فقالت: يا رَسولَ الله، إنِّي أريد الحَجَّ وأنا شاكيةٌ؟ فقال النبيُّ صلَّى الله عليه وسَلَّم: حُجِّي واشترطي أنَّ مَحَلِّي حيثُ حبَسْتَني (رواه البخارى ومسلم)
“Dari Aisyah radhiallahu’anha, dia berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wasallam masuk menemui Dhubabah binti Zubair. Dia berkata: Ya Rasulullah, saya ingin berhaji tetapi saya sedang sakit. Nabi shallahu’alaihi wasallam bersabda: Berhajilah Anda ber-isytiroth lah (yaitu melafazhkan:) tahalullku adalah di mana Engkau menahanku” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lafazhnya,
إنْ حَبَسَني حابِسٌ فمَحَلِّي حيثُ حبَسْتَني
“Jika saya terhalang oleh sesuatu, maka tahallulku di mana Engkau menahanku”
Judul buku : PANDUAN PRAKTIS HAJI & UMROH Dilengkapi 40 permasalahan penting
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)
