Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Katakanlah jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad ) niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imron: 31)
Disebutkan dalam Tafsir Ath-Thobari, sebab turunnya ayat ini adalah adanya suatu kaum yang mengatakan kepada Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Muhammad, Sesungguhnya kami mencintai Tuhan kami”. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat ini bahwa mengikuti ajaran Nabi (sunnah) adalah tanda benarnya seseorang mencintai Allah.
Hal ini sangatlah mudah dipahami. Sebagai controh: seandainya ada orangtua; ayah dan ibu merasa sangat terhormat dan tersanjung jika sang anak yang mahasiswa masuk kuliah dengan sebaik-baiknya. Maka, sang anak tidaklah dikatakan mencintai ayah ibunya kecuali dengan ketentuan ini. Jika kuliahnya berantakan bahkan di DO maka dia tidak bisa dikatakan mencintai orangtuanya meskipun nama keduanya sering dipuisikan. Atau nama keduanya dilukis dengan kaligrafi indah lalu dipajang dan sering dilihatnya. Seandainya dipaksakan untuk disebut cinta, maka tidak lain adalah cinta semu bukan cinta sejati.
Demikian pula, jika seseorang merasa mencintai Allah dengan sering menyebut-nyebut nama-Nya, tetapi tidak mengindahkan ketetuanNya yaitu sunnah Nabi di mana syariat-Nya terkandung di dalamnya, maka dia bukanlah orang yang mencintai Allah.
Cinta bukanlah lipstick pernyataan membela tanpa dibarengi bukti.
Judul buku : 30 Materi Kultum
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)