Bismillah. Judulnya kelihatannya nyleneh. Tapi cobalah baca hingga tuntas.
وعَنْ أَنَسٍ قَالَ : قَالَ أَبُو بَكْرٍ لِعُمَرَ رضى الله عنهما بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : انْطَلِقْ بِنَا إِلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزُورُهَا . فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَيْهَا بَكَتْ. فَقَالاَ لَهَا : مَا يُبْكِيكِ؟ أما تعلمين أن مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَقَالَتْ :إني لا أَبْكِي أَنْي لا أَعْلَمُ أَنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صلى الله عليه وسلم وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْىَ قَدِ انْقَطَعَ مِنَ السَّمَاءِ . فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى الْبُكَاءِ فَجَعَلاَ يَبْكِيَانِ مَعَهَا (رواه مسلم)
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan: Abu Bakar berkata kepada Umar radhiyallahu ‘anhuma sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Mari kita berkunjung ke tempat Ummu Aiman sebagaimana Rasulullah dulu mengunjunginya. Ketika keduanya sampai di tempatnya, Ummu Aiman menangis. Keduanya bertanya kepadanya: Apa yang membuatmu menangis? Bukankah engkau mengetahui bahwa apa yang di sisi Allah bagi Rasulullah itu lebih baik? Ummu Aiman menjawab: Aku menangis bukan karena aku tidak mengetahui bahwa apa yang di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi aku menangis karena wahyu dari langit telah terputus. Ucapan Ummu Aiman ini mendorong keduanya untuk menangis. Akhirnya keduanya pun menangis bersamanya” (HR. Muslim)
Renungkanlah! Ummu Aiman menangis karena terputusnya wahyu bersamaan dengan wafatnya Nabi. Dia kehilangan kebaikan yang ada pada keberlangsungan turunnya wahyu. Kini, ia telah terputus. Dia sangat sedih atas hal itu. Abu Bakar dan Umar pun menangis bersamanya.
Wahai kaum muslimin, Al-Qur’an sebagai wahyu ilahi dan Hadits sebagai penjelasnya ada di tengah-tengah kita. Tidak sedihkah kita ketika keduanya dilecehkan? Bukan saja dilecehkan secara fisik, tetapi juga secara maknawi. Dalam pengertian ia tidak lagi dijadikan pedoman. Atau tetap dijadikan pedoman tetapi dipahami bukan dengan pemahaman yang semestinya. Seperti yang sedang terjadi sekarang ini, kampanye paham Islam Nusantara. Oleh para tokohnya, pemahaman Islam yang notabene Al-Qur’an dan Hadits harus disesuaikan dengan budaya nusantara. Akhirnya kesyirikanpun bisa ditolerir dengan dalih menjunjung tinggi budaya nusantara. Pada saat yang sama mereka menuduh akan banyaknya kaum muslimin yang beragama dengan Islam Arab yang berkarakter keras, menjajah dan tidak santun. Wal ‘iyadzu billah.
Ini, Al-Qur’an dan penjelasnya, Hadits masih ada di tengah-tengah kita. Tetapi, penyimpangan sudah terjadi sedemikan dahsyatnya. Wajarlah, ketika Al-Qur’an nanti diangkat dari muka bumi maka Islam tidak dikenali sama sekali. Hal ini telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ “ يَدْرُسُ الإِسْلاَمُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْىُ الثَّوْبِ حَتَّى لاَ يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلاَ صَلاَةٌ وَلاَ نُسُكٌ وَلاَ صَدَقَةٌ وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلاَ يَبْقَى فِي الأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنَ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَنَحْنُ نَقُولُهَا ” . فَقَالَ لَهُ صِلَةُ مَا تُغْنِي عَنْهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَهُمْ لاَ يَدْرُونَ مَا صَلاَةٌ وَلاَ صِيَامٌ وَلاَ نُسُكٌ وَلاَ صَدَقَةٌ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ رَدَّهَا عَلَيْهِ ثَلاَثًا كُلَّ ذَلِكَ يُعْرِضُ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ فِي الثَّالِثَةِ فَقَالَ يَا صِلَةُ تُنْجِيهِمْ مِنَ النَّارِ ثَلاَثًا (رواه ابن ماجه)
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, ‘Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?”. Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.” (HR. Ibnu Majah)
Menangislah, Wahai jiwa!!!
Judul buku : 30 Materi Kultum
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)