Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا [النساء: 58]
“Sungguh Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanah kepada ahlinya” (QS. An-Nisa: 58).
Makna ahlinya adalah orang yang berhak menerimanya dan orang yang mampu menjalankannya.
Renungkanlah ayat ini, sebagaimana penjelasan Syaikh Utsaimin rahimallahu Ta’ala yang ringkasnya adalah: ayat ini ( إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُم , sungguh Allah memerintahkan kalian) bentuk redaksinya menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Redaksinya bukan “Aku perintahkan kalian” atau “Kalian diperintahkan”. Tetapi redaksinya, “Sungguh Allah memerintahkan kalian” yang dirasakan bahwa Dia sebagai Tuhan Pemilik kekuatan dan kekuasaan, telah memerintahkan kalian. Hal ini menggiring kita untuk lebih memperhatikan kepada apa yang hendak Allah pesankan, yaitu menunaikan amanah.
Amanah ada 2 macam:
1. Berkaitan dengan hak Allah, yaitu ibadah. Dia ‘Azza wa Jalla mengamanahkan ibadah dengan segala bentuknya kepada seluruh hambaNya. Yang pasti, peribadahan tersebut masih dalam koridor kemampuan mereka . Oleh karena itu semua manusia mendapatkan amanah ini. Dia berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا [البقرة: 286]
“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya” (QS. Al-Baqoroh: 286)
Kalau kita perhatikan firman Allah berikut ini:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا [الأحزاب: 72]
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh” (QS. Al-Ahzab:72)
Apa yang dimaksud dengan amanah dalam ayat ini? Riwayat Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud amanah adalah ketaatan beribadah. Kalau dilaksanakan akan diberi pahala, sebaliknya kalau tidak dilaksanakan akan diberi dosa.
Allah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung tapi semuanya menolaknya. Ketiganya takut menanggung beban yang tidak sanggup dipikulnya karena beratnya. Manusialah yang menyanggupinya.
Bagaimana manusia memikul amanah? Mereka memikulnya dengan dua perkara; akal dan kerasulan. Akal lah anugrah Allah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Adapun kerasulan, Allah memandatkan kepada orang-orang tertentu sebagai penyampai syareatNya. Tetapi kenapa dalam ayat ini justru manusia disifati dzalim dan jahil? Sebagian mufassir (ahli tafsir) menjelaskan yang dimaksud manusia di sini adalah orang kafir. Bukan orang mukmin, karena orang mukmin itu ahli keadilan, ilmu, hikmah dan petunjuk. Sebagian mufassir lainnya menjelaskan bahwa yang dimaksud manusia adalah keseluruhannya (mukmin dan kafir) sesuai dengan tabi’atnya. Orang mukmin bertabiat menjalankan amanah karena telah diliputi hidayah, sehingga orang mukmin dikecualikan dari sifat kedzaliman dan kejahilan. Apakah kita orang mukmin? Kalau iya, maka pastikanlah diri kita menjalankan amanah. Kalau tidak berarti kita bodoh dan dzalim, karena seluruh yang diamanahkan Allah kepada kita semuanya dalam kemampuan kita.
2. Berkaitan dengan hak manusia. Di antaranya:
a. Wada’ah (titipan): Seseorang mengamanahkan sesuatu kepada orang lain agar dijaga baik-baik yang nantinya akan diambil kembali. Maka, dia harus menjaga baik-baik
b. ‘Ariyah (pinjaman): Seseorang mengamanahkan barangnya kepada orang lain agar bisa diambil manfaatnya ,seperti panci, sepeda motor, mobil, laptop yang nantinya akan diambil kembali. Maka, dia harus menjaga baik-baik.
c. Qordh (hutang piutang): Seseorang menyerahkan uangnya kepada orang lain untuk dimanfaatkan dengan ketentuan harus dikembalikannya sesuai nilainya pada waktu yang telah disepakati.
d. Wilayah (mandat kekuasaan) seperti: presiden, mentri, gubernur, bupati, camat, lurah. Ini adalah bentuk amanah yang tanggungjawabnya sangat besar. Kenapa? Karena amanahnya meliputi kemaslahatan duniawi sekaligus kemaslahatan ukhrowi rakyatnya. Termasuk jenis amanah wilayah adalah direktur, ketua, sekretaris, bandahara dan lain-lain baik pada organisasi atau lembaga besar ataupun kecil.
Terjadinya korupsi, kesewenang-wenangan terhadap rakyat, kedzaliman, kemiskinan yang merajalela padahal sumber kekayaan melimpah, kondisi tidak aman adalah contoh dari tidak menjalankan amanah atas kekuasaan yang telah dimandatkan kepada seseorang. Ini baru yang terkait dengan kemaslahatan duniawi. Lalu bagaimana dengan ukhrowinya; merajalelanya kesyirikan, perzinaan, praktek-praktek ribawi, perdukunan, hilangnya majlis ilmu yang bergantikan majlis gelak tawa, hilangnya lembaga-lembaga qur’ani yang bergantikan bar-bar dan pojok-pojok dugem lainnya, hilangnya acara televisi edukatif yang bergantikan hiburang-hiburan maksiat dan lain-lain semakin menyempurnakan betapa amanah wilayah telah disia-siakan. Jika kondisinya demikian maka benar-benar penguasa atas suatu wilayah tersebut bukan orang yang berhak menerima amanah dan orang yang mampu menjalankannya. Tidak takutkah Anda wahai penguasa muslim bahwa semuanya ini akan dipertanggungjawabkan. Inilah tanda-tanda hari Kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ (رواه البخارى)
“Jika suatu urusan diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah hari Kiamat” (HR. Bukhari).
Allahu A’lam
Silahkan share, semoga bermanfaat
Marilah menjadi donatur YNF,
Bank Syariah Mandiri norek 7036976009 an. Yayasan Nidaul Fithrah. Konfirmasi: 081 331 232 795. Barakallahu fikum
Kunjungi website kami www.nidaulfithrah.com
? Muhammad Nur Yasin, Pengsuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Yayasan Nidaul Fithrah (YNF) Surabaya