Solusi Investasi Akhirat Anda

Akankah menyakiti, Allah Saja Membela

Akankah menyakiti, Allah Saja Membela

               Seorang muslim itu terhormat. Dia tidak boleh dicaci-maki, dicela dan disikapi dengan prilaku yang buruk. Atau dengan cara apapun yang bisa menyakiti badan dan hatinya. Semuanya itu  diharamkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب: 58)

“Dan orang-orang yang menyakiti mukmin lelaki dan mukmin perempuan tanpa suatu kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS. Al-Ahzab:58).

Disebutkan di dalam Tafsir Ibnu Katsir, adalah kebohongan yang sangat nyata orang yang mengatakan mukmin dan mukminat berbuat begini dan begitu yaitu perkara-perkara kemungkaran yang tidak dilakukannya. Kebanyakan para penuduh adalah kaum kuffar dan orang-orang Rafidhah yang sangat dikenal suka merendahkan para Sahabat, suka memberitakan kebohongan tentang mereka padahal mereka adalah orang-orang yang telah Allah ridhai (رضي الله عنهم ).  (Selesai)

Tentu ayat ini tidak hanya untuk para Sahabat. Tetapi juga mukmin dan mukminat secara umum. Karena kaedah tafsir menyatakan:

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب

“poin hukum yang diambil adalah berdasarkan keumuman lafadz bukan kekhususan sebab”.  Jika dipahami sebatas kekhususan sebab, maka ayat ini tidak berlaku untuk mukmin- mukminat berikutnya tapi hanya untuk para Sahabat saja.  Jadi, hanya para Sahabat yang tidak boleh disakiti. Tentu ini pemahaman yang tidak benar.

Siapa saja menyakiti muslim-muslimat  maka dia mendapatkan dosa yang nyata (إِثْمًا مُبِينًا)

Dari ayat ini dipahami bahwa selama muslim-muslimat tidak berbuat suatu kesalahan apapun tidak boleh disakiti. Dia baru boleh disakiti kalau melakukan suatu kesalahan. Oleh karena itu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (النور:2)

Pezina perempuan dan pezina lelaki cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama, jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kiamat. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang beriman” (QS. An-nur: 2)

Jadi, muslim dan muslimat baru boleh disakiti jika melakukan pelanggaran. Dan, hal itu tidak lain untuk perbaikan bagi dirinya.

Mereka tidak boleh disakiti

Siapa saja mereka?

a. Orang sholeh atau Ahli Ibadah

               Jelaslah, dari uraian di atas, muslim dan muslimat siapapun secara keseluruhan tidak boleh disakiti. Lalu, bagaimana dengan muslim dan muslimat yang khusus, seperti: orang ahli ibadah, orang ahli ketaatan, para da’I dan pejuang di jalan Allah? Tentu lebih utama lagi untuk tidak disakiti. Bahkan, Allah sendiri yang langsung melakukan pembelaan untuk mereka dan menggenderangkan peperangan terhadap siapa saja yang menyakiti orang khususnya. Disebutkan di dalam Hadits,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَىْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِى عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ ، يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ » (رواه البخارى)

“Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa menyakiti wali-Ku, maka Aku genderangkan peperangan dengannya. Tidaklah hamba-Ku bertaqorrub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai melebihi sesuatu yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku terus-menerus bertaqorrub kepadak-Ku dengan perkara yang sunnah-sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dengannya dia mendengar. (Aku adalah) penglihatannya yang dengannya dia melihat. (Aku adalah) tangannya yang dengannya dia memukul. (Aku adalah) kakinya yang dengannya dia berjalan. Jika Dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya. Jika dia memohon perlindungan kepada-Ku niscaya Aku melindunginya” (HR. Bukhari)

                              Pada rubrik KOLOM, saya kisahkan tentang orang yang shaleh yaitu Anas bin An-Nadhr, paman Anas bin Malik. Kesholehannya menjadikan apa yang menjadi keinginannya Allah ‘Azza wa Jalla kabulkan. Keluarga korban bersikeras agar qishosh tetap diberlangsungkan. Namun, Allah mengetuk hati mereka. Tidak lama setelah itu merekapun memaafkan. Allah saja membela, akankah orang seperti ini kita menyakitinya?

            Demikian pula orang shaleh yang bernama Hathib bin Abi Balta’ah. Allah telah memaafkan kesalahannya karena dia termasuk Ahli Badar. Beginilah kisahnya, Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersama kaum muslimin melakukan persiapan “Fathu Mekah”, Hatib bin Abi Balta’ah telah mengirim surat kepada penduduk Mekah memberitahukan perihal tersebut. Di dalamnya disebutkan,  “Sesungguhnya Muhammad ingin memerangi kamu, maka hati-hatilah kamu sekalian”. Surat itu dikirim melalui seorang wanita yang sedang dalam perjalanan ke Mekah bernama Zha’inah.

Lalu Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  memberitahukan  hal pembocoran rahasia tersebut. Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera memanggil Ali,  Zubair dan Miqdad radhiyallahu ‘anhum dengan sabdanya “Bersegeralah sekalian menuju tempat yang bernama Raudhah Khak, kerana di sana ada Zha’inah (wanita musafir) yang membawa surat, maka ambillah darinya kemudian bawa surat itu ke mari”.

Sesampainya di tempat yang bernama Raudhoh, mereka  menjumpai wanita tersebut. Mereka  berkata kepadanya “Keluarlanlah surat itu”. Ia menjawab “Surat apa, saya tak bawa apa-apa surat pun”. Mereka  berkata “Betul kamu tidak membawa surat apapun?!  Kamu akan serahkan  surat itu atau kami tanggalkan pakaianmu”. Akhirnya dalam ketakutan, dia pun mengeluarkan surat itu dari sanggulnya. Suratpun diambil dan dibawa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah.

Tenyata surat itu berbunyi, ‘Dari Hatib bin Abi Balta’ah, ditujukan kepada sekelompok orang-orang musyrik di Mekah…dan seterusnya’. Sebagian  kandungannya adalah pemberitahuan tentang  rahasia  Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau memanggilnya dan  berkata “Wahai Hatib! Apa yang telah kamu lakukan ni?”Hatib menjawab “Wahai Rasulullah, “Janganlah Engkau tergesa-gesa menuduhku” Dia menyampaikan alasannya bahwa perbuatannya bukan karena kekafiran dan murtad. Dia berkata:  “Sesungguhnya aku khawatir keluargaku di Mekkah akan dibunuhi oleh orang-orang Quraisy. Aku hanya berharap agar mereka jangan membunuhi keluargaku. Adapun para Sahabat yang hijrah ke Madinah ini, mereka masih memliki kerabat yang akan melindungi keluarga mereka. Sedangkan aku tidak memiliki keluarga siapapun di sana. Jadi, aku lakukan ini semua semata-mata agar keluargaku di Mekkah aman dan  selamat bukan karena kekufuran dan murtad”.

Umar radhiyallahu ‘anhu karena cemburunya kepada agama berkata, Ya Rasulullah, Izinkan aku memenggal leher si munafik ini”. Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan dengan bersabda,  “Wahai Umar, sesungguhnya dia termasuk Ahli Badar. Allah berfirman tentang Ahli Badar,  “Wahai ahli Badar! Berbuatlah apa yang kamu suka, sesungguhnya aku telah memaafkan kalian.” Kemudian turunlah ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ  [الممتحنة: 1]

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kalian sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kalian sendiri karena kalian beriman kepada Allah, Tuhanmu.Jika kalian benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhoan-Ku (janganlah berbuat demikian). Kalian memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka karena rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan. Dan barangsiapa di antara kalian yang melakukannya maka sungguh dia telah tersesat dari jalan yang lurus” (QS. Al-Mumtahanah:1)

Allahu Akbar….Dia ‘Azza wa Jalla memaafkan Hatib bin Abi Balta’ah karena memiliki keutamaan sebagai Ahli Badar. MasyaAllah…Dia Maha Pemurah untuk membela orang-orang khusus-Nya

Siapa lagi yang secara khusus tidak boleh disakiti?

b. Orang lemah dan orang miskin.

Kalau mendengar kata “orang lemah atau orang miskin”, seringkali yang terbersit dalam benak manusia adalah orang yang tidak punya kedudukan atau tidak terhormat di dalam kehidupan sosial. Barangkali karena alasan inilah disadari atau tidak –secara umum- manusia kurang bisa mengorangkan orang miskin dan orang lemah. Untuk itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengingatkan ummatnya. Kita jumpai di dalam banyak Haditsnya. Di antaranya”,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَالآخَرُ يَحْتَرِفُ فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ » (رواه الترمذى)

“Dari Anas bin Malik, dia berkata: Ada dua orang pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa samm. Yang satu bermajlis dengan Nabi untuk menuntut ilmu. Yang lainnya bekerja mencari nafkah. Dia mengadukan kepada Rasulullah tentang saudaranya. Nabi bersabda: Bisa jadi kamu diberi rizki karena (keberkahan yang Allah anugerahkan melalui) dia” (HR. At-Tirmidzi)

Disebutkan di dalam kitab Tuhfadzul Ahwadzi, ada orang bermajlis dengan Nabi untuk menuntut ilmu. Dia tidak membantu saudaranya yang sibuk bekerja. Padahal kebutuhannya ditanggung oleh saudaranya itu. Lalu, dia diadukan oleh saudaranya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepadanya agar jangan samapai dirinya merasa “di atas angin”,  karana bisa jadi rizki yang didapatkannya  adalah keberkahan atas menanggung saudaranya yang bermajlis menuntut ilmu kepada Nabi”.  

Coba renungkan!! Nabi memberikan arahan  bahwa sebab datangnya rizki bukan semata-mata karena bekerja, tetapi bisa jadi karena sebuah keberkahan melalui orang miskin yang ditanggung kebutuhannya. Perhatikanlah…orang miskin dibela oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  

Mari beralih ke kisah yang lain,

عن عائذ بن عمرو: أن أبا سفيان أتى على سلمان و صهيب وبلال في نفر فقالوا والله ما أخذت سيوف الله من عنق عدو الله مأخذها قال فقال أبو بكر أتقولون هذا لشيخ قريش وسيدهم ؟ فأتى النبي صلى الله عليه و سلم فأخبره فقال يا أبا بكر لعلك أغضبتهم لئن كنت أغضبتهم لقد أغضبت ربك، فأتاهم أبو بكر فقال يا إخوتاه أغضبتكم ؟ قالوا لا يغفر الله لك يا أخي (رواه مسلم)

“Dari A’idz bin Amru bahwa Abu Sufyan melewati Salman, Shuhaib, dan Bilal di tengah kerumunan manusia. Mereka berkata: Pedang-pedang Allah tidak mungkin dicabut dari leher musuh Allah. Abu Bakar menyanggah: Kalian mengatakan demikian kepada pembesar dan tokoh Quraisy? Abu Bakar pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukannya kepada beliau. Beliau bersabda: Wahai Abu Bakar, jangan-jangan kamu telah membuat mereka marah. JIka kamu membuat marah mereka, maka berarti kamu telah membikin marah Tuhanmu. Abu Bakar pun menemui mereka dan mengatakan: Wahai kawan-kawan, apakah saya telah membikin kalian marah? Mereka menjawab: Tidak, semoga Allah mengampuni kamu wahai saudaraku” (HR. Muslim)

Abu Sufyan sebagai pembesar Quraisy ketika itu belum masuk Islam. Sementara Salman, Shuhaib, dan Bilal adalah mantan budak. Salman dari Persia, Shuhaib dari Romawi dan Bilal dari Habasyah. Mereka mengatakan kepada Abu Sufyan sebuah perkataan yang maksudanya adalah perlawanan  bahwa mereka tidak bisa melupakan terhadap apa yang telah dilakukan oleh tuan-tuan mereka yang berupa menyiksa dan menyakiti mereka karena masuk Islam. Lalu Abu Bakar menegur mereka karena yang dihadapinya adalah seorang pembesar Quraisy. Ketika dia melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,  malah justru dia yang ditegur. Rasulullah mengkhawatirkan teguran Abu Bakar bisa menyakiti mereka. Akhirnya Abu Bakar pun meminta maaf kepada ketiga orang Sahabat tersebut.

MasyaAllah…lagi-lagi orang miskin/orang lemah mendapatkan pembelaan. Akankah kita menyakiti mereka??

Hidangan pesta dinyatakan oleh syari’at sebagai sejelek-jeleknya makanan Tahukah Anda apa penyebabnya? Mari kita simak Hadits berikut ini,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ فَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ (رواه مسلم)

“Dari Abu Hurairah bahwa beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Sejelek-jeleknya makanan adalah makanan walimah/pesta yang orang-orang kaya diundang sementara orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak memenuhi undangang maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya” (HR. Muslim)

Akankah kita menyakiti orang-orang yang justru sering mendapatkan pembelaan dari Allah

c. Anak yatim

Di akhir pembahasan ini, saya tutup dengan anak yatim sebagai orang yang secara khusus tidak boleh disakiti. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ [الضحى: 9]

“Maka terhadap anak yatim, janganlah kamu berbuat semena-mena” (Qs. Adh-Dhuha:9)

Disebutkan di dalam kitab “Tafsir Ibnu Katsir” tetang ayat ini, “Wahai Muhammad sebagaimana kamu dulu yatim lalu Allah menjagamu, maka janganlah kamu semena-mena terhadap anak yatim. Janganlah kamu merendahkannya, membentakanya dan menghinakannya. Tetapi, berbuat baiklah kepadanya dan berlemah lembutlah”. Qotadah mentafsirkan: Terhadap anak yatim, jadilah Anda seperti ayah yang penyayang. 

Maukah Anda dekat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Surga? Tentu ini adalah harapan semua orang. MasyaAllah, ternyata caranya mudah. Cintailah dan dekatilah orang dekatnya Rasulullah. Siapa dia? Tidak lain adalah anak yatim. Beliau bersabda:

عن سهل بن سعد قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أنا و كافل اليتيم كهاتين في الجنة

 هكذا و أشار بالسبابة و الوسطى (رواه البخارى)

“Dari Sahl bin Sa’d, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Saya dan orang memelihara anak yatim seperti ini di Surga. Beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya” (HR. Bukhari)

Kalau Allah ‘Azza wa Jalla menghendaki YNF mampu mendirikan panti Asuhan tentu sangat berbahagia sekali dan bersyukur yang mendalam karena berarti berkesempatan untuk bisa berdekatan dengan kekasih Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hingga saat ini YNF baru berkemampuan mengkoordinir anak-anak yatim di wilayah Sukolilo, Rungkut, Tenggilis dan sekitarnya. Koordinasinya hanya berupa mengumpulkan mereka di satu tempat ketika ada lembaga, instansi atau perorangan yang akan memberikan santunan untuk mereka melalui YNF. Hanya sedikit siraman rohani yang bisa YNF berikan ketika mereka dikumpulkan. Padahal mereka butuh bimbingan yang intensif agar tumbuh sebagai kader muslim yang robbani; prestasi di skillnya, lurus aqidahnya,  benar ibadahnya dan  mulia akhlaknya. Agar tujuan ini bisa tercapai maka memiliki panti asuhan-dalam pandangan kami- suatu keniscayaan. Mohon maaf, kita sering mendengar banyak panti asuhan yang sentuhan agamanya sangat kurang. Mereka hanya memprioritaskan kebutuhan jasmaninya. Itu, Alhamdulillah mereka  terjaring dan di himpun di panti asuhan muslim. Yang belum terjaring sehingga berkeliaran di jalanan masih sangat banyak. Seandainya terjaring – na’udzu billah – oleh pihak non muslim dan dikumpulkan di panti mereka. Akankah kita membiarkannya dengan tidak mempedulikannya? Ya Allah lindungilah anak-anak yatim sebagaimana Engkau melindungi nabi-Mu yang kecilnya yatim. Amin

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)

Majalah Bulan Maret, 2018 Edisi 64