Solusi Investasi Akhirat Anda

Oh..Kematian?! (Umur Manusia Bag. 2)

B. Umur Manusia
Berbicara tentang kematian sangat erat kaitannya dengan pembahasan umur. Bukankah kematian itu terjadi tidak lain karena habisnya jatah umur? Disebutkan dalam Hadits Abu Hurairah rata-rata umur ummat Nabi shallahu’alaihi wasallam itu 60-70 tahun.

أعمارُ أمتي ما بين الستينَ إلى السبعينَ وأقلُّهم مَنْ يَجُوزُ ذلك (رواه الترمذى و ابن ماجه)

Umur-umur ummatku antara 60-70 tahun, sedikit dari mereka yang melampuinya(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Jika untuk tidur per hari 6 jam dari 24 jam berarti untuk tidur saja sudah memakan waktu seperempat umur. Jika umur seseorang 60 tahun maka ¼ x60 = 15 tahun.
15 tahun tidaklah sebentar. Dan ternyata ia hanya digunakan untuk tidur. Sisanya tinggal 45 tahun bukan? Akankah dibiarkan berlalu tanpa menghasilkan bekal untuk Akherat nanti? Itu belum dikurangi masa kanak-kanak (belum baligh) dan durasi untuk urusan-urusan duniawi. Sungguh sangat rugi jika tidak dimaksimalkan untuk amalan-amalan sholih.
60-70 tahun keberadaan kita di dunia, nanti akan dikesankan di Akherat sangat sebentar sekali, Hal ini sebagaimana telah diinformasikan oleh Allah ta’ala,

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَىٰهَا (النازعات:46)

Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari (QS. An-Nazi’at:46)

يَوْمَ يُنفَخُ فِى ٱلصُّورِ ۚ وَنَحْشُرُ ٱلْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا () يَتَخَٰفَتُونَ بَيْنَهُمْ إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا عَشْرًا () نَّحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا يَوْمًا (طه:102-104)

(yaitu) di hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram. Mereka berbisik-bisik di antara mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sepuluh (hari)”. Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja. (QS. Thoha: 102-104)

وَيَوْمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ يُقْسِمُ ٱلْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا۟ غَيْرَ سَاعَةٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَانُوا۟ يُؤْفَكُونَ (الروم:55)

Dan pada hari terjadinya Kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; “mereka tidak bertempat tinggal melainkan sesaat (saja)”. Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran) (QS. Ar-Rum:55)

قَٰلَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ () قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَسْـَٔلِ ٱلْعَآدِّينَ (المؤمن :112-113)

Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung” (QS. Al-Mukmin: 112-113)

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَن لَّمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا سَاعَةً مِّنَ ٱلنَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ ۚ قَدْ خَسِرَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِلِقَآءِ ٱللَّهِ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ (يونس:45)

Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk (QS. Yunus:45)
Ayat-ayat di atas manusia merasa bertempat tinggal di dunia hanya dalam durasi sekedar sesaat, sepanjang waktu sore atau pagi hari, setengah hari, atau sehari. Ini tidak berarti antara satu ayat dengan yang lainnya kontradiktif. Tetapi maknanya, durasi yang zhahirnya berbeda-beda itu bergantung kepada perbedaan ihwal mereka di dunia yang berdampak pada perbedaan tingkat kengerian di Akherat. Intinya, mereka merasakan keberadaannya di dunia sangatlah sebentar sekali.
Yang demikian itu disebabkan manusia telah menghabiskan umurnya untuk kepentingan duniawi. Mereka lalai dari mempersiapkan bekal untuk kehidupan Akherat sebagai kehidupan hakiki yang tidak pernah ada kematian lagi. Bahkan mereka mengejar dan terus disibukkan dengan urusan duniawi yang fana yang hanya berumur sekitar 60-70 tahun. Mereka sangat menyesali apa yang telah diperbuatnya. Jatah umur yang diberikan oleh Allah ta’ala tidak dimanfaatkan dengan baik. Jadi, seakan-akan mereka tidak mendapatkan jatah umur kecuali sangat sedikit sekali. Ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Abu Muslim.

Betapa rugi orang yang tidak memanfaatkan umurnya untuk mempersiapkan diri bagi kehidupannya yang hakiki di Akherat nanti.

Untuk itu Nabi shallahu’alaihi wasallam mengingatkan Abdullah Ibnu Umar. Dia radhiallahu’anhu menuturkan,

أخذ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بمنكِبي ، فقال : كُنْ في الدُّنيا كأنَّك غريبٌ أو كعابرِ سبيلٍ

Rasulullah shallahu’alaihi wasallam memegang pundakku dan bersabda: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang menyeberang jalan.
Setelah itu Ibnu Umar radhiallahu’anhu pun berbagi kebaikan dengan mengingatkan kita semua,

.إذا أصبحتَ فلا تنتظِرِ المساءَ ، وإذا أمسيْتَ فلا تنتظِرِ الصَّباحَ ، وخُذْ من صِحَّتِك لمرضِك ، وفي حياتِك لموتِك (رواه البخارى)

Jika kamu berada di pagi hari janganlah menunggu sore. Dan jika kamu di sore hari janganlah menunggu pagi. Manfaatkan masa sehatmu sebelum masa sakitmu, hidupmu sebelum matimu.
Jangan sampai sesorang berumur 60 tahun tetapi belum juga memperbaiki diri. Belum melakukan peningkatan kwalitas ubudiyyah. Padahal ia berada di penghujung jatah usianya. Disebutkan di dalam Hadits,

أَعْذَرَ اللَّهُ إلى امْرِئٍ أخَّرَ أجَلَهُ، حتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً (رواه البخارى عن أبو هريرة )

“Allah telah memberi udzur kepada seseorang dengan menangguhkan ajalnya hingga umur enam puluh tahun.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Maksud Hadits ini, udzur orang tersebut sudah usai. Artinya dia telah diberi kesempatan panjang hingga 60 tahun yang seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan bekal Akherat. Dia harus sadar ketika telah berusia 60 tahun ini, janganlah menyia-nyiakan kesempatan. Jadikanlah kesempatan yang tersisa ini sebagai “ghonimah” demi kematian yang husnul khatimah.
Jika seseorang sejak sedini mungkin bisa tumbuh dengan ketaatan-ketaatan maka keutamaannya sangatlah besar. Bagaimana tidak, di usia ABG yang notabene kejiwaan labil, emosi tak terkendali, idealisme tinggi, dan pada dirinya banyak sejuta keinginan tetapi dia bisa menundukkan semuanya itu demi bisa banyak taqorrub kepada Allah ta’ala, maka tentu ini perkara yang luar biasa. Jelaslah keutamaan yang akan didapatkan sangat besar. Yaitu, ia akan dimasukkan ke dalam 7 golongan yang pada hari Kiamat nanti mendapat naungan Allah ta’ala di saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Disebutkan di dalam Hadits,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَومَ القِيَامَةِ في ظِلِّهِ، يَومَ لا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ في عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ في خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ في المَسْجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا في اللَّهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إلى نَفْسِهَا، قالَ: إنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فأخْفَاهَا حتَّى لا تَعْلَمَ شِمَالُهُ ما صَنَعَتْ يَمِينُهُ (رواه البخارى عن ابى هريرة)

“Tujuh golongan yang dinaungi Allâh ta’ala dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya, (4) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (5) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, (6) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (7) seseorang yang bershadaqah dengan suatu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Adapun umur 40 tahun, menurut ilmu psikologi adalah umur kedewasaan dan kematangan seseorang dalam berpikir, berbicara, bertindak dan bersikap. Sebagaimana fisik atau tubuh akan mencapai puncak primanya pada umur 30 tahun. Ibnu Katsir mengatakan bahwa seseorang tidak berubah lagi dari kebiasaan yang dilakukannya bila mencapai umur 40 tahun.
Jadi, kalau seseorang pada umur 40 tahun ini telah membiasakan dengan hal-hal baik maka ia akan terus meng-istiqomah-i-nya. Shalat Tahajjud, puasa sunnah, shodaqoh, membaca Al-Qur’an, shalat jama’ah, dan kebaikan apapun yang telah dibiasakannya akan terus menguat pada dirinya. Dan, ia telah menjadi orang yang lebih bijak dan lebih berhati-hati dalam bertindak dan memutuskan. Tentang umur 40 tahun, Allah ta’ala berfirman,

حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ (الأحقاف:19)

“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al-Ahqof:19)
Untuk itu Nabi shallahu’alaihi wasallam dan secara umum para Nabi lainnya diangkat sebagai utusan Allah setelah umur 40 tahun. Syaikh Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya “Ushul fi-t-Tafsir” mengatakan: Muhammad shallahu’alaihi wasallam ketika diangkat menjadi Rasul berumur 40 tahun. Demikian yang masyhur di kalangan para ahli ilmu. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, ‘Atho, Sa’id bin al-Musayyab dan yang lainnya bahwa umur 40 tahun adalah umur kedewasaan dan kematangan seseorang dalam berpikir dan bersikap.

Jika Anda yang telah berusia 40 tahun sudah melekat dengan karekter yang disebutkan di atas maka pujilah Allah ta’ala, jika belum maka segeralah berbenah diri.

Kalau kita bisa mengamalkan nasehat Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu ini niscaya kita termasuk al-kayyis (orang berakal sempurna) yaitu orang yang mengkondisikan diri untuk senantiasa menyiapkan bekal yang akan dibawa dalam perjumpaan menghadap Allah nanti, sebagaimana sabda Nabi shallahu’alaihi wasallam,

عن ابي يعلى شداد ابن اوس رضي الله عنه قال قال رسول الله ص م الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ ، وَعَمِلَ لِمَا بعدَ المَوتِ ، والعَاجِزُ مَنْ أتْبَعَ نَفْسَهُ هَواهَا وَتَمنَّى عَلَى اللهِ الاَمَانِيَّ (رواه الترميذي)

Dari Abu Ya’ala Syidad bin Aus radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda: “Orang yang sempurna akalnya ialah yang menundukkan hawanya dan senantiasa beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Disamping itu, ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (HR Tirmidzi).
Ada kisah yang luar biasa tentang seorang Shahabat yang bernama ‘Umair bin Al Hammam Al Anshari. Dia tidak mau menyia-nyiakan umurnya demi segera meraih Surga. Dia tidak mau tertunda meraih Surga. Dia berfikir kalau harus menunggu kurma hingga habis dimakan maka akan memperlambat peraihan Surga. Akhirnya kurmanya pun dilempar. Sebagaimana disebutkan di dalam Hadits,

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُقَدِّمَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَيْءٍ حَتَّى أَكُونَ أَنَا دُونَهُ فَدَنَا الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ قَالَ بَخٍ بَخٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَةَ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ قَالَ فَرَمَى بِمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ (رواه مسلم عن أنس بن مالك)

…..Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda: “Majulah kalian ke Surga, yang luasnya seluas langit dan bumi.” Anas berkata, “Tiba-tiba ‘Umair bin Al Hammam Al Anshari berkata, “Ya Rasulullah, Surga luasnya seluas langit dan bumi!” Beliau menjawab: “Ya.” ‘Umair berkata, “Wah, wah..!” Maka Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda: “Mengapa kamu mengatakan wah…wah..?” Umair menjawab, “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, saya mengharap semoga saya menjadi penghuninya.” Beliau bersabda: “Ya, sesungguhnya kamu termasuk penghuninya.” Kemudian dia mengeluarkan kurma dari dalam sakunya dan memakannya sebagian. Sesudah itu dia berkata, “Sungguh kehidupan yang lama bagiku kalau aku menghabiskan kurmaku ini.” Anas berkata, “Maka kurma yang masih tersisa di tangannya ia lemparkan begitu saja kemudian dia bertempur hingga gugur.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik)

Judul buku : Oh..Kematian?!

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)