Kita diperintahkan untuk mengenali Allah ‘Azza wa Jalla secara rinci. Bukan secara global. Kalau kita mengenali-Nya secara global, maka tidak berbeda dari orang kafir yang mengenali-Nya secara global. Mereka hanya mengenal-Nya dengan Allah. Adapun nama-nama-Nya yang lain tidak dikenal. Mereka tidak mengenal Ar-Rahman ( الرحمن ) sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ [الفرقان: 60]
“Dan apabila mereka diseru, sujudlah kalian kepada Ar-Rahman! Mereka menjawab siapa itu Ar-Rahman?” (QS. Al-Furqon: 60)
Mereka tidak mengenal Ar-Rahman ( الرحمن ) dan Ar-Rahim (الرحيم). Adapun Allah (الله) mereka biasa menyebut-Nya. Disebutkan di dalam sebuah riwayat,
…… فَجَاءَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو فَقَالَ هَاتِ اكْتُبْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَاباً فَدَعَا الْكَاتِبَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اكْتُبْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ». فَقَالَ سُهَيْلٌ أَمَّا الرَّحْمَنُ فَوَاللَّهِ مَا أَدْرِى مَا هُوَ وَقَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ مَا هُوَ وَلَكِنِ اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ كَمَا كُنْتَ تَكْتُبُ. فَقَالَ الْمُسْلِمُونَ وَاللَّهِ مَا نَكْتُبُهَا إِلاَّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « اكْتُبْ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ » ….. (رواه البخارى و أحمد)
….. Suhail bin Amru (perwakilan dari pihak kafir Quraisy) datang dan berkata: “Tulislah perjanjian antara kami dan kalian””
Tulislah bismillah Ar- Rahmani Ar-Rahim (atas nama Allah yang maha rahman lagi maha rahim),” perintah Nabi kepada juru tulisnya (Ali bin Abi Thalib).
”Ar-Rahman? Aku tak mengenal dia,” sahut perwakilan musyrikin Quraisy, Suhail bin Amr, memberontak. ”Tulis saja bismika allahumma seperti biasanya!”
Umat Islam yang mengikuti proses perundingan tidak terima dengan protes ini. Mereka mengotot akan tetap mencantumkan lima kata yang sangat dihormati itu (bi, ism, Allah, Ar-Rahman, Ar-Rahim).
”Tulis saja bismika allahumma,” Nabi menenangkan…… (HR. Bukhari dan Ahmad)
Nama-nama Allah sangatlah banyak. Namun, yang disayembarakan kepada kita berjumlah 99 nama. Disebutkan di dalam sebuah riwayat,
حديث أبى هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا ، مِائَةً إِلا وَاحِدَةً ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ (رواه ابن حبان و الحاكم)
Hadits Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama yaitu 100 nama kurang satu, yang barangsiapa menghafalnya niscaya dia akan masuk Surga” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim)
Penyebutan 99 nama di dalam hadits ini bukan berarti nama Allah hanya 99. Tetapi, 99 adalah jumlah nama yang Dia sayembarakan. Bahwa barangsiapa yang menghafal hingga mencapai 99 nama dijamin masuk Surga.
Dan, yang dimaksud “menghafal” bukan sekedar hafal lafadz-lafadznya. Tetapi juga memahami maknanya lalu berdampak dalam kehidupan kesehariannya. Sudah barang tentu orang yang menghafalnya dan memahami lalu berdampak dalam kehidupannya niscaya akan menjadi sesholih-sesholihnya orang. Keshalihan inilah faktor yang menghantarkan manusia untuk masuk Surga.
Berikut ini, dengan izin Allah, saya mencoba membahas nama-nama Allah tersebut (Al-Asmaul Husna) hingga mencapai 99 nama.
1 dan 2. Nama Allah Al-Wahid ( الواحد) dan Al-Ahad (الأحد).
A. Penyebutan Nama Allah Al-Wahid ( الواحد) dan Al-Ahad (الأحد) di dalam Nash.
Kata Al-Wahid ( الواحد) disebutkan di dalam Al-Qur’an lebih dari dua puluh kali. Di antaranya,
قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ [الرعد: 16]
وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ [النحل: 51]
لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ [غافر: 16]
Adapun kata Al-Ahad (الأحد) disebutkan hanya sekali saja,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ [الإخلاص: 1]
Disebutkan juga di dalam Hadits tentang seseorang yang berdoa,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ أَنِّى أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِى لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. فَقَالَ « لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ بِالاِسْمِ الَّذِى إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى وَإِذَا دُعِىَ بِهِ أَجَابَ (رواه ابوداود و الترمذى)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang mengucapkan: …, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: Sungguh kamu meminta kepada Allah dengan nama-Nya yang apabila diminta dengannya, Dia akan memberi. Dan apabila diseru dengannya Dia akan mengabulkan.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
B. Perbedaan antara Al-Wahid ( الواحد) dan Al-Ahad (الأحد)
Ditinjau dari bahasa, meskipun keduanya berasal dari akar kata yang sama tetapi memiliki perbedaan makna.
- Ketika kita mengatakan واحد, maka kita bisa mengatakan kelanjutannnya اثنان, ثلاثة, أربعة. Tidak akan dikatakan أحد, اثنان, ثلاثة, أربعة
- Kata أحد di dalam kalimat negatif/ nafyu berfungsi meniadakan secara keseluruhan. Contoh:
ما فى الدار أحد
“Tidak ada satu orang pun di dalam rumah”
Lain halnya kata واحد. Dia tidak meniadakan secara keseluruhan. Contoh:
ما فى الدار واحد
“Tidak ada satu orang di dalam rumah”. Berarti kemungkinan ada dua atau tiga orang dan seterusnya.
- Kata واحد bisa menyifati apapun, misalnya: رجل واحد، بيت واحد، قميص واحد. Tidak akan dikatakan رجل أحد، بيت أحد، قميص أحد. Kata أحد hanya untuk menyifati Allah saja,
قل هو الله أحد
Jadi, apa perbedaan kedua sifat Allah tersebut? Perbedaannya adalah:
Al-Wahid ( الواحد), adalah Dzat yang terhimpun pada diri-Nya segala sifat kesempurnaan. Adapun Al-Ahad (الأحد) adalah bahwa Dia lah satu-satunya Dzat yang terhimpun pada diri-Nya segala sifat kesempurnaan tersebut. Tidak ada dzat apapun yang seperti Dia. Allahu A’lam
C. Tadabbur
- Poin besar dari pemahaman terhadap dua nama ini adalah mentauhidkan-Nya di dalam rububiyyah (ketuhanan) dan uluhiyyah (peribadahan). Dia lah satu-satunya Tuhan yang berhak diibadahi. Oleh karena itu, setiap manusia haruslah menyerahkan segala bentuk peribadahan hanya kepada-Nya.
- Keterikatan hati manusia dengan manusia haruslah meningkat. Bagaimana tidak, Dia adalah Dzat Yang Satu tempat bermuaranya seluruh makhluk dengan segala hajatnya.
- Mempertebal keyakinan bahwa Dia lah satu-satunya yang berhak menetapkan syariat, menghakimi dan memutuskan.
Judul Buku : Memahami Al-Asma’ul Husna Jilid 1
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Untuk informasi lebih lanjut terkait bedah buku, silakan hubungi kontak di bawah ini