- Di manakah ‘Arsy?
Di atas tujuh langit ada Kursi, di atas Kursi ada Al-Maa’, di atas Al-Maa’ ada ‘Arsy. Allah ‘Azza wa Jalla berada di atas ‘Arsy. Disebutkan di dalam Hadits:
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّهُ قَالَ: مَا بَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا وَالَّتِي تَلِيهَا مَسِيرَةُ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ، وَمَا بَيْنَ كُلِّ سَمَاءٍ مَسِيرَةُ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ، وَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ السَّابِعَةِ وَالْكُرْسِيِّ مَسِيرَةَ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ، وَمَا بَيْنَ الْكُرْسِيِّ، وَالْمَاءِ مَسِيرَةَ خَمْسِ مِائَةِ عَامٍ، وَالْعَرْشُ عَلَى الْمَاءِ، وَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ (المعجم الكبير للطبراني)
Dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jarak antara langit dunia dengan langit yang berikutnya adalah perjalanan 500 tahun. Jarak antara setiap langit adalah perjalanan 500 tahun. Jarak antara langit ketujuh dengan Kursi adalah perjalanan 500 tahun. Jarak antara Kursi dan al-Maa’ adalah perjalanan 500 tahun. ‘Arsy di atas al-Maa’. Dan, Allah ‘Azza wa Jalla di atas ‘Arsy. Dia Mengetahui apapun yang terjadi pada kalian.” (Al-Mu’jam al-Kabir milik Imam Ath-Thobroni)
- Lalu Siapa yang Menggantung Pada ‘Arsy?
RAHIM. Dialah yang menggantung pada ‘Arsy. Disebutkan dalam Hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِى وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِى قَطَعَهُ اللَّهُ (رواه البخارى و مسلم)
Dari ‘Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Rahim (tali persaudaraan) itu menggantung pada ‘Arsy, ia berkata: Barangsiapa menyambung hubungan denganku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barangsiapa memutuskanku, maka Allah pun akan memutuskannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukankah rahim itu sesuatu yang abstrak? Bagaimana sesuatu yang abstrak yang tidak berwujud bisa menggantung? Untuk menjawab pertanyaan ini kalau disandarkan kepada akal semata tentu tidak bisa menjawab. Tetapi, cukuplah bagi kita meyakini bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Apa yang bagi manusia mustahil, bagi Allah tidak mustahil. Barangkali hal berikut ini bisa merupakan gambaran jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu: bukankah kematian juga sesuatu yang abstrak? Betul , ia sesuatu yang abstrak. Disebutkan di dalam Hadits, kematian diwujudkan dalam rupa domba. Sehingga semua penghuni Surga dan Neraka melihatnya. Lalu, domba itu disembelih. Maka matilah kematian yang diwujudkan dalam rupa domba tersebut. Dan pahamlah seluruh penghuni Surga dan Neraka bahwa mereka akan hidup selama-lamanya di Surga dan Neraka karena kematian telah mati setelah disembelih.
Di dalam Hadits tersebut rahim berkata: Barangsiapa menyambung hubungan denganku, maka Allah akan menyambungnya. Maksudanya adalah barangsiapa yang bersilaturrahim, maka Allah akan melimpahkan rahmat kepadanya. Dan barangsiapa memutuskanku, maka Allah pun akan memutuskannya. Maksudnya adalah barangsiapa yang tidak bersilaturrahim maka Allah akan memutuskan rahmat untuknya. Kebalikan rahmat adalah laknat. Maka, orang yang memutuskan silaturrahim itu berada dalam laknat dan murka Allah ‘Azza wa Jalla.
- Ancaman Bagi yang Memutuskan Silaturahim
Di antara sekian banyak dosa, dosa karena memutuskan silaturrahimlah yang paling cepat mendatangkan adzab bagi pelakunya. Tidak takutkah kita? Disebutkan dalam Hadits yang dishashihkan oleh Syaikh Al-Albany:
عن أبى بكرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ما من ذنب أحرى أن يعجل الله لصاحبه العقوبة في الدنيا مع ما يدخر له في الآخرة من قطيعة الرحم والبغى (صحيح الأدب المفرد)
Dari Abu Bakrah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk Allah segerakan adzab bagi pelakunya di dunia selain apa yang telah disimpan untuknya di Akhirat kelak melebihi (dosa) karena memutuskan silaturrahim dan kezaliman.” (Shahihul Adabil Mufrod)
Setiap orang muslim pasti akan masuk Surga. Di antara mereka ada yang langsung masuk Surga tanpa penghitungan amal (tanpa hisab). Ada yang dihisab dengan kondisi yang berat. Ada yang dihisab dengan penuh kemudahan. Termasuk yang manakah kita? Jika tidak termasuk yang tanpa hisab, maka semoga termasuk yang dihisab dengan ringan. Oleh karena itu diantara upaya kita adalah jangan sampai memutuskan silaturrahim. Karena hal itu bisa menjadi kendala menuju Surga. Disebutkan di dalam Hadits:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ (رواه البخارى و مسلم)
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak akan masuk Surga orang yang memutuskan (silaturrahim).” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Silaturrahim Nabi kepada Keluarganya
Perhatikanlah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu memperhatikan silaturrahim di tengah-tengah keluarganya meskipun tidak semua mereka beriman kepada beliau sebagai utusan Allah alias bersikukuh dalam kekafiran. Disebutkan dalam Hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ … فَقَالَ « يَا بَنِى كَعْبِ بْنِ لُؤَىٍّ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ يَا بَنِى مُرَّةَ بْنِ كَعْبٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ يَا بَنِى عَبْدِ شَمْسٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ يَا بَنِى عَبْدِ مَنَافٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ يَا بَنِى هَاشِمٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ يَا بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِى نَفْسَكِ مِنَ النَّارِ فَإِنِّى لاَ أَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّ لَكُمْ رَحِمًا سَأَبُلُّهَا بِبَلاَلِهَا (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: …. Beliau menyeru (keluarganya): “Wahai Bani Abdi Syams, Selamatkanlah diri kalian dari api Neraka. Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari api Neraka. Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari api Neraka. Wahai Bani Abdul Muthollib, selamatkanlah diri kalian dari api Neraka. Wahai Fathimah (putri Rasulullah) selamatkanlah dirimu dari api Neraka karena sesungguhnya saya tidak mempunyai kekuasaan apapun untuk menolong kalian dari siksa Allah. Hanya saja saya mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kalian sehingga saya akan terus membasahinya dengan air.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan ucapan beliau, “saya akan terus membasahinya dengan air.” adalah sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Utsaimin: putusnya silaturrahim adalah api. Airlah yang bisa memadamkan api. Pustusnya silaturrahim adalah kematian, dan air baginya adalah kehidupan.
Juga disebutkan dalam Hadits yang lain:
وعن أَبي عبد الله عمرو بن العاص رضي الله عنهما ، قَالَ : سمعت رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – جِهَاراً غَيْرَ سِرٍّ ، يَقُولُ : إنَّ آل بَني فُلاَن لَيْسُوا بِأولِيَائِي ، إِنَّمَا وَلِيِّيَ اللهُ وَصَالِحُ المُؤْمِنينَ ، وَلَكِنْ لَهُمْ رَحِمٌ أبُلُّهَا بِبلاَلِهَا ( مُتَّفَقٌ عَلَيهِ )
Dari Abu Abdullah Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, dia mengatakan: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara jelas dan lantang bersabda: “Sesungguhnya keluarga bani Fulan bukanlah awliya’ saya. Sesungguhnya waliyullah adalah orang-orang mukmin yang shalih. Tetapi bagi mereka ada hubungan kerabat. Maka aku akan silaturrahim dengan sebaik-baiknya.” (Muttafaq ‘alaih)
Sabda beliau “Sesungguhnya keluarga bani Fulan bukanlah awliya’ saya.”, awliya’ berasal dari kata walaya yang berarti loyalitas. Maksudnya adalah bahwa mereka itu non muslim, maka haram loyalitas kepada mereka. Loyalitas bisa berupa menjadikannya teman akrab, teman sejati, atau pemimpin.
Sabda beliau “Tetapi bagi mereka ada hubungan kerabat. Maka aku akan silaturrahim dengan sebaik-baiknya.”, maksudnya adalah mereka non muslim, tetapi silaturrahim kepada mereka harus dijaga sebaik-baiknya. Jadi, silaturrahim tidak menjadi putus karena beda agama.
- Silaturrahim yang Paling Utama
Semua bentuk ketaatan ada tawafut-nya (tingkatan derajat), ada yang utama dan ada yang kurang utama. Demikian pula bentuk ketaatan yang berupa silaturrahim, ada bentuk silaturrahim yang paling utama sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم :لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ هُوَ الَّذِى إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا (رواه أبو داود)
Dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukanlah silaturrahim itu memberi balasan (atas suatu pemberian). Tetapi silaturrahim adalah orang yang apabila diputus rahimnya dia tetap menyambungnya.” (HR. Abu Daud)
Silaturrahim bisa dilakukan dengan cara apapun yang bisa menyambung hubungan di antara sesama keluarga. Bisa berupa saling menelpon, berkirim surat, parcel, rekreasi bersama, pertemuan berkala, melakukan kunjungan, dan lain-lain termasuk membalas suatu pemberian. Lalu, kenapa dinyatakan di dalam Hadits di atas bahwa memberi balasan atas suatu pemberian itu bukan silaturrahim? Maksudnya adalah ia bukan merupakan bentuk silaturrahim yang paling utama. Silaturrahim yang paling utama adalah ketika keluarga Anda memutuskan silaturrahim dengan Anda tetapi Anda tidak membalas memutuskannya. Anda tetap menyambung silaturrahim dengan mereka, seakan-akan tidak ada masalah apapun. Anda tetap mengunjungi mereka meskipun mereka mendiamkan Anda. Anda tetap mengirimkan hadiah-hadiah meskipun mereka tidak menegur Anda.
- Bagaimana Upaya Menjaga Silaturrahim?
Di antaranya adalah dengan mempelajari nasab. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِى الأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِى الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِى الأَثَرِ (رواه الترمذى)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Pelajarilah nasab-nasab kalian yang dengannya bisa menyambung hubungan kalian. Karena silaturrahim itu dicintai di dalam keluarga, memperbanyak harta dan memanjangkan umur.” (HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini sudah diamalkan oleh orang Arab. Mereka menambahkan marganya di belakang namanya, misalnya: Al-Khudhairy, al-Muhdhor, As-Segaf. Juga sudah diamalkan oleh sebagian orang Indonesia khususnya orang Medan; Siregar, Tanjung, Harahap. Dengan cara seperti ini, maka akan sangat memudahkan mereka untuk mengenali keluarganya di manapun dan kapanpun. Mari, mengikuti tradisi baik ini. Lagi pula sesuai dengan anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya pun sedang memulainya. Di belakang nama anak saya, saya bubuhi nama kakeknya yaitu: Zain. Roobith Muhammad Zain, Syema Nur Zain, Uways Yasin Zain dan Albaro Muhammad Zain. Mohon maaf, sekedar tahadduts bin ni’mah. Allahu A’lam.
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan Januari, 2017 Edisi 53