مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِيْ أَرْبَعِينَ صَلَاةً لَا تَفوْتهُ صَلَاةٌ كتِبَ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٍ مِنَ العَذَابِ وَبَرِئٌ مِنَ النِفَاقِ
“Barangsiapa yang sholat di masjidku sebanyak 40 shalat yang tidak terlewatkan satu shalatpun, niscaya dicatat baginya terbebas dari neraka, selamat dari adzab dan selamat dari nifak”.
Dalam lafadz yang lain:
دون أن يفوته فرض غفر الله له ما تقدم من ذنبه
“Dia tidak terlewatkan satu (shalat) fardhu, niscaya Allah mengampuni baginya dosa-dosanya yang telah berlalu”
يخرج من ذنوبه كما ولدته أمه
“Keluar dosa-dosanya sebagaimana (bersih dari dosa) sebagaimana bayi dilahirkan ibunya”
Derajat Hadits: lemah
Komentar:
Hadits ini biasasanya dijadikan sandaran oleh para jama’ah haji untuk melakukan shalat yang mereka sebut dengan shalat arba’in. Dalam keyakinan mereka kalau bisa melakukan shalat 40 waktu di masjid nabawi secara berturut-turut dan tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam, maka akan terbebas dari neraka dan kemunafikan. Merekapun memprogram untuk menginap di Madinah selama delapan hari agar bisa melakukan shalat arba’in tersebut. Ustadz Anas Burhanuddin, Lc., MA. kandidat Doktor di Jami’ah Islamiyah di Madinah memberikan catatan tentang praktek shalat arba’in, ringkasannya sebagai berikut:
- Perlu direnungkan bagaimana amalan dengan pahala sebesar ini tidak popular di kalangan sahabat nabi dan hanya diriwayatkan oleh satu sahabat lalu oleh satu tabi’in yang tidak dikenali dan tidak memiliki riwayat sama sekali- tidak dalam hadits shahih maupun dhaif- kecuali hadits ini?
- Saat musim haji, di masjid Nabawi kita bisa dengan mudah melihat banyak orang yang berlarian saat mendengar iqamat dikumandangkan. Hal ini mereka lakukan untuk mengejar takbiratul ihram bersama imam. Padahal Nabi memerintahkan kita untuk mendatangi masjid dengan tenang dan melarang kita untuk tergesa-gesa saat hendak shalat.
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِىُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – . وَعَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا (رواه البخارى و مسلم واللفظ للبخارى )
“Memberitahu kami Adam, dia berkata memberitahu kami Ibnu Abi Dzi’b, dia mengatakan memberitahu kami Az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musyyab dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: ‘Jika kalian mendengar iqamat, berjalanlah untuk shalat dengan tenang dan wibawa, jangan terburu-buru, shalatlah bersama imam sedapatnya, dan sempurnakan sendiri bagian yang tertinggal” (HR.Bukhari dan Muslim, dan ini lafadz Bukhari)
- Sebagian orang tidak lagi bersemangat untuk shalat di masjid Nabawi setelah menyelesaikan shalat arba’in. Hal ini bisa mudah dilihat di penginapan para jama’ah haji menjelang kepulangan dari Madinah. Panggilan adzan yang terdengar keras dari hotel-hotel yang umumnya dekat dari masjid Nabawi tidak lagi dijawab sebagaimana hari-hari sebelumnya saat program arba’in belum selesai. Jika kita melihat kondisi para jama’ah haji setelah sampai di negri masing-masing, kita bisa melihat kondisi yang lebih memprihatinkan lagi. Adakah ini karena keyakinan mereka telah terbebas dari neraka dan kemunafikan setelah menyelesaikan program arba’in?
- Sebagian orang memaksakan diri untuk menginap di Madinah untuk waktu lama, sedangkan mereka tidak memiliki bekal yang memadai. Padahal mereka perlu menyewa penginapan dan menyediakan kebutuhan hidup yang lain. Sebagian orang yang kehabisan bekal akhirnya mengemis di Madinah demi mengejar keutamaan arba’in. Adapun jama’ah haji Indonesia, insyaAllah tidak mengalami hal ini karena biaya hidup di Madinah sudah termasuk dalam paket biaya pelaksanaan ibadah haji yang harus dibayarkan sebelum berangkat. Disamping itu, jika ada bekal dan waktu berlebih, lebih baik jika digunakan untuk memperbanyak ibadah di Makkah dan Masjidil Haram yang jelas memiliki keutamaan lebih besar.
Ada arba’in lain yang haditsnya shahih, yaitu:
حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ وَنَصْرُ بْنُ عَلِىٍّ الْجَهْضَمِىُّ قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو قُتَيْبَةَ سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ عَنْ طُعْمَةَ بْنِ عَمْرٍو عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِى ثَابِتٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ (رواه الترمذى)
“Memberitahu kami Uqbah bin Mukrim dan Nashr bin Ali al-Jahdhomy, keduanya mengatakan memberitahu kami Abu Qutaibah Salam bin Qutaibah dari Tho’mah bin Amr dari Habib bin Abu Tsabit dari Anas bin Malik mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa shalat karena Allah selama 40 hari secara berjama’ah tanpa ketinggalan takbir yang pertama (takbiratul ihram) dicatat baginya dua kebebasan; bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan” (HR. At-Tirmidzi)
Apa bedanya arba’in ini dengan arba’in yang pertama? Bedanya adalah:
- Pada arba’in ini shalat dilakukan selama 40 hari, arba’in yang pertama 40 shalat yang ditempuh dalam 8 hari.
Arba’in ini tidak dibatasi di masjid Nabawi tetapi masjid manapun di muka bumi ini. Adapun arba’in pertama terbatas di masjid Nabawi.\
Judul buku : Populer Tapi Dho’if, Populer Tapi Maudhu’ 2
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)