Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (الحديد:22)
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS. Al-Hadid:22)
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa apapun yang meliputi kehidupan manusia sudah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan kadarnya sejak dahulu kala. Sejak kapan? Sejak 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Dan Dia telah mencatat seluruh kadar tersebut di Lauhul Mahfuzh.
Tentang kadar kepemilikan harta, kekayaan, warna kulit, jenis kelamin, kecerdasan, ketampanan, kecantikan, kesehatan, sakit, kesembuhan, umur dan lain-lain semuanya itu telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan, Ranah manusia adalah ikhtiar yang maksimal. Semuanya akan terjadi pada seseorang sesuai yang telah Allah taqdirkan (tetapkan kadar) tersebut.
- Adakalanya ketetapan-ketetapan tersebut Allah kaitkan dengan ikhtiar, adakala tidak.
-Suatu ketetapan yang Allah ‘Azza wa Jalla kaitkan dengan ikhtiar maka;
a]. akan terwujud jika ikhtiar seseorang telah memenuhi persyaratan yang dikehendak-Nya.
b]. tidak akan terwujud jika seseorang tidak melakukan ikhtiar atau ikhtiarnya belum memenuhi persyaratan yang dikehendaki-Nya.
-Suatu ketetapan yang Allah ‘Azza wa Jalla tidak kaitakan dengan ikhtiar maka pasti terjadi meskipun manusia melakukan ikhtiar ataupun tidak. Karena di sini Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengaitkannya dengan ikhtiar.
- Jika suatu ketetapan dikaitkan dengan ikhtiar, maka ikhtiar kita akan menuai hasil yang dinginkan. Lalu, jika tidak dikaitkan dengan ikhtiar apakah berarti ikhtiar kita sia-sia? Sama sekali tidak. Tetapi Allah telah mencatatnya sebagai suatu kebaikan atas tindakan ikhtiar dan kesabaran kita. Jadi, semuanya mendatangkan kebaikan.
Wahai Dokter dan Nakes!! Jika Panjenengan melihat atau mendengar informasi tentang teman-teman sejawat yang kritis atau meninggal dunia lalu Panjenengan merasa lemah tidak setegar seperti sebelumnya maka pahamilah penjelasan tentang takdir di atas bahwa semuanya telah ditetapkan kadarnya.
Menangani pasien covid tidak akan mengurangi jatah umur, sebagaimana tidak bersinggungan dengan pasien covid tidak akan memanjangkan umur.
Menangani pasien covid tidak akan mempercepat kematian, sebagaimana tidak menangani pasien covid tidak akan menunda kematian.
Umur manusia telah ditetapkan kadarnya. Ranah manusia adalah ikhtiar yang maksimal. Jadi, Wahai dan Nakes!! Ambillah tindakan sesuai SOP nya, ikhtiar secara maksimal selebihnya bertawakkallah kepada Allah ‘Azza wa Jala. Disebutkan di dalam Al-Qur’an,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ إِنَّ اللهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُونَ (البقرة:243)
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka, ‘Matilah kamu’, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap man
usia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 243)
Ayat ini menjelaskan tentang ribuan manusia yang meninggalkan kampung halamannya demi menghindari kematian. Namun, di tengah jalan Allah matikan mereka. Jelaslah, kalau memang sudah ajalnya maka bagaimanapun kematian akan menghampirinya meskipun dihindari, ia tidak akan tertunda meski hanya sebentar.
Wahai Dokter dan Nakes!! Beriman kepada takdir adalah suatu keniscayaan. Mengingkarinya adalah kekufuran. Disebutkan di dalam Hadits Belia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَوْ كَانَ لَكَ مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا أَوْ مِثْلُ جَبَلِ أُحُدٍ ذَهَبًا تُنْفِقُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ كُلِّهِ فَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَأَنَّكَ إِنْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا دَخَلْتَ النَّارَ (رواه ابن ماجه)
“Jikalau kamu memiliki emas seperti gunung Uhud lalu engkau infaqkan di jalan Allah, maka itu tidak akan diterima hingga engkau beriman kepada takdir. Ketahuilah, sesungguhnya yang menjadi bagianmu tidak akan lepas darimu, dan sesuatu yang bukan milikmu maka tidak akan menjadi bagianmu. Sekiranya engkau meninggal dalam kondisi selain ini maka kamu akan masuk neraka” (HR.Ibnu Majah)
Apa yang ditakdirkan menimpa Panjenengan tidak akan meleset, sebaliknya apa yang ditakdirkan meleset dari Panjenengan maka tidak akan menimpa. |
Semua yang Allah ‘Azza wa Jalla syareatkan pasti ada hikmahnya meskipun kita tidak mengetahuinya. Adapun hikmah dari iman kepada takdir adalah sesuatu yang disebutkan di dalam Nash. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (الحديد:23)
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya Panjenengan tidak berputus asa terhadap apa yang luput dari Panjenengan dan supaya Panjenengan tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada Panjenengan. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid:23)
Jelaslah, di antara hikmah beriman kepada takdir;
- Jika suatu yang diinginkan; kesuksesan dan keberhasilan tidak terwujud, tidak menjadikan seseorang berkecil hati, stress, putus asa, depresi dan semacamnya karena dia menyadari betul bahwa semuanya telah Allah taqdirkan.
- Jika terwujud, dia akan bersyukur, Tidak akan menjadi-jadi, gumedhe, sombong, membangga-banggakan diri dan semacamnya karena dia menyadari betul bahwa semuanya telah Allah takdirkan. Apanya yang mau disombongkan? Kalau Dia tidak mentaqdirkan berhasil, maka tidak pernah ada keberhasilan.
- Penutup
Sebagai penutup, saya tidak akan memperpanjang pembicaran, melainkan hanya mendoakan agar kita semua senantiasa mendapatkan taufiq dari Allah ‘Azza wa Jalla. Amin
للَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, kusta, dan dari segala penyakit yang buruk/mengerikan lainnya”
اللهُمَّ ارْفُعْ عَنَّا الغَلا وَالوَبَاء وَالرِّبا وَالزِّنا وَالزَّلازِلَ وَالمِحَنَ، وَسُوءَ الفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَما بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلادِ المُسْلِمِينَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أِرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Ya Allah, hindarkanlah dari kami kekurangan pangan cobaan hidup penyakit-penyakit wabah, perbuatan-perbuatan keji dan munkar, ancaman-ancaman yang beraneka ragam paceklik-paceklik dan segala ujian, yang lahir maupun batin dari negeri kami ini pada khususnya dan dari seluruh negeri kaum muslimin pada umumnya, karena sesungguhnya Engkau atas segala sesuatu adalah kuasa.
و صلى الله على محمد وعلى آله و أصحابه أجمعين و آخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Judul buku : Untukmu Dokter dan Nakes
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc.Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)