Sebagaimana sudah kita ketahui pada edisi sebeiumnya bahwa pilar ibadah ada 3: mahabbah (cinta), khouf (takut), dan roja’ (berharap). Ibadah yang merupakan tujuan kita diciptakan akan bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya jika ditopang dengan tiga pilar tersebut. Pada edisi sebelumnya kita sudah membahas tentang khouf. Pada edisi kali ini, kita akan membahas roja’. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ (41) تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ (42) لَا جَرَمَ أَنَّمَا تَدْعُونَنِي إِلَيْهِ لَيْسَ لَهُ دَعْوَةٌ فِي الدُّنْيَا وَلَا فِي الْآخِرَةِ وَأَنَّ مَرَدَّنَا إِلَى اللَّهِ وَأَنَّ الْمُسْرِفِينَ هُمْ أَصْحَابُ النَّارِ (43) فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (44) فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) [غافر: 41 – 45]
“Wahai kaumku, Bagaimanakah ini, aku menyerumu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeruku ke Neraka? (Mengapa) kamu menyeruku agar kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang aku tidak mempunyai ilmu tentang itu, padahal aku menyerumu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa, Maha Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang kamu menyeruku kepadanya bukanlah suatu seruan yang berguna baik di dunia ataupun di Akherat. Dan sesungguhnya tempat kembali kita pasti kepada Allah, dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas mereka itu akan menjadi penghuni Neraka. Maka kelak kamu akan ingat kepada apa yang ku katakan kepadamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, sedangkan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang sangat buruk.” (QS. Ghafir:41-45)
Seseorang yang dikisahkan di dalam ayat-ayat ini adalah seorang lelaki sholeh yang menyembunyikan keimanannya pada zaman Fir’aun. Dia senantiasa menasihati orang-orang tentang kebatilan mereka dan menjelaskan bahwa kebenaran adalah apa yang dibawa Nabi Musa. Di dalam dakwahnya yang tidak ringan ini, dia memiliki roja’ (harapan) yang kuat kepada Allah. Dia hanya bersandar kepada Allah, tidak kepada selain-Nya. Akhirnya, Allah Ta’ala pun melindunginya. Sebaliknya, menghancurkan Fir’aun dan pengikutnya.
Dalil lain tentang roja’,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى (رواه البخارى و مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku kepada-Ku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Pantaskah kita ber-su’uzhzhon kepada Allah, padahal Dia sendiri berfirman bahwa tidaklah keberadaan-Nya kecuali sebagaimana persangkaan kita. Kita tentu menyadari bahwa sebenar-benarnya perkataan adalah perkataan Allah,
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا (النساء: 87)
“Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?” (QS. An-Nisa:87)
Oleh karena itu, yang dituntut dari kita adalah bagaimana menjaga diri kita untuk terus ber-husnuzhzhon kepada-Nya, bahwa selama kita mengupayakan keshalihan Dia ‘Azza wa Jalla pasti akan memberikan yang terbaik untuk kita. Terlebih kita juga menyadari Dia itu lebih sayang kepada kita daripada diri kita sendiri. Demikianlah Syaikh As-Sa’di menjelaskan ketika mentafsirkan QS. Al-An’am: 117.
فيجب عليكم -أيها المؤمنون- أن تتبعوا نصائحه وأوامره ونواهيه لأنه أعلم بمصالحكم، وأرحم بكم من أنفسكم
(تفسير السعدي . ص: 270)
“Maka wajib bagi kalian, wahai kaum Mukminun, Perhatikanlah arahan-arahan-Nya, perintah- dan larangan-Nya. Karena Dia ‘Azza wa Jalla lebih tahu tentang kemaslahatan-kemaslahatan kalian dan lebih sayang kepada kalian daripada diri kalian sendiri”.
Disebutkan dalam sebuah riwayat,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لَمَّا قَضَى اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِى كِتَابِهِ ، فَهْوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِى غَلَبَتْ غَضَبِى » (رواه البخارى)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika Allah telah menetapkan takdir makhluk, Dia mencatat dalam kitab-Nya yang ada di sisi-Nya di atas ‘Arsy, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku telah mengalahkan Murka-Ku.” (HR. Bukhari)
Maksudnya Allah memang memiliki sifat murka, tapi sifat rahmat-Nya lebih banyak daripada sifat murka-Nya. Bagaimana tidak, mari perhatikan riwayat di bawah ini!!
عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِيمَا يَرْوِى عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ « يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى فَإِنِّى سَأَغْفِرُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَوْ لَقِيتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا لَلَقِيتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً وَلَو عَمِلْتَ مِنَ الْخَطَايَا حَتَّى تَبْلُغَ عَنَانَ السَّمَاءِ مَا لَمْ تُشْرِكْ بِى شَيْئاً ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى لَغَفَرْتُ لَكَ ثُمَّ لاَ أُبَالِى » (رواه أحمد)
Dari Abu Dzar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkenaan yang beliau riwayatkan dari Tuhannya ‘Azza wa Jalla, Dia berfirman: “Wahai anak Adam, sungguh kamu menyeru-Ku dan berharap kepada-Ku maka sungguh Aku pun akan mengampunimu bagaimanapun (banyaknya) dosa yang ada padamu. Jika kamu berjumpa dengan-Ku dengan (membawa) kesalahan sepenuh bumi niscaya Aku menemuimu dengan ampunan sepenuh bumi. Jika kamu berbuat kesalahan-kesalahan hingga mencapai awan langit selama tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Ku lalu memohon ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli.” (HR. Ahmad)
Mari lihat juga pemberitahuan dari Nabi kita, tentang pembunuh 100 orang yang Allah ampuni padahal baru sekedar bertaubat belum melakukan kebaikan-kebaikan.
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنَ تَوْبَةٍ فَقَالَ لاَ. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ. فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ. وَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ. فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِى صُورَةِ آدَمِىٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الأَرْضِ الَّتِى أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ (رواه البخارى و مسلم)
Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian orang tersebut mencari orang alim yang banyak ilmunya. Lalu ditunjukkan kepada seorang rahib dan ia pun langsung mendatanginya. Kepada rahib tersebut ia berterus-terang bahwasanya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang dan apakah taubatnya itu akan diterima? Rahib itu menjawab, ‘Tidak. Taubatmu tidak akan diterima.’ Akhirnya laki-laki itu langsung membunuh sang rahib hingga genaplah kini seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukkan kepadanya seorang alim yang mempunyai ilmu yang banyak. Kepada orang alim tersebut, laki-laki itu berkata, ‘Saya telah membunuh seratus orang dan apakah taubat saya akan diterima?’ Orang alim itu menjawab, ‘Ya. Tidak ada penghalang antara taubatmu dan dirimu. Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.’ Maka berangkatlah laki-laki itu ke daerah yang telah ditunjukkan tersebut. Di tengah perjalanan menuju ke sana, laki-laki itu meninggal dunia. Lalu Malaikat rahmat dan Malaikat adzab saling berbantahan. Malaikat rahmat berkata, ‘Orang laki-laki ini telah berniat pergi ke suatu wilayah untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.’ Malaikat adzab membantah, ‘Tetapi, bukankah ia belum berbuat baik sama sekali.’ Akhirnya datanglah Malaikat yang berwujud manusia menemui kedua Malaikat yang sedang berbantahan itu. Maka keduanya meminta keputusan kepada Malaikat yang berwujud manusia dengan cara yang terbaik. Orang tersebut berkata, ‘Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang meninggal dunia ini dari tempat berangkatnya hingga ke tempat tujuannya. Mana yang terdekat, maka itulah keputusannya.’ Ternyata dari hasil pengukuran mereka itu terbukti bahwa orang laki-laki itu meninggal dunia lebih dekat ke tempat tujuannya. Dengan demikian orang tersebut berada dalam genggaman malaikat rahmat.” Qatadah berkata, “Al Hasan berkata, ‘Seseorang telah berkata kepada kami bahwasanya laki-laki itu meninggal dunia dalam kondisi jatuh terlungkup.”(HR. Bukhari dan Muslim )
Hadits ini menunjukkan betapa Allah sangat Pemurah kepada hamba-Nya. Akankah kita bersuuzhzhonn kepada-Nya?
Uraian di atas dari awal hingga akhir memahamkan kita untuk tidak berputus asa sedikitpun sehingga kita senantiasa roja’ (berharap) kepada-Nya dengan penuh kemantapan.
Selain tidak berputus asa, roja’ (rasa harap) menjadikan kita semangat mengejar amaliyah dan peribadahan secara kuantitas dan kualitas. Ingat, kasih sayang Allah kepada kita sebagai ummat Nabi yang terakhir sangatlah luar biasa. Memang dibandingkan ummat-ummat terdahulu, postur tubuh kita kecil-kecil, umur pendek-pendek, dan kekuatan fisik tidak sehebat mereka. Namun, Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan syariat untuk kita dengan amaliyah-amaliyah dan peribadahan yang keutamaannya sangat tinggi. Sehingga pahala dan keutamaan yang kita dapatkan bisa melampui pahala dan keutamaan yang mereka dapatkan. Disebutkan di dalam Tafsir As-Sa’di tentang Nabi shallalalhu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi yang paling utama melampaui seluruh Nabi.
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ (الأنعام: 90)
“Mereka itulah (para Nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am:90)
{ أُولَئِكَ } المذكورون { الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ } أي: امش -أيها الرسول الكريم- خلف هؤلاء الأنبياء الأخيار، واتبع ملتهم وقد امتثل صلى الله عليه وسلم، فاهتدى بهدي الرسل قبله، وجمع كل كمال فيهم. فاجتمعت لديه فضائل وخصائص، فاق بها جميع العالمين، وكان سيد المرسلين
“ ‘Wahai Muhammad! Mereka para Nabi yaitu orang-orang yang telah Allah beri petunjuk, maka (ikutilah mereka). Berjalanlah di belakang para Nabi manusia pilihan tersebut’. Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam pun mengikuti dan mentaati mereka. Maka beliau mendapatkan keseluruhan petunjuk yang diberikan kepada seluruh Nabi sebelumnya. Beliau mengumpulkan seluruh kesempurnaan dari semua Nabi tersebut. Maka, berkumpullah pada diri beliau seluruh keutamaan dan keistimewaan yang melampaui seluruh manusia. Akhirnya beliau menjadi penghulu seluruh Nabi.”
Ketika men-tadabbur–i Tafsir As-Sa’di ini, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dikehendaki sebagai Penghulu Nabi, maka bisa jadi demikian pula ummatnya, mereka dikehendaki menjadi penghulu seluruh ummat. Dan, ternyata ada Hadits yang menunjukkan keutamaan Ummat terakhir ini atas seluruh ummat yang memperkuat tadabbur saya ini. Dia ‘Azza wa Jalla menghendaki ummat Muhammad memasuki Surga lebih dulu meskipun keberadaannya sebagai ummat terakhir,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَحْنُ الآخِرُونَ الأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا وَأُوتِينَاهُ مِنْ بَعْدِهِمْ فَاخْتَلَفُوا فَهَدَانَا اللَّهُ لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ فَهَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوا فِيهِ هَدَانَا اللَّهُ لَهُ – قَالَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ – فَالْيَوْمُ لَنَا وَغَدًا لِلْيَهُودِ وَبَعْدَ غَدٍ لِلنَّصَارَى ».(رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallalalhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kami adalah ummat
terakhir, namun merupakan ummat yang pertama masuk surga pada Hari Kiamat, walaupun mereka diberi kitab sebelum kami dan kami diberi kitab sesudah mereka. Lalu Allah menunjukkan kita kepada kebenaran yang diperselisihkan oleh mereka. Hari inilah yang mereka perselisihkan itu. Kita menjadi manusia yang diikuti manusia lain pada hari kiamat, termasuk diikuti oleh Yahudi dan Nasrani.” (HR. Muslim)
Memahami anugerah yang luar biasa ini seharusnya menjadikan kita semakin meningkatkan roja’ (rasa harap) yang ada pada diri kita sehingga kita merasa rugi ketika terlewatkan dari keutamaan suatu amaliyah dan peribadahan. Akhirnya jiwa pun selalu mengantisipasi diri di hadapan setiap keutamaan.
Akankah sholat sendirian? Tidak. Kenapa tidak berjamaah yang pahalanya 27 derajat. Kita pun mengupayakan sekuat tenaga untuk selalu shlalat berjamaah.
Akankah menunda berangkat ke masjid? Tidak. Kenapa tidak segera. Dengan segera berangkat, kita bisa mendapatkan shoff pertama yang Nabi nyatakan jika muslim mengetahui keutamaannya niscaya akan berebutan meskipun harus diundi. Juga bisa mengerjakan nawafil dan sunnah-sunnah lainnya.
Akankah melewatkan hari tanpa infaq? Tidak. Bukankah orang yang sudah meninggal dunia ingin dikembalikan ke dunia biar bisa infaq? Bukankah setiap hari Malaikat mendoakan bagi orang yang berinfaq,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ ….اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا (رواه البخارى و مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah! Berilah ganti (untuk) orang yang berinfaq.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Akankah bermalas-malasan mendatangi majelis taklim? Tidak. Bermajelis taklim itu menempuh jalan “pintas” ke Surga. Disebutkan di dalam riwayat,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ (رواه الترمذى)
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menempuh jalan di situ menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. At- Tirmidzi)
Akankah membiarkan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah sebagaimana hari-hari lainnya? Tidak. Bukankah kita tahu bahwa 10 hari pertama Dzulhijjah amalan sholih di dalamnya sangat Allah cintai melebihi amalan sholeh apapun yang dikerjakan di luar 10 hari pertama ini. Bahkan jihad pun keutamaannya kalah, kecuali kalau jihadnya seseorang dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali lagi alias mati syahid. Disebutkan dalam riwayat,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ (رواه أبو داود)
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada hari-hari yang amalan sholeh di dalamnya lebih Allah cintai daripada hari-hari ini yaitu sepuluh hari (pertama Dzulhijjah).” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apakah tidak juga jihad fi sabilillah?” Beliau menjawab; “Ya, tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali lagi dengan sesuatu apapun.” (HR. Abu Daud)
Akankah kita bermalas-malasan untuk menjenguk orang sakit? Tidak. Menjenguk orang sakit itu berarti berada di taman Surga.
قَالَ عَلِىٌّ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِىَ وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِى الْجَنَّةِ (رواه الترمذى)
Ali berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim lainnya di pagi hari melainkan tujuh puluh Malaikat akan bershalawat untuknya hingga sore hari. Dan, tidaklah dia menjenguknya di sore hari melainkan tujuh puluh Malaikat akan bershalawat untuknya hingga pagi hari. Dan baginya kebun di Surga.” (HR. At Tirmidzi)
MasyaAllah, Jadi, intinya dengan roja’ kita tidak berputus asa atas ketergelinciran dosa dan kondisi-kondisi yang membebani jiwa, seperti: sakit, problem keuangan, problem social, dan lain-lain. Juga dengan roja’ kita terlecut untuk mengejar keutamaan-keutamaan di dalam penghambaan diri kepada-Nya demi meraih derajat tertinggi di sisi-Nya. Allahu A’lam
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan September, 2018 Edisi 69