Bukankah Surga itu suatu tempat dengan segala kenikmatan puncak yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan terbersit oleh hati? Betul sekali, dan demikianlah sabda Nabi. Lalu bagaimana mungkin dikatakan pintu Surga itu tampak? Betul juga lho. Kok bisa? Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celaka…celaka…celaka…Beliau ditanya, siapa ya Rasulullah? Seseorang yang mendapati kedua orang tuanya di waktu sudah tua atau salah satunya tetapi hal itu tidak menjadikannya masuk Surga” (HR. Muslim). Dari Hadits ini, apa yang menjadikan seorang anak masuk Surga? Jelas, keberadaan orangtualah yang memasukkannya ke Surga? Keberadaan orangtua itu tampak, bukan? Berarti pintu Surga itu tampak.
Saya sangat kagum kepada kawan saya. Saya bertanya kepadanya, “Kenapa keluar kerja, Mas. Padahal kan gajinya besar? Dia menjawab: “Iya sich betul, tapi daerahnya jauh. Saya pengin kerja sekitar sini-sini saja, biar setiap hari bertemu orangtua untuk berkhidmah. Mumpung dapatin pintu Surga lho…”. MasyaAllah.
Sebaliknya saya menyayangkan sebuah kejadian yang diceritakan teman saya yang lain. Dia bercerita, “Ada seorang anak diminta untuk bergantian jaga ayahnya yang sudah sakit, hanya tergolek di atas ranjang tidur. Dia seringkali menolak dengan alasan ini dan itu”. Allahu Akbar Laa haula wa laa quwwata illa billah… Apakah dia tidak memahami bahwa pintu Surga itu tampak, dan kini hampir ditutup?