Nama Allah Ath-Thoyyib (الطَيِّب)
A. Penyebutan Nama Allah Ath-Thoyyib (الطَيِّب) dalam Nash
Nama Allah Ath-Thoyyib (الطَيِّب) tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an, tetapi di dalam Hadits. Disebutkan,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا (صحيح مسلم)
B. Makna Ath-Thoyyib (الطَيِّب) secara bahasa
Ath-Thoyyib (الطَيِّب) bermakna suci, bersih, bagus, terjaga, mudah, dan lembut. Kebalikannya adalah al-khobits (الخبيث). Contoh:
أرض طيبة, للتى تصلح للنبات
(Tanah yang subur. Yaitu tanah yang baik untuk tumbuhan)
ريح طيبة, إذا كانت لينة ليست شديدة
(Angin yang baik. Jika ia lembut tidak keras)
طعمة طيبة, إذا كانت حلالا
(Makanan yang baik. Jika ia halal)
امرأة طيبة, إذا كانت حصانا عفيفة
(Wanita yang baik. Jika ia menjaga diri)
كلمة طيبة, إذا لم يكن فيها مكروه
(Perkataan yang baik. Jika terdapat di dalamnya sesuatu yang dibenci syareat)
بلدة طيبة، إذا كانت آمنة كثيرة الخير
(Negeri yang baik. Jika ia aman banyak kebaikannya)
A. Makna Ath-Thoyyib (الطَيِّب) sebagai nama Allah
Ibnul Qoyyim mengatakan ketika menjelaskan kalimat الطَّيِّبَاتُ dalam bacaan tasyahhud,
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ ، الزَّاكِيَاتُ لِلَّهِ ، الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ ، الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (سنن البيهقى)
“Penghormatan itu milik Allah…..”
الطَّيِّبَاتُ adalah Shifatul maushuf almahdzuf (sifat untuk sesuatu yang tidak ditampakkan). Maksudnya: Kalimat-Nya, perbuatan-Nya, Nama-Nya dan sifat-Nya semuanya adalah sebaik-baiknya hal. Allah Ath-Thoyyib (الطَيِّب) artinya Dia itu Baik maka tidaklah berasal dari-Nya kecuali yang baik dan tidaklah naik menuju kepada-Nya kecuali yang baik juga. Tidaklah dekat dari-Nya kecuali yang baik. Naik kepada-Nya seluruh perkataan dan amalan yang baik. Seluruh apapun yang baik adalah bagi-Nya, dinisbatkan kepada-Nya, berasal dari-Nya dan berakhinya kepada-Nya.
Jika Dia Dzat Yang Maha Baik secara mutlak, maka Kalimat-Nya yang baik, perbuatan-Nya yang baik, Nama-Nya yang baik dan Sifat-Nya yang baik tidaklah ada yang memiliki yang demikian itu kecuali Dia ‘Azza wa Jalla. Bahkan tidak ada sesuatupun yang baik kecuali dengan kebaikan-Nya. Jadi, apapun selain diri-Nya yang dikatakan baik tidak lain adalah pengaruh dari kebaikan-Nya. Jelaslah penghormatan tidaklah ditujukan kecuali kepada-Nya [selesai]
B. Tadabbur
1. Sebagai Ath-Thoyyib (الطَيِّب), Allah tidaklah menerima apapun dari hamba-Nya kecuali yang baik. Oleh karena itu janganlah seorang hamba ber-taqorrub kepada-Nya baik berupa ucapan ataupun perbuatan melainkan telah memastikan hal tersebut adalah baik. Disebutkan di dalam Al-Qur’an,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ [البقرة: 267]
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (Qs. Al-Baqoroh: 267)
Disebutkan di dalam Hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ – وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ – وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ (صحيح البخارى)
“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan Tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu (Shohihul Bukhari).”
2. Jelaslah tidak akan diterima shalat tanpa bersuci dan tidak akan diterima shadaqoh dari hasil pencurian. Disebutkan di dalam Hadits,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ (صحيح مسلم)
“Tidak diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak diterima shodaqoh dari hasil pencurian” (Shahih Muslim)
3. Amalan dan ucapan yang diterima Allah hanyalah yang baik. Disebutkan di dalam Al-Qur’an,
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ [فاطر: 10]
“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” (QS. Fathir: 10)
4. a. Kita harus mencintai orang yang Allah memilihnya. Karena Dia ‘Azza wa Jalla tidaklah memilih seseorang dari kalangan para hamba-Nya kecuali orang yang terbaik.
- Siapakah yang Dia pilih sebagai Nabi terakhir? Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Siapakah yang Dia pilih sebagai pendamping Nabi dalam berdakwah? Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum.
b.Kita harus mencintai orang yang Allah memilihnya, insyaAllah.
- Siapakah yang Dia pilih sebagai penerus dakwah Nabi? Para ulama.
- Siapakah yang Dia pilih sebagai penjaga kemurnian Al-Qur’an? Para Huffazh.
- Siapakah yang Dia pilih sebagai penjaga kemurnian Hadits? Para Ahli Hadits
- Siapakah yang Dia pilih sebagai penjaga syi’ar masjid? Para Takmir
5. Orang baik tidak akan berbuat kecuali dengan perbuatan yang baik. Oleh karena itu Allah membebaskan tuduhan keji yang ditujukan kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan firman-Nya,
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ [النور: 26]
6. Pengaruh dari pemahaman nama Allah Ath-Thoyyib (الطَيِّب) adalah seorang mukmin tidak akan mengutamakan apapun untuk dirinya kecuali yang baik; aqidah, ibadah, ucapan, perbuatan, buku bacaan, tulisan, rutinitas, planning, akhlak, teman, guru, makanan, minuman dan lain-lain. Semuanya yang baik dari berbagai sisi. Akhirnya ketika diwafatkan oleh Malaikat sebagai orang baik yang pada akhirnya disambut dengan keselamatan di Surga. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ [النحل: 32،]
(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan (QS. An-Nahl:32)
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ [الزمر: 73]
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”.
7. Seharusnya rasa syukur kita kepada Allah semakin meningkat. Karena Dia lah yang menurunkan sebaik-baiknya aturan (syariat) untuk kebaikan hidup di dunia dan Akherat. Siapa saja yang mematuhinya pasti mendapatkan kehidupan yang baik sebagai pancaran dari Nama-Nya Ath-Thoyyib (الطَيِّب). Dia berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ [النحل: 97]
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl:97)
Perhatikanlah! Betapa banyak suatu kaum atau suatu negeri yang tidak menerapkan aturan-aturan dari Allah, tetapi diganti dengan aturan-aturan bikinan sendiri (baca: hukmul jahiliyyah) kehidupannya di dalam kesempitan, “sumpek” dan penderitaan. Allah berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ [المائدة: 50]
“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
Judul Buku : Memahami Al-Asma’ul Husna Jilid 5
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Untuk informasi lebih lanjut terkait bedah buku, silakan hubungi kontak di bawah ini