Solusi Investasi Akhirat Anda

MENGORANGKAN ORANG

Siapakah orang-orang yang harus kita orangkan? (Baca: perhatikan, hormati, dan muliakan) Tentu banyak sekali. Tetapi, yang kami maksudkan di sini adalah tiga macam orang, yaitu:

  1. Kawan-kawan orang tua: ayah dan ibu sebagai bentuk birrul walidain setelah keduanya atau salah satunya meninggal dunia.

Kita tentu telah memahami betapa tingginya derajat birrul walidain dalam Islam. Kita sudah membahasnya dalam edisi bulan Robiul Awwal 1437 H/ Desember 2016 dengan judul Pintu Surga Itu Tampak. Namun, sebagian orang memahami bahwa birrul walidain itu hanya saat ayah atau ibu masih hidup saja. Padahal sejatinya tidak demikian. Birrul walidain tetap berlangsung meskipun orang tua sudah meninggal dunia.

Ada kisah keteladanan yang sangat bagus. Disebutkan dalam riwayat Muslim dari Ibnu Dinar tentang Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu. Bahwasanya ada seorang Badui yang dia temui di sebuah jalan di Makkah, lalu Ibnu Umar memberikan salam kepadanya dan mengajaknya naik ke atas keledai yang dikendarainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya kepada orang lelaki tersebut. Ibnu Dinar bercerita: Kami katakan kepada Ibnu Umar: Mudah-mudahan Allah memperbaiki keadaanmu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui, dan orang Badui itu sudah sangat senang dengan pemberian sesuatu meskipun kecil nilainya. Maka, Abdullah Ibnu Umar berkata:  Sesungguhnya ayah orang ini adalah Sahabat baik Umar bin Khaththab dan sungguh aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik bentuk kebajikan kepada orang tua adalah menyambung tali persaudaraan dengan sahabat baik ayahnya.

Dalam riwayat lain dari Ibnu Dinar tentang Ibnu Umar, bahwasanya jika Ibnu Umar pergi ke Makkah selalu membawa keledai yang ditunggangi. Jika bosan, berganti naik unta. Dan dia biasa memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari ketika dia pergi ke Makkah dengan naik keledai, tiba-tiba ada seorang Badui melintas, maka Ibnu Umar pun bertanya: Bukankah engkau Ibnu Fulan putra Fulan? Benar, jawab orang itu. Kemudian Ibnu Umar memberinya keledai seraya berkata: Naiklah keledai ini. Selain itu Ibnu Umar juga memberinya sorban seraya berkata: Tutuplah kepalamu dengan sorban ini. Kemudian sebagian sahabat Ibnu Umar berkata: Mudah-mudahan Allah memberikan ampunan kepadamu, engkau telah memberikan kepada orang Badui ini seekor keledai yang bisa engkau gunakan   tunggangan untuk gantian dan sebuah sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu? Maka Ibnu Umar menjawab: Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik kebajikan adalah tindakan seseorang yang menyambung tali persaudaraan dengan sahabat baik ayahnya sepeninggal ayahnya. Dan sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat Umar.

Jelaslah dari dua riwayat di atas bahwa berbakti kepada orang tua tidak terbatas ketika mereka masih hidup. Tetapi juga ketika sudah meninggal dunia. Yaitu dengan cara menyambung hubungan dengan orang-orang yang merupakan sahabat orang tuanya. Bahkan, dalam kisah di atas Ibnu Umar tidak tanggung-tanggung memberikan hadiah yang sangat mengesankan.

Apakah bentuk birrul walidain sepeninggal mereka hanya berupa menyambung hubungan dengan para sahabatnya? Tentu tidak. Perhatikanlah Hadits di bawah ini:

عَنْ أَبِى أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِىِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ : نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا (رواه أبو داود)

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah as-Sa’di radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita: Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba beliau didatangi seseorang dari Bani Salamah dan berkata: Ya Rasulullah, masih adakah kebaikan yang bisa aku kerjakan untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal dunia? Beliau menjawab: “Masih, yaitu mendoakan untuk keduanya, memohonkan ampun untuk keduanya, melaksanakan janji-janji keduanya setelah keduanya meninggal dunia serta menyambung tali persaudaraan yang tidak sempat disambung kecuali dengan keduanya serta memuliakan sahabat mereka.“ (HR. Abu Daud)

Saya tegaskan kembali, ada lima cara birrul walidain setelah keduanya meninggal dunia:

  • Mendoakan untuk keduanya
  • Memohonkan ampun untuk keduanya
  • Melaksanakan janji-janji keduanya setelah keduanya meninggal dunia
  • Menyambung silaturrahim yang belum sempat disambung kecuali dengan keduanya
  • Memuliakan sahabat-sahabat mereka
  1. Berbuat baik kepada sahabat-sahabat istri setelah wafatnya.

Pernahkah terbersit di dalam hati para suami yang istrinya telah meninggal bahwa kawan-kawan istri adalah orang-orang yang harus diorangkan (baca: diperhatikan dan dimuliakan). Bahwa keberadaan mereka tidak sebagaimana orang pada umumnya, tetapi mereka adalah orang-orang yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Dan ketahuilah, tidak mungkin seorang suami bisa berbuat demikian kecuali jika dia sangat memualiakan istrinya semasa hidupnya sebagai hubungan timbal balik atas kesetiaan istri kepada suaminya.  Teladan besar dalam hal ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebutkan dalam sebuah riwayat,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ ، وَمَا رَأَيْتُهَا ، وَلَكِنْ كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُكْثِرُ ذِكْرَهَا ، وَرُبَّمَا ذَبَحَ الشَّاةَ ، ثُمَّ يُقَطِّعُهَا أَعْضَاءً ، ثُمَّ يَبْعَثُهَا فِى صَدَائِقِ خَدِيجَةَ ، فَرُبَّمَا قُلْتُ لَهُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِى الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلاَّ خَدِيجَةُ . فَيَقُولُ إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ ، وَكَانَ لِى مِنْهَا وَلَدٌ   (رواه البخارى و مسلم)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Aku tidak merasa cemburu terhadap salah seorang dari istri-istri Nabi seperti kecemburuanku kepada Khadijah, padahal aku sama sekali belum pernah melihatnya secara langsung. Tetapi Nabi seringkali menyebut-nyebutnya, dan seringkali beliau menyembelih kambing dan memotongnya menjadi beberapa bagian untuk selanjutnya dikirimkan kepada sahabat-sahabat baik Khadijah sehingga aku sering menyampaikan kepada beliau: Sepertinya di dunia ini tidak ada wanita lain selain Khadijah. Maka, beliaupun mengatakan: “Sesungguhnya Khadijah itu begini dan begitu dan dengannya aku dikaruniai anak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَإِنْ كَانَ لَيَذْبَحُ الشَّاةَ فَيُهْدِى فِى خَلاَئِلِهَا مِنْهَا مَا يَسَعُهُنَّ (رواه البخارى)

“Jika beliau menyembelih kambing, maka beliau memberikan kepada teman-teman dekat Khadijah yang mencukupi mereka.” (HR. Bukhari)

Disebutkan dalam kitab Riyadhus Shalihin, ada sebuah riwayat,

كَانَ إِذَا ذبح الشاة، يقولُ : أَرْسِلُوا بِهَا إِلَى أصْدِقَاءِ خَديجَةَ

Jika beliau menyembelih kambing, maka beliau bersabda: “Kirimkanlah kepada teman-teman dekat Khadijah.”

Dalam riwayat lain disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتِ اسْتَأْذَنَتْ هَالَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ أُخْتُ خَدِيجَةَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم – ، فَعَرَفَ اسْتِئْذَانَ خَدِيجَةَ فَارْتَاعَ لِذَلِكَ ، فَقَالَ : اللَّهُمَّ هَالَةَ (رواه البخاى و مسلم)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Ia berkata: Halah binti Khuwailid saudara perempuan Khadijah pernah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau teringat cara Khadijah meminta izin, maka beliaupun terharu dan bersabda: “Ya Allah, ini adalah Halah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari dan Musljm)

                Dari Hadits-Hadits tersebut di atas, paling tidak ada dua poin penting:

  • Apakah Anda suami yang menyayangi istri? Dia telah berjuang melahirkan putra-putri Anda, dengan alasan inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyayagi Khadijah.
  • Apakah Anda istri yang setia dan peka terhadap keberadaan suami sebagai pemimpin dan pelindung? Sehingga suami Anda sangat terkesan dengan Anda dan tidak bisa melupakan kebaikan Anda hingga dampak positifnya “menular” ke kawan-kawan Anda ketika Anda telah meninggal dunia. Renungkanlah!!
  1. Berbuat baik kepada orang-orang yang memuliakan Nabi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam haruslah dimuliakan. Beliau harus kita cintai melebihi cinta kita kepada diri kita sendiri. Mencintainya adalah keimanan dan membencinya adalah kekufuran.  Sebagaimana sudah disebutkan di atas bahwa merupakan bentuk birrul walidain adalah menyambung hubungan dengan teman-teman orang tua sepeninggal mereka, maka demikian halnya di antara bentuk mencintai Rasulullah adalah mencintai orang-orang yang mencintai beliau. Mereka tidak lain adalah para Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Jangankan kita terhadap para Sahabat yang telah mendapatkan legitimasi dari Allah “radhiyallahu ‘anhum” (lihat Q.S. At-Taubah:100), sementara sesama para Sahabat sendiri mereka saling memuliakan. Disebutkan dalam riwayat,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِىِّ فِى سَفَرٍ فَكَانَ يَخْدُمُنِى فَقُلْتُ لَهُ لاَ تَفْعَلْ. فَقَالَ إِنِّى قَدْ رَأَيْتُ الأَنْصَارَ تَصْنَعُ بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- شَيْئًا آلَيْتُ أَنْ لاَ أَصْحَبَ أَحَدًا مِنْهُمْ إِلاَّ خَدَمْتُهُ (رواه مسلم)

Dari Anas bin Malik, dia bercerita: “Aku pergi bersama Jarir bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu dalam satu perjalanan. Dia selalu melayaniku. Aku katakan kepadanya: ‘Jangan kau lakukan itu’. Dia menjawab: ‘Sesungguhnya aku melihat Sahabat Anshar selalu berkhidmah kepada Rasulullah dalam melakukan sesuatu, lalu aku bersumpah dalam diriku untuk tidak berteman dengan orang Anshar melainkan aku harus berkhidmah kepadanya.’” (HR. Muslim)

Di antara cara mencintai dan memuliakan Sahabat adalah tidak berbicara tentang mereka kecuali dengan kebaikan,  senang mengkaji sirahnya (biografi), mengucapkan “radhiyallahu ‘anhum” ketika mendengar nama mereka disebut, memberi nama putra-putri kita dengan nama-nama mereka. Ali bin Abi Tholib setelah Hasan dan Husain menamai anak-anaknya dengan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ummu Kultsum. Dia menamai anak-anaknya dengan nama-nama Sahabat. Bagaimana dengan kita?

                Sebagian pemuda muslim mengklaim mencintai Sahabat tetapi malas membaca sirah mereka, tidak sebagaimana ketika membaca biografi artis, bintang bola, tokoh idolanya, dan lain-lain yang mereka lakukan dengan penuh semangat. Mereka lebih senang menamai putra-putrinya dengan nama-nama artis dibandingkan dengan nama-nama Sahabat. Mereka lebih bangga dengan tren gaya hidup ala barat daripada gaya hidup ala Sahabat. Mana bukti cinta kalian???!!!

                Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ (رواه البخارى و مسلم)

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian mencela Sahabatku. Jika salah seorang diantara kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud niscaya (nilainya) tidak akan menyamai infak seseorang dari mereka yang hanya satu mud atau setengahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu, bagaimana dengan Syiah yang mengkafirkan para Sahabat. Apakah Anda masih ragu-ragu akan kafirnya Syiah?

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)

Majalah Bulan Maret, 2017 Edisi 54