Suatu hari ba’da magrib, saya berkesempatan mengadakan pelatihan sifat shalat nabi. Di sela-sela acara tersebut saya sebutkan kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi dalam shalat dan menasehati mereka agar beralih kepada tata cara yang sunnah (berdasarkan contoh dari Nabi). Kemudian secara tiba-tiba ada satu orang berdiri dengan mata melotot. suara tinggi danı marah-marah sambil menunjuk-nunjuk ke arah saya Jangan merasa benar sendiri yach…. kami juga mengikuti Nabi…..” Dan….. Saya lupa apa saja yang dikatakan intinya dia tidak mau diluruskan, tidak mau dinasehati Sungguh mengejutkan. terus terang saya merasa takut apa lagi cuaca di luar gelap dan hujan deras Saya bergumam dalam hati sekaligus berdoa “Ya Allah…. diplototin dan dibentak bentak gak mengapa asalkan pulangnya jangan dibacok…. Ya Allah jagalah aku.” Demikianlah… Padahal nasehat itu mahal dan berharga, tetapi sering kali orang tidak menyukainya.
Saya dipersilahkan maju ke depan menjadi imam di surau desa. Saya lupa. dzuhur atau ashar, yang jelas antara keduanya Sebelum memulai shalat saya menghadap para jamaah untuk merapatkan dan meluruskan shaff. Mereka pun bergeser mengatur dirinya masing-masing meskipun tampaknya agak terpaksa, dan tidak berlapang dada. Tapi saya masih bersyukur meskipun agak terpaksa mereka melakukan intruksi saya yang tidak lain adalah sunnah Nabi bahwa sebelum memulai shalat, shaff harus rapat dan lurus. Yang mengejutkan saya adalah ada seorang pemuda memandangi saya dengan roman marah dan menentang dan sedikitpun tidak mau bergeser dari tempatnya agar rapat dan lurus Saya pun membiarkannya karena memang tidak mungkin memaksanya. Tidak berhenti di sini setelah selesai shalat dia berkomentar, “mau shalat koq baris-berbaris dulu kayak militer aja….” Demikianlah…. Padahal nasehat itu mahal dan berharga tetapi sering kali orang tidak menyukainya
Tidak jarang saya melihat orang tua mendengarkan dengan seksama petuah dan nasehat dari orang yang lebih muda. Mereka tidak menghiraukan dirinya yang lebih tua, atau lebih kaya, atau lebih populer atau kelebihan-kelebihan yang lainnya. Inilah yang seharusnya, orang yang memandang pentingnya nasehat niscaya akan mengabaikan segala macam atribut dunia.
Mahal dan berharga tapi tidak disuka, apa itu? Yang saya maksud adalah nasehat. Seringkali orang tidak terima ketika dirinya dinasehati. Bahkan marah-marah. Padahal dampak baiknya akan kembali kepada dirinya. Kenapa demikian? Karena kecenderungan orang lebih suka menasehati daripada dinasehati. Lebih suka menggurui daripada digurui. Lebih suka menegur daripada ditegur. Ini suatu kelemahan dan hal semacam ini perlu dibenahi. Karena di dalam masalah dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar atau nasehat atau wasiat yang merupakan kewajiban setiap muslim, Al-Qur’an menyebutnya dengan wazan/pola ” تفاعل “ yang berfungsi للمشاركة بين اثنين” ” (untuk menunjukkan makna “ saling”). Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ -العصر: 3
“Dan SALING berwasiatlah kalian dengan haq” (QS. Al-‘Ashr: 3). Kata “saling” menunjukkan ada dua pihak, ada yang menasehati dan dinasehati, menegur dan ditegur, meluruskan dan diluruskan , ada yang mengingatkan dan diingatkan dan seterusnya. Jadi, ada dua arah, tidak mungkin dari satu arah saja.
Oleh karena itu, seandainya ada orang yang marah-marah ketika dinasehati maka berarti dia belum memenuhi kewajibannya sebagai muslim. Semestinya dia berpikir, bukankah ketika ada seseorang sedang mengendarai sepeda motor dan standarnya masih terjulur ke bawah lalu ada orang berteriak “Pak….standarnya….”, dia akan sangat berterimakasih???? Jelas, dia pasti akan berterimakasih meskipun cara mengingatkannya dengan cara tidak lembut dan tidak santun. Mengapa? Karena yang demikian itu akan menghindarkannya dari bahaya. Nah, itu kan bahaya “duniawi”. Lalu bagaimana dengan bahaya “ukhrawi”. Tentu lebih dahsyat dan tak terbayangkan ngerinya. Jadi, sudah selayaknya dia harus senang dan berterimakasih ketika ditegur dan diluruskan karena akan menyelamatkannya dari bahaya “ukhrowi”.
Apa materi nasehat? Tidak lain adalah ilmu. Apa itu ilmu? Ilmu adalah “قال الله وقال الرسول ” (apa yang Allah firmankan dan apa yang Nabi shallallahu `alaihi wa sallam sabdakan). Perkataan siapapun harus dirujuk kepada keduanya. Kalau sesuai maka itulah ilmu, kalau tidak sesuai maka ia bukan ilmu meskipun yang mengatakan seorang Doctor atau Professor. Jangankan Doctor atau Professor, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khottob saja dua orang terbaik dari umat ini tidak boleh dipertentangkan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : تَمَتَّعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ : نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ عَنِ الْمُتْعَةِ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : مَا يَقُولُ عُرَيَّةُ ؟ قَالَ : يَقُولُ : نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ عَنِ الْمُتْعَةِ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : أُرَاهُمْ سَيَهْلِكُونَ أَقُولُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَيَقُولُ : نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ – مسند أحمد
“Dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Nabi shallallahu `alaihi wa sallam berhaji tamattu’ , lalu Urwah bin Az-Zubair berkata, “Abu Bakar dan Umar melarang tamattu’”. Ibnu Abbas menimpali perkataannya, أُرَاهُم سَيَهْلَكُوْنَ، أَقُوْلُ قَالَ النَّبِيُّ وَيَقُوْلُوْنَ: نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَ عُمَرُ “Aku melihat mereka akan binasa, aku menyampaikan kepada mereka “Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda demikian”, namun mereka berkata “Abu Bakar dan Umar melarang.” (Musnad Imam Ahmad)
Nasehat untuk siapa saja? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ « الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ) صحيح مسلم(
Agama adalah nasihat”. Kami bertanya: “Bagi siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: “Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum muslim dan bagi kaum muslim secara umum.” (Shahih Muslim)
Nasehat bagi Allah ‘Azza wa Jalla?
Yang dimaksud adalah menyadarkan kaum muslimin akan hak-hak Allah ‘Azza wa Jalla. Artinya kaum muslimin memiliki kewajiban terhadap-Nya. Di antaranya adalah mengimani Rububiyah-Nya, uluhiyah dan Asma wa shifat-Nya. Nasehat bagi Allah dalam aspek rububiyyah adalah manusia meyakini bahwa Dia-lah satu-satunya Dzat yang menciptakan alam semesta ini. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi, sebaliknya apa yang tidak Dia kehendaki tidak mungkin terjadi. Dia memutuskan dan berbuat sekehendak-Nya. Nasehat bagi Allah dalam aspek uluhiyah adalah manusia harus menghambakan diri dengan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Nasehat bagi Allah dalam aspek Asma wa shifat-Nya adalah kita harus meyakini bahwa Dia memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tidak ada bandingannya. Dia memiliki sifat-sifat yang Dia tetapkan untuk diri-Nya seperti: istiwa’ ‘alal ‘arsy, dua Tangan, Turun ke langit dunia, bergembira dan lain-lain. Setiap nama-Nya juga mengandung makna yang otomatis merupakan sifat-Nya, dan inilah yang dimaksud al-asma’ul husna.
Nasehat bagi kitab-Nya?
Di antara nasehat bagi Kitab-Nya adalah mengingatkan kaum muslimin bahwa kita harus mengimani Al-Qur’an sebagai kalamullah bukan makhluk. Apa yang Allah perintahkan di dalamnya harus diamalkan, sebaliknya apa yang dilarang harus ditinggalkan. Mempercayai berita-berita yang terkandung di dalamnya dan tidak meragukannya. Memperbanyak membacanya dan men-tadabburi-nya. Menghapalnya, karena derajat di Surga tergantung ayat yang dihapal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم: يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا – سنن أبى داود
“Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: ‘Bacalah dan teruslah naik, bacalah dengan tartil seperti kamu membacanya ketika di dunia. Sesungguhnya tempatmu adalah di akhir ayat yang kamu baca.”(Sunan Abu Daud)
Nasehat bagi Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam?
Di antara nasehat bagi Rasul shallallahu `alaihi wa sallam adalah sesama kaum muslimin harus saling menasehati dan mengingatkan akan kewajiban mereka untuk mentaati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mempercayai seluruh berita yang disampaikan baik yang sudah terjadi atau yang belum. Tidak menyembah Allah kecuali dengan syariat yang telah beliau contohkan dan ajarkan. Meyakini beliau sebagai Nabi terakhir, tidak ada nabi lagi setelahnya. Berbeda dengan Rasul-Rasul sebelumnya yang hanya diutus untuk kaumnya saja, beliau diutus untuk seluruh kaum manusia di muka bumi. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107)
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya’: 107)
Beliau harus kita cintai – karena perintah Allah- dengan kadar melebihi cinta kita kepada orang tua, anak kita bahkan terhadap diri kita sendiri. Beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ (صحيح البخارى)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada ayahnya dan anaknya” (Shahihul Bukhari)
Nasehat bagi para pemimpin kaum muslim?
Maksudnya adalah mengarahkan kaum muslimin agar menempatkan para pemimpin/pemerintah sesuai dengan hak-haknya yang telah Allah berikan kepada mereka. Di antara hak-hak mereka adalah keharusan mentaati mereka di dalam hal-hal yang ma’ruf, merapat kepada mereka di dalam perkara-perkara kebaikan dan apa saja yang diketahui tidak ada kemaksiatan di dalamnya. Wajib menasehati mereka dengan cara yang baik. Ibnu Rajab membahas tentang ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan ketika menasehati pemimpin atau penguasa. Di antaranya adalah rahasia, artinya tidak ada yang mengetahui kecuali antara dua pihak saja (penguasa dan pemberi nasehat). Oleh karena itu pihak yang memberi nasehat tidak boleh membeberkan kepada khalayak apa yang telah dilakukannya. Karena hal itu bisa berdampak buruk bagi si penguasa. Juga termasuk nasehat bagi pemimpin adalah tidak diperbolehkan melawan mereka dengan kekerasan, demonstrasi, kudeta dan semacamnya. Allah ‘Azza wa Jalla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا -النساء: 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri (pemimpin) di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa:59)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِى فَقَدْ أَطَاعَنِى ، وَمَنْ عَصَى أَمِيرِى فَقَدْ عَصَانِى -رواه البخارى ومسلم
“Barangsiapa taat kepadaku, maka ia telah mentaati Allah. Barangsiapa bermaksiat kepadaku, maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa mentaati amir (pemimpin), maka ia telah mentaatiku. Dan barangsiapa bermaksiat kepada amir, maka ia telah bermaksiat kepadaku” (HR. Bukhari dan Muslim)
حديث حذيفة بن اليمان : عن النبي صلى الله عليه و سلم في أخباره عن أئمة لا يهتدون بهديه و لا يستنون بسنته قال : تسمع و تطيع للأمير فإن ضرب ظهرك و أخذ مالك فاسمع و أطع -شعب الإيمان
“Hadits Hudzaifah bin al-Yaman, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam masalah para imam/pemimpin yang tidak berjalan dengan petunjuk beliau dan tidak melakukan sunnah (ajaran) beliau. Beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Dengarkanlah dan taatilah pemimpin, meski punggungmu dipukul dan hartamu diambil, maka dengarkanlah dan taatilah” (Syu’abul Iman)
Nasihat bagi kaum muslimin secara umum?
Yang dimaksud adalah menasehati kaum muslimin agar sesama mereka saling memperhatikan perkara-perkara yang bisa menghantarkan mereka pada kebaikan dunia dan Akherat. Di antaranya saling menyayangi, saling membantu, menolong, menghormati, melengkapi di dalam semua urusan dunia dan Akherat dan juga saling memenuhi hak kewajibannya. Sehingga mereka bisa mendapatkan kedamaian hidup di dunia yang akan berlanjut di Akherat nanti, insyaAllah.
Semoga kita semua mendapatkan taufiq untuk saling menasehati dan dinasehati. Amin. Allahu A’lam
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan Juli, 2015 Edisi 37