- Jabriyyah, suatu paham yang memandang bahwa perbuatan manusia itu nisbi bukan hakiki. Manusia itu diibaratkan seperti wayang yang tidak punya kehendak dan tidak
bisa menciptakan perbuatan sendiri. Perbuatannya itu diciptakan oleh dalang. Demikian pula manusia, Perbuatannya itu diciptakan oleh Allah. Diantara dalil mereka adalah :
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ
“Bukanlah kamu (Muhammad) yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar” (QS. Al-Anfal:17)
Dalam ayat ini, Allah ‘Azza wa Jalla menyatakan bahwa Nabi tidak melempar
ketika beliau melempar. Tetapi Allah lah yang sesungguhnya melempar. Maka ayat ini menunjukkan bahwa manusia secara mutlak tidak bisa menciptakan perbuatannya sendiri. Dari ini lahirlah pemahaman bahwa suatu balasan bukanlah hasil dari suatu perbuatan, karena perbuatan manusia itu dipaksakan bukan perbuatannya sendiri. Mereka mendasarkan pemahaman ini kepada Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seseorang di antara kalian yang masuk Surga dengan amalannya. Mereka
bertanya” Tidak pula engkau ya Rasulullah? Beliau menjawab: Tidak pula saya, kecuali
jika Allah melimpahkan kepadaku rahmatdan karuniaNya” (Musnad Imam Ahmad)
- Qodariyyah, ia kebalikan Jabriyyah yaitu suatu paham yang memandang bahwa
manusia menciptakan perbuatannya sendiri secara mutlak dan tidak terkait
sedikitpun dengan kehendak dan perbuatan Allah ‘Azza wa Jalla. Diantara
dalilnya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:
فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ
“Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik” (QS. Al-Mukminum:14)
Dari ayat ini, Allah mensifati diriNya dengan “Ahsanul Kholiqin” yaitu Pencipta yang paling baik. Kekufuran dan kemaksiatan tidak termasuk ciptaan yang baik. Maka Allah tidak menciptakan kekufuran dan kemaksiatan. Karena keduanya adalah kejelekan. Sementara perbuatan manusia tidak lepas dari kekufuran dan kemaksiatan, ini menunjukkan bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri tidak terkait dengan kehendak dan perbuatan Allah. Jadi, suatu balasan itu tidak lain adalah hasil dari suatu perbuatan manusia, seperti orang yang bekerja lalu mendapatkan upah atas pekerjaannya. Allah berfirman :
جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Sebagai balasan atas apa yang mereka telah kerjakan” (QS. As-Sajdah: 17)
وَتِلْكَ ٱلْجَنَّةُ ٱلَّتِىٓ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah Surga yang diwariskan kepadamu disebabkan amal perbuatan yang telah kamu kerjakan” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Jelaslah, Allah menyatakan dalam nash bahwa Surga itu diraih karena amalan manusia.
Judul buku : Memahami Takdir
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya