Solusi Investasi Akhirat Anda

Husnul Khuluq

A. PEMBAGIAN KHUSNUL KHULUQ

Husnul Khuluq artinya akhlak yang baik. Ia terbagi menjadi dua:

  1. Husnul khuluq kepada Allah dan
  2. Husnul khuluq kepada sesama manusia.
  1. Husnul Khuluq Kepada Allah

 

Berakhlak mulia kepada Allah mencakup tiga (3) perkara:

  1. Mempercayai seluruh pemberitaan-Nya. Baik yang sudah terjadi atau yang belum terjadi.
  2. Menerima seluruh syariat-Nya secara totalitas.
  3. Meridhoi seluruh ketetapan-ketetapan-Nya yang tidak menyenangkan kita.

a.1  Mempercayai seluruh pemberitaan-Nya. Baik yang sudah terjadi atau yang belum terjadi.

□ Yang sudah terjadi: berita tentang dihancurkannya ummat-ummat penentang para Rasul. Seperti: kaum ‘Ad, kaum Tsamud, Ashabul Aikah, Ashabul Hijr, penciptaan langit dan bumi dalam enam hari, dihancurkannya Fir’aun dan pengikutnya, dibenamkannya Qorun dan hartanya ke dalam bumi, permintaan iblis untuk dipanjangkan umur hingga hari Kiamat dan lain-lain.

□ Yang belum terjadi: berita tentang akan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj dari benteng yang sangat kokoh, fitnah terbesar Dajjal, terbitnya matahari dari Barat menjelang hari Kiamat,  dihancurnya alam semesta ini pada hari Kiamat, Tingginya nikmat Surga, dahsyatnya siksa Neraka dan lain-lain.

b.1  Menerima seluruh syariat-Nya secara totalitas

Allah ﷻ berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا -النساء:65

“ Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan sehingga mereka tidak ada rasa kebencian di dalam hati mereka terhadap keputusan yang engkau berikan, dan mereka menerima sepenuhnya ” (Qs. An-Nisa:65)

Apapun ketetapan Allah yang disampaikan melalui Rasul-Nya, maka muslim yang berakhlak mulia akan segera merespon dengan SAMI’NA WA ATHO’NA. Ia tidak memilah-memilih syariat yang sesuai dengan kehendaknya. Tetapi ia menerima keseluruhannya dengan “legowo” karena kehendak dirinya telah ditundukkan di bawah kehendak-Nya. Disebutkan di dalam Hadits,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ- شرح السنة للبغوي

“Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: Tidaklah beriman seseorang di antara kalian hingga hawa (kehendak)nya mengikuti apa yang saya bawa” (Syarhussunnah lil Baghowy)

Setelah kita memahami penjelasan di atas, mari kita lihat fenomena-fenomena berikut ini:

√√ Bagaimanakah dengan orang yang mencari-cari dalih untuk membenarkan praktik ribawi?

√√ Bagaimanakah dengan wanita yang tidak terima bagian warisannya separo dari lelaki?

√√ Bagaimanakah dengan lelaki yang mencukur jenggotnya padahal telah mengetahui tentang keharamnnya?

√√ Bagaimanakah dengan orang yang mendengarkan musik padahal telah mengetahui tentang keharamannya?

√√ Bagaimanakah dengan lelaki yang tidak shalat berjamaah di masjid padahal telah mengetahui ancaman dari Nabi ﷺ bagi yang meninggalkannya?

√√ Bagaimanakah dengan orang yang tidak berhenti dari bid’ah padahal telah mengetahui konsekuensi syahadat “wa asyhadu anna Muhammada-r- Rasulullah”.

√√ Bagaimanakah dengan wanita yang menghalang-halangi suaminya yang sholeh untuk berpoligami? Dan lain-lain.

Apakah mereka berakhlak mulia???

c.1  Meridhoi seluruh ketetapan-ketetapan-Nya yang tidak menyenangkan kita

Bagaimana ukuran seseorang itu ridho dengan taqdir Allah yang tidak menyenangkan seperti; sakit, miskin, rugi, kehilangan, bangkrut, kecelakaan, kematian, dan lain-lain? Ketika seseorang ber-istirja’ (mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un), bisa bersabar dengan tidak stress, tidak niyahah lalu  meminta kepada Allah agar mushibah yang menimpanya mendatangkan pahala yang berlipat ganda dan menghapus dosa, meminta ganti kepada Allah dengan ganti yang lebih baik dan menyadari bahwa semuanya telah digariskan oleh Allah untuk suatu hikmah. Inilah ukuran bahwa seseorang ridho dengan takdir Allah. Dan inilah akhlak mulia.

Dzikir dan doa yang bisa dibaca agar hati “plong dan legowo” dengan takdir-Nya:

  • قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

“ Allah telah mentakdirkan dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi

Hal ini berdasarkan Hadits,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم:  الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ  -صحيح مسلم

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Pada masing-masing ada kebaikan. Berbuatlah dengan semangat terhadap apa saja yang bermanfaat bagi Anda, minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Jika Anda ditimpa sesuatu maka janganlah mengatakan “seandainya aku berbuat begini dan begini niscaya begini dan begini”. Akan teapi ucapkanlah:

 قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ,

karena sesungguhnya ucapan “seandainya” membuka amalan syetan. (Sunan Muslim)

  • إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا

“ Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah berilah aku pahala atas musibah ini dan gantilah untukku  yang lebih baik darinya ”

Hal ini berdasarkan Hadits,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا -صحيح مسلم

“ Dari Ummu Salamah, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan sebagaimana yang Allah perintahkan “

“إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا”

“ Melainkan Allah akan menggantikan untuknya yang lebih baik darinya “ (Shahih Muslim)

 

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى ، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

“ Sesungguhnya milik Allah lah apa yang Dia ambil, milik-Nya lah apa yang Dia beri, segala sesuatu di sisi-Nya telah ditetapkan ajalnya maka bersabarlah dan berharaplah pahala “

 

Hal ini berdasarkan Hadits Bukhari dan Muslim,

عَنْ أَبِى عُثْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِى أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ – رضى الله عنهما – قَالَ أَرْسَلَتِ ابْنَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِلَيْهِ إِنَّ ابْنًا لِى قُبِضَ فَائْتِنَا . فَأَرْسَلَ يُقْرِئُ السَّلاَمَ وَيَقُولُ : إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى ، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ -رواه البخارى و مسلم

“ Dari Abu ‘Utsman, ia berkata: Usamah bin Zaid radhiyallahu `anhu memberitahukanku: Seorang putri Nabi ﷺ mengutus seseorang untuk menyampaikan kepada beliau shallallahu ‘alihi wa sallam “putraku meninggal dunia maka datanglah kemari. Beliau pun menyampaikan salam untuknya (putrinya) dan berpesan:

 إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى ، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ”

 

  1. Husnul khuluq Kepada Sesama Manusia.

Husnul khuluq atau akhlak yang mulia sesama manusia biasanya orang Jawa menyebutnya Budi Pekerti. Ia meliputi tiga perkara:

  1. كف الأذى (menahan diri dari menyakiti orang lain)
  2. بذل الندى (mengerahkan segenap potensi untuk kemaslahatan orang lain)
  3. طلاقة الوجه (berwajah murah senyum)

Akhlak yang mulia itu adakalanya sudah merupakan anugerah dari Allah, di mana seseorang diberi anugerah oleh Allah potensi suatu akhlak tertentu sehingga orang tersebut tinggal meningkatkan dan menguatkannya. Adakalanya tidak merupakan anugerah, di mana seseorang tidak mendapatkan potensi suatu akhlak tertentu sehingga dia harus menumbuhkannya sendiri. Disebutkan di dalam Hadits,

قَالَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ ». قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمِ اللَّهُ جَبَلَنِى عَلَيْهِمَا قَالَ « بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا ». قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَبَلَنِى عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ  -سنن أبى داود

“ Nabi ﷺ bersabda kepada Asyaj Abdul Qoys: Sesungguhnya pada dirimu benar-benar terdapat dua perangai yang Allah mencintai keduanya, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa. Dia bertanya: Ya Rasulullah apakah saya yang mengupayakan untuk berakhlak dengan keduanya ataukah keduanya telah Allah anugerahkan pada saya. Beliau shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: Allah telah menganugerahkan keduanya pada dirimu. Lalu dia berucap: Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan pada diriku dua perangai yang Allah dan Rasul-Nya mencintai keduanya(Sunan Abu Dawud)

Hunul khuluq sesama manusia inilah yang dimaksud dengan akhlak ketika disebutkan secara mutlak

B. KEUATAMAAN AKHLAK YANG MULIA 

Disebutkan di dalam riwayat,

عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الأَنْصَارِىِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ « الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ » -صحيح مسلم

“ Dari Nawas bin Sam’an Al-Anshory. Dia berkata:  Saya bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kebaikan dan dosa. Beliau menjawab: “Kebaikan adalah baiknya akhlak, dan dosa adalah sesuatu yang bergejolak di dalam dada kamu, dan kamu tidak menginginkan ada orang yang mengetahuinya ” (Shahih Muslim)

Apakah demikian pengertian kebaikan dan dosa? Tentu bukan. Di sini Nabi ﷺ tidak menjawab dengan definisi melainkan dengan contoh. Kebaikan sangatlah banyak jenis macam dan rupanya. Di antara kebaikan yang sangat banyak itu Nabi ﷺ menyebut baiknya akhlak. Ini menunjukkan akhlak yang baik posisinya sangatlah diperhatikan di dalam Islam.

Disebutkan di dalam riwayat Abdullah Ibnu Amr, Rasulullah ﷺ bersabda:

  إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا – رواه البخارى و مسلم

“ Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Saya mencoba memahami Hadits ini dengan tadabbur saya pribadi. Kalau salah saya memohon ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kenapa orang yang paling baik bukan orang yang paling baik aqidahnya? Bukankah aqidah itu landasan semua amalan untuk diterima dan tidaknya? Kenapa orang yang paling baik bukan orang yang paling baik peribadahannya? Bukankah tujuan manusia diciptakan itu untuk ibadah? Kenapa malah yang disebutkan oleh beliau orang yang paling baik adalah orang yang paling baik akhlaknya?

Di dalam menjalani kehidupan beragama, manusia tidak lepas dari tiga perkara; aqidah, ibadah dan akhlak. Saya menggambarkan tiga perkara tersebut bagaikan rumah kita yang terdiri dari:

  1. Pondasi
  2. Dinding, pintu, jendela, atap, dan apapun yang dibangun di atas pondasi
  3. Tata ruang, taman, aquarium, pemilihan warna, penempatan perabot dan semacamnya yang merupakan faktor keindahan.

Nah, pondasi itu gambaran dari aqidah. Dinding, pintu, jendela, dan atap adalah ibadah. Tata ruang, taman, aquarium, pemilihan warna, penempatan perabot adalah akhlak. Perhatikanlah!  Tata ruang, taman, pemilihan warna dan semacamnya menjadi tidak berarti jika pondasi, dinding, pintu, atap dan semacamnya bermasalah. Jika semuanya tidak ada masalah maka tata ruang, taman, pemilihan warna benar-benar merupakan penyempurna rumah kediaman yang penghuninya akan sangat betah di dalamnya.

Penghuni rumah tidak akan betah jika kondisi rumah berantakan tidak indah meskipun pondasi, dinding, pintu, jendela dan lainnya kokoh.

Demikianlah di dalam kehidupan beragama. Setelah aqidah dan ibadah kokoh dan baik, maka seorang muslim dituntut untuk berhias dengan akhlak. Jadi, maksud sabda Nabi ﷺ bahwa sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya adalah secara otomatis setelah aqidah dan ibadahnya tidak bermasalah. Allahu A’lam.

Oleh karena itu Nabi ﷺ bersabda,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ   رواه الترمذى

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika melamar kepada kalian orang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang nyata” (HR. At-Tirmidzi)

Ini menunjukkan setelah aqidah dan ibadah, maka akhlak tidak boleh terlewatkan. Seseorang tidak diperbolehkan hanya baik aqidah dan ibadahnya

a. Akhlak adalah penyebab terbanyak yang memasukkan seseorang ke dalam Surga

Disebutkan di dalam riwayat,

عن أبي هريرة قال : سئل رسول الله صلى الله عليه و سلم : ما أكثر ما يلج به الناس الجنة قال : تقوى الله و حسن الخلق  -رواه الترمذى

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ ditanya apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam Surga? Beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan Akhlak yang mulia” (HR. At-tirmidzi)

Mari kita perhatikan informasi-informasi dari Nabi ﷺ!

Bukankah orang terhambat masuk Surga karena memutuskan silaturrahim.

Bukankah orang mati syahid terhambat masuk Surga karena hutang yang belum dibayar

Bukankah Surga anak di bawah kaki Ibu? Dia akan terkendala hingga memperbaiki birrul walidain

Bukankah Ahli shalat dan puasa terkendala masuk Surga karena buruk kepada tetangga

Bukankah istri yang taat kepada suami yang dipersilahkan memasuki Surga melalui pintu yang dikehandakinya?

Bukankah seseorang diampuni Allah dan dimasukkan ke dalam Surga karena menyingkirkan ranting pohon yang mengganggu di jalan?

b. Mukmin yang paling sermpurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya

Disebutkan di dalam riwayat,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا  -رواه أبو داود و الترمذى

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”  (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Saya memahami Hadits ini sebagaimana saya terangkan di atas bahwa hal ini sudah barang tentu tidak melewatkan sisi aqidah dan ibadah.

c. Orang yang berakhlak mulia bisa menyamai derajat ahli shalat dan puasa

Disebutkan di dalam Hadits,

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها اللَّهُ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ :إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ  – نن أبى داود

Dari Aisyah radhiyallahu `anha, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah ﷺbersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlanya yang baik menyamai derajat ahli puasa dan ahli shalat.” (Sunan Abu Daud)

Disebutkan di dalam kitab Aunul Ma’bud  (Maktabah Syamilah), orang ahli puasa dan shalat malam adalah dua macam orang yang senantiasa berupaya keras melawan kenyamanan kondisi. Nah, orang yang berakhlak mulia disamakan dengan keduanya karena adanya kesamaan dari sisi upaya kerasnya di mana dia senantiasa berupaya keras dengan sebaik-baiknya sikap dan prilaku setiap kali bergaul dengan manusia.

d. Orang yang berakhlak mulia dijamin dengan Surga paling tinggi.

Disebutkan di dalam Hadits,

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ – سنن أبى داود

“ Nabi ﷺ bersabda: Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya.” (HR. Abu Dawud)

Allahu Akbar, orang yang membaguskan akhlak dijamin Nabi ﷺ dengan rumah di Surga tertinggi. Ini menunjukkan betapa akhlak yang mulia memiliki kedudukan tinggi di dalam Islam 

e. Posisi orang yang berakhlak mulia paling dicintai dan paling dekat dengan Nabi ﷺ di Hari Kiamat

Disebutkan di dalam Hadits,

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَىَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ « الْمُتَكَبِّرُونَ » -سنن الترمذى

“ Dari Jabir bin Abdillah -raḍiyallāhu ‘anhu- secara marfū’, (Nabi ﷺ bersabda), “Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang sombong “ (Sunan At-Tirmidzi)

Adakah yang tidak mau menjadi orang yang paling dicintai dan paling dekat posisinya dengan Nabi ﷺ pada hari Kiamat. Ayo! Senantiasi memperbaiki akhlak kita

A. SEKILAS TENTANG AKHLAK NABI ﷺ

Rasulullah ﷺ adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Disebutkan di dalam Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا – صحيح مسلم

“ Rasulullah ﷺ adalah manusia yang paling baik akhlaknya “ (Shahih Muslim)

Anas radhiyallahu ‘anhu menuturkan demikian karena saking terkesan dengan akhlak beliau. Di antaranya  dia menyaksikan sendiri: Ketika sedang berada di rumah Anas, beliau ﷺ menghendaki shalat. Beliau pun meminta hamparan terbuat dari pelepah kurma yang berada di bawah beliau disapu dan diciprati dengan air. Lalu beliau mengimami Anas dan keluarganya.

Anas radhiyallahu ‘anhu juga menuturkan,

مَا مَسِسْتُ دِيبَاجاً وَلاَ حَرِيراً ألْيَنَ مِنْ كَفِّ رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَلاَ شَمَمْتُ رَائِحَةً قَطُّ أطْيَبَ مِنْ رَائِحَةِ رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَلَقَدْ خدمتُ رسول اللهِ – صلى الله عليه وسلم – عَشْرَ سنين ، فما قَالَ لي قَطُّ : أُفٍّ، وَلاَ قَالَ لِشَيءٍ فَعَلْتُهُ : لِمَ فَعَلْتَه ؟ وَلاَ لشَيءٍ لَمْ أفعله : ألاَ فَعَلْتَ كَذا ؟ -رواه البخارى

Aku tidak pernah menyentuh segala jenis sutera yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah ﷺ dan aku sama sekali tidak pernah mencium aroma yang lebih harum dari aroma Rasulullah ﷺ. Sungguh aku telah membantu Rasulullah ﷺ selama sepuluh tahun. Beliau ﷺ tidak pernah mengatakan kepadaku sama sekali “Ah”. Tidak pula mengatakan terhadap Sesuatu yang telah aku kerjakan, “Seperti apa kamu mengerjakannya?” Tidak pula mengatakan terhadap sesuatu yang aku belum mengerjakannya, “Kenapa belum kamu kerjakan? ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ  -القلم: 4

“ Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar di atas akhlak yang agung “  (QS. Al-Qolam)

Disebutkan di dalam Tafsir As-Sa’di, saya terjemahkan secara bebas kurang lebihnya bahwa Nabi ﷺ menjadi  tinggi derajatnya karena akhlak mulia yang Allah anugerahkan kepadanya. Akhlak yang agung “ خُلُقٍ عَظِيمٍ “ ditafsirkan ‘Aisyah: “Akhlak beliau adalah al-Qur’an”. Yang demikian itu sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ -الأعراف:199

“ Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh “  (QS. Al-A’rof:199)

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ – أل عمران :159

“ Maka berkat rahmat dari Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah-lembut terhadap mereka(QS. Ali Imron:159)

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيُصُ عَلَيْكُم بِالمْؤُمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ – التوبة:128

“ Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri berat rasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang kepada orang-orang yang beriman “  (QS. At-Taubah)

Dan ayat-ayat lainnya yang menjelaskan tentang akhlak mulia beliau. Tentang ayat-ayat yang mengarahkan kepada akhlak mulia, maka beliau ﷺ memiliki akhlak-akhlak tersebut dengan kadar tertinggi dan sempurna. Beliau orangnya lembut.  dekat dengan siapapun. Senantiasa menghadiri undangan orang yang mengundangnya. Memenuhi hajat orang yang membutuhkannya, Meringankan beban hati orang yang bertanya; beliau tidak membatasi diri dan tidak menolak dengan mengecewakan. Jika para Sahabat menginginkan sesuatu dari beliau maka beliau bersikap “klop” dengan mereka.

Bahkan selama tidak ada udzur beliau berpartisipasi aktif terhadap progress suatu urusan yang beliau diminta untuk terlibat di dalamnya. Kalau ada urusan bersama, beliau senang bermsyawarah dan menerima ide yang terbaik, tidak memutuskan dari dirinya sendiri. Beliau mudah memaafkan orang yang berbuat salah. Tidaklah bermajlis (duduk-duduk) kecuali beliau bergaul dengan sikap yang terbaik. Beliau tidak bermuka masam. Tidak “mbulet” pembicaraannya. Tidak memotong pembicaraan orang yang keliru-keliru. Beliau benar-benar bergaul dengan manusia dengan sebaik-baiknya pergaulan. Beliau pun sangat bersabar di dalam bergaul dengan siapa pun. Sehingga siapapun yang bergaul dengan beliau pasti akan betah dan senantiasa merindukan kehadirannya [selesai]

Beliau ﷺ sangat menjaga perasaan orang lain. Disebutkan di dalam riwayat,

عَنِ الصَّعْبِ بْنِ جَثَّامَةَ قَالَ : أَهْدَيْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا عَقِيرًا وَحْشِيًّا بِوَدَّانَ ، أَوْ قَالَ : بِالأَبْوَاءِ ، قَالَ : فَرَدَّهُ عَلَيَّ ، فَلَمَّا رَأَى شِدَّةَ ذَلِكَ فِي وَجْهِي قَالَ : إِنَّا إِنَّمَا رَدَدْنَاهُ عَلَيْكَ لأَنَّا حُرُمٌ – مسند أحمد

“ Dari Sho’b bin Jatsamah, dia berkata: Aku memberi Nabi hadiah keledai liar di Waddan. Atau periwayat mengatakan di Abwa’. Lalu Nabi mengembalikannya kepadaku. Ketika beliau melihat perubahan pada wajahku karena yang demikian itu maka beliau menjelaskan: “Sesungguhnya aku mengembalikannya kepadamu karena aku sedang ihram ” (Musnad Ahmad)

Di dalam Hadits ini Nabi ﷺ langsung menjelaskan alasan mengembalikan hadiah. Setelah dijelaskan Sho’b pun mengerti dan tidak kecewa. Syaikh Utsaimin menjelaskan, orang yang sedang ihram tidak diperbolehkan makan binatang yang sengaja diburu untuknya.

Mungkin Anda pernah merasa tidak suka kalau disuruh menemui si Fulan. Karena Anda merasakan si Fulan tersebut “alot”, sulit, kaku, tidak mudah. Beliau ﷺ tidaklah demikian. Disebutkan di dalam sebuah riwayat,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رضى الله عنهما – قَالَ لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا – رواه البخارى و مسلم

“ Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi ﷺ tidaklah kasar dan tidak bertabiah kasar  “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Tentang Hadits ini Syaikh Utsaimin mengatakan, Nabi ﷺ itu orangnya lembut dan mudah. Tidak  kasar dan jauh dari perangai kasar

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita taufiq sehingga berkemampuan untuk terus memperbaiki akhlak kita hingga kita menjadi orang yang paling dicintai Nabi ﷺ dan paling dekat posisinya dengan beliau pada Hari Kiamat dengan Surga yang paling tinggi. Amin

B. AKHLAK PARA SAHABAT SECARA UMUM

Saya nukilkan akhlak para Sahabat secara umum dari kitab AKHLAQU –S-SALAFISH –SH-SHOLIH MIN KITAB TANBIHI-L- MUGHTARRIN karya Muhammad bin ‘Ulwi Al-Idrus cetakan tahun 1431 H/2010 M. Akhlak yang dimaksud di sini adalah akhlak keduanya; muamalah dengan Allah dan muamalah sesama manusia.

  1. Istiqomah di dalam bersandar kepada Al-Qur’an dan Hadits sebagai butuhnya orang yang terkena sengatan terik matahari kepada tempat yang teduh
  2. Menselaraskan setiap ucapan dan perbuatannya kepada Al-Qur’an dan Hadits dan ‘urf yang baik (yang tidak bertentangan dengan syariat)
  3. Senantiasa menyerahkan seluruh urusan dirinya, keluarganya dan orang-orang di sekitarnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla
  4. Senantiasa mengupayakan keikhlasan dalam berilmu dan beramal, karena khawatir untuk terjerumus ke dalam riya`
  5. Meng-hajr (memboikot) seseorang yang bolak-balik mendekati penguasa tanpa suatu keperluan yang mendesak atau suatu kemaslahatan ummat. (Hal ini bisa berpotensi menjadikannya sebagai penjilat, )
  6. Senantiasa mengantisipasi sifat nifak yang bisa terjadi pada setiap perbuatan baik yang tampak ataupun tersembunyi
  7. Bersabar atas kezhaliman penguasa
  8. Senantiasa menolong agama Allah dan murka jika syariat-Nya dilanggar.
  9. Sedikit tertawa dan tidak berbangga-banggaan dengan dunia
  10. Memandang kematian lebih baik daripada hidup tapi terus-menerus berkubang dengan dosa
  11. Terus-menerus mengingkatkan rasa khouf hingga akhir hayat
  12. Sangat takut terhadap adzab Allah atau suatu dosa yang seseorang terjerumus di dalamnya.
  13. Sangat menjaga kemuliaan kaum muslimin dan senantiasa berharap untuk kebaikan mereka
  14. Sabar atas perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh para istri terhadap diri mereka
  15. Tidak meminta suatu jabatan kepemimpinan
  16. Semangat untuk saling menasehati sesama kaum muslimin
  17. Berperilaku dengan adab yang baik kepada yunior apalagi kepada senior. Juga kepada budak (siapapun yang dipandang sebagai orang rendahan, Pent.)
  18. Istiqomah dalam menunaikan qiyamullail baik di musim dingin ataupun musim panas
  19. Tetap bergaul dengan orang-orang yang memusuhinya selama di tengah- tengah manusia secara umum dikenal sebagai orang baik
  20. Banyak bersyukur kepada Allah
  21. Komitmen dengan sunnah hingga ketika melamar wanita pun hanya melhat wajah dan kedua tangannya
  22. Berprilaku dengan sebaik-baiknya adab kepada siapapun yang pernah mengajari mereka ayat atau surat Al-Qur’an ketika mereka masih kecil
  23. Di dalam peribadahan, senantiasa merasakan baru sedikit apa yang telah dilakukan dan masih banyak kekurangan-kekurangannya
  24. Tidak mengunggul-ngunggulkan dirinya sebagai penyebab hidayah bagi orang lain
  25. Menjamu tamu dengan sebaik-baiknya
  26. Bersikap wara’ dalam hal makanan dan minuman
  27. Senantiasa mengontrol dirinya agar terlepas dari setiap sifat munafiq
  28. Tidak suka menahan harta, sebaliknya justru senang berinfaq
  29. Suka mendahulukan khidmah untuk Allah daripada untuk dirinya sendiri

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)

Majalah Bulan September, 2019 Edisi 82