السؤال
الشائع في بلدنا أن المرأة إذا توفي عنها زوجها وكانت صغيرة السن وأطفالها صغار دون سن الرشد فإن أهلها يأخذونها إلى بيت والدها لتعتد فيه سواء كان لها بيت مستقل أو كانت تسكن مع أهل زوجها فما حكم الشرع في الحالتين
الجواب:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فقد ذهب جمهور العلماء -وقولهم هو الحق- إلى أن مكان العدة من طلاقٍ أو فسخ أو موت، هو بيت الزوجية، الذي كانت تسكنه المرأة قبل مفارقة زوجها، وقبل موته، أو عندما بلغها خبر موته، وتستتر فيه عن كل من ليس بمحرم لها، فإن مات الزوج وهي في غير بيته، وجب عليها أن تعود إلى منزلها الذي كانت تسكن للاعتداد فيه، وذلك لأن السكنى في بيت الزوجية وجبت بطريق التعبد، فلا تسقط ولا تتغير إلا بالأعذار، والأصل في ذلك قول الله تعالى:وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ [الطلاق:1].
ووجه الدلالة من هذه الآية : أن الله سبحانه وتعالى أضاف البيت إليها، والبيت المضاف إليها، هو الذي كانت تسكنه قبل مفارقة زوجها أو موته.
قال ابن قدامة في المغني: وممن أوجب على المتوفى عنها زوجها الاعتداد في منزلها عمر وعثمان رضي الله عنهما، وروي ذلك عن ابن عمر وابن مسعود وأم سلمة، وبه يقول مالك والثوري والأوزاعي وأبو حنيفة والشافعي وإسحاق. وقال ابن عبد البر : وبه يقول جماعة فقهاء الأمصار بالحجاز والشام والعراق ومصر.انتهى.
فإن خافت المرأة على نفسها من عدو أو لص أو خافت من انهدام البيت أو غرقه، جاز لها أن تعتد في غير بيت زوجها للعذر.
وبناءً على ذلك فإن المرأة لا يجوز لها أن تعتد في غير بيت الزوجية إلا لعذر،
https://www.islamweb.net/ar/fatwa/18200/
Pertanyaan:
Yang sering terjadi di negara kami kalau ada seorang suami meninggal dunia sementara istrinya masih muda dan anak-anaknya masih kecil, maka keluarga si istri akan mengambilnya untuk tinggal di rumah ayahnya dan menjalani masa iddah di sana, meskipun dia memiliki rumah sendiri atau (yang sering terjadi juga) dia tinggal di rumah keluarga suaminya. Bagaimana hukum syareat terkait dua keadaan tersebut?
Jawab:
Segala puji bagi Allah ‘Azza wa Jalla, sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan Sahabatnya.
Jumhur ulama – dan inilah pandangan yang haq—memandang bahwa tempat masa iddah karena tholaq, atau nikah yang rusak atau kematian adalah di rumah yang mereka berdua menjalani kehidupan berumah tangga sebelum suami menceraikannya atau meninggal dunia atau ketika sampai kepadanya berita tentang kematian suaminya. Di situlah dia menutup diri dari setiap lelaki yang bukan mahramnya. Meskipun ketika suaminya meninggal dunia dia sedang tidak berada di rumah suami, maka dia harus pulang kembali ke rumahnya yang selama ini dia menjalani rumah tangga bersama suaminya dan menjalani masa iddah di situ. Yang demikian itu karena tinggal di rumah yang keduanya menjalani rumah tangga hukumnya wajib secara ta’abbudy. Ia tidak akan gugur dan tidak akan berubah kecuali jika ada udzur-udzur. Dasar ketentuan ini adalah,
وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ (الطلاق:1)
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji (QS. Ath-Tholaq:1)
Sisi dilalah dari ayat ini adalah Allah menyandarkan rumah kepada istri. Dan, rumah yang disandarkan kepada istri adalah rumah yang dia menempatinya sebelum perceraian dengan suami atau kematiannya.
Ibnu Qudamah berkata di dalam kitab Al-Mughni: Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud dan Ummu Salamah bahwa di antara orang yang mewajibkan wanita yang ditinggal mati suaminya untuk menjalani masa iddah di rumahnya adalah Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhuma. Imam Malik, Ats-Tsauri, Al-Awza’i , Abu Hanifah, Asy-Syafi’I dan Ishag juga berpandangan demikian.
Ibnu Abdil Barr berkata: Para Fuqoha dari berbagai negri; Hijaz, Syam, Iraq, Mesir juga berpandangan demikian [selesai].
Jika seorang istri tersebut mengkhawatirkan dirinya dari musuh atau pencuri atau mengkhawatirkan runtuhnya rumah atau kamarnya, maka boleh baginya untuk menjalani masa iddah di rumah selain rumah yang dijalani untuk berumah tangga bersama suaminya karena ada udzur-udzur ini.
Jadi intinya, seorang istri tidak diperbolehkan untuk menjalani masa iddah di selain rumah yang ditempati untuk berumah tangga bersama suaminya kecuali ada udzur.
Judul buku : Terkadang Ditanyakan (Kumpulan fatwa seputar masalah yang terkadang ditanyakan) Jilid 1
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Untuk informasi lebih lanjut terkait bedah buku, silakan hubungi kontak di bawah ini