Bismillah. Assalamu’alaikum Ustadz. Afwan saya mau Tanya. Bagaimana hokum tentang berca-dar? Jika ada perasaan dalam diri ini ingin mengenakannya, tapi masih sering mikir-mikir apa perkataan orang? Kadang juga mikir dalam diri “ Saya ini belum bisa apa-apa, belum banyak memiliki pengetahuan, tapi pake cadar?Apa pantas?” Di sisi lain, suami saya sangat mendukung dan selalu menasehati “untuk melakukan kebaikan, kenapa harus ditunda? Di spanduk YNF juga ada kata-kata “Jangan tunda kebaikan kalau belum tahu kapan kematian!” Jadi, saya harus bagaimana, Ustadz? Syukron.
JAWAB
Wa’alaikumsalam Ahlan wa sahlan di majalah FITHRAH. Ten-tang hukum cadar, para ulama terjadi perbedaan pendapat. Hal ini karena perbedaan mereka tentang dalil-dalil yang ada. Di antaranya adalah:
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya”[QS. An-Nuur : 31].
a. Abdullah Ibnu Mas’ud dan yang sependapat dengannya me-mandang bahwa yang dimaksud dengan “kecuali yang biasa nampak” adalah bajunya. Berarti wajah termasuk yang harus ditu-tup. Jadi, cadar hukumnya wajib
b. Abdullah Ibnu Abbas dan yang sependapat dengannya me-mandang bahwa yang dengan “kecuali yang biasa nampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Berarti wajah tidak termasuk yang harus ditutup. Jadi, hukum cadar tidak wajib.
Terlepas dari perbedaan pendapat, seandainya seorang muslimah mengenakan cadar maka itu adalah keutamaan yang luar biasa. Kenapa demikian? Karena telapak kaki saja harus ditutup. Padahal orang lelaki tidak terfitnah oleh telapak kaki, tetapi terfitnah oleh wajah. Oleh karena itu wajah lebih utama untuk ditutup. Bisa jadi di suatu tempat wanita bercadar dipandang sangat asing bahkan dicap sebagai aliran sesat. Jika demikian, maka jangan memaksakan diri mengenakan cadar dengan mengejar keutamaan. Kaedah fiqh menyatakan dalam suatu keadaan tertentu yang perlu diterapkan adalah yang kurang utama dengan meninggalkan yang utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerapkan kaedah ini, Contoh: beliau bersabda bahwa pelaksanaan shalat isya lebih utama ditunda daripada disegerakan, tetapi beliau melakukannya dengan tidak menunda. Karena jika mengejar yang utama (yaitu: dengan menunda) maka akan terjadi “mafsadat” (kerusakan, misalnya banyak yang tertidur sehingga tidak berjamaah), oleh karena itu beliau melakukan yang kurang utama (yaitu: tidak menundanya) karena yang terjadi adalah “maslahat” (kebaikan, misalnya semuanya shalat jama’ah karena tidak ada yang tertidur). Lafadz kaedah tersebut adalah:
“Menghindari kerusakan lebih dikedepankan dari pada mengejar keutamaan” Kepada Ukhti penanya, jika Anda mendapati kendala atau rintangan yang memudhorotkan dari keluarga dan lingkungan Anda ketika memakai cadar, maka pakailah. Cadar tidak terkait dengan sudah lama/belum mengkaji sunnah. Cadar tidak terkait dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki. Tetapi ia adalah bagian dari pakaian untuk suatu kemuliaan dan keutamaan wanita muslimah. Waffaqanallahu wa iyyakum jami’an. Amin
(Ustadz Muhammad Nur Yasin)