Orang biasa hidup tanpa tangan, orang bisa hidup tanpa kaki, atau tanpa hidung, atau tanpa telinga atau tanpa mata. Tetapi, mungkinkah orang hidup tanpa kepala? Jelas tidak mungkin. Jasad tanpa kepala pasti mati. Demikinlah kedudukan shalat di dalam Islam seperti kedudukan kepala pada jasad. Abdullah Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah n bersabda: ” Tidak ada iman bagi yang tidak amanah, tidak ada shalat bagi yang tidak bersuci, tidak ada agama bagi yang tidak shalat, sesungguhnya kedudukan shalat pada agama adalah seperti kepala pada jasad” (HR.Thabrani). Syareat shalat tidak sebagaimana syareat lainnya. Semuanya melalui perantara malaikat Jibril dari langit turun ke bumi. Tetapi shalat, Nabi diperintahkan naik dari bumi ke langit lalu mendapatkannya langsung dari Allah ﷻ tanpa perantara malaikat Jibril. Betapa ia berkedudukan sangat tinggi di dalam Islam.
Shalat adalah tiang agama. Rasulullah ﷺ bersabda kepada Muadz bin Jabal: “Maukah kamu aku beritahu pangkal semua perkara, tiangnya dan ujungnya? Dia menjawab: ‘Tentu ya Rasulullah. Beliau bersabda: “Pangkal semua urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan ujungnya adalah jihad” (HR. At-Tirmidzi). Ia juga merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Nabi n bersabda: “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya sungguh dia telah kafir.” (HR. At-Tirmizi, Ibnu Majah) Syaikh Utsaimin menukil perkataan seorang tabi’in yang bernama Abdullah bin Syaqiq bahwa Para Sahabatzmemandang tidak ada suatu syareat yang apa bila tidak dikerjakan pelakunya menjadi kafir selain shalat. Lebih lanjut Syaikh Utsaimin menjelaskan dalam syarh Riyadhush Shalihin bahwa jika seseorang tidak mengerjakan puasa Ramadhan tidak dikatakan kafir. Jika meninggalkan zakat tidak dikatakan kafir. Jika tidak menunaikan haji tidak dikatakan kafir. Tetapi, apabila meninggalkan shalat maka dikatakan kafir. Seorang ulama mengatakan bahwa sebagaimana niat adalah parameter baiknya amalan batin maka shalat adalah parameter baiknya amalan dzahir.
Ada orang mengatakan bahwa tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah. Dia menukil firman Allah, “Dan dirikanlah shalat untuk mengingatku”(QS. Thaha : 14). Kata mereka kalau yang merupakan tujuan (yaitu mengingat Allah) bisa tercapai tanpa shalat, maka shalat tidak perlu dilakukan. Inilah bisikan syetan yang diatasnamakan agama. Tidakkah mereka tahu bahwa Nabi n sangat memperhatikan masalah shalat. Suatu ketika beliau shalat di atas mimbar. Posisi berdiri, ruku dan I’tidal beliau melakukannya di atas mimbar. Ketika mau sujud beliau turun dari mimbar, kemudian ketika berdiri beliau naik lagi ke mimbar…begitu dan seterusnya. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya aku melakukan yang demikian ini agar kalian bisa (melihat) dengan sempurna shalatku ini dan agar kalian belajar (sama persis) seperti shalatku.” (HR. Bukhari). Dan disebutkan di dalam Hadits Bukhari Muslim, Seseorang datang ke masjid lalu melakukan shalat. Shalatnya jelek, oleh karena itu Nabi menyuruh mengulanginya. la pun mengulangi shalatnya. Nabi masih menyuruh mengulanginya lagi. Orang itu pun mengulanginya lagi. Tetapi Nabi masih terus menyuruh mengulanginya lagi hingga tiga kali. Akhirnya orang itu meminta diajari bagaimana tata cara shalat yang benar. Seandainya shalat dengan tindakan verbalnya tidak penting mungkinkah Nabi melakukan semua ini? Bahkan beliau sendiri melakukan qiyamullail hingga bengkak kakinya.
Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah ﷻ sebelum amalan-amalan lainnya. Nabi n bersabda: “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya benar maka dia akan beruntung dan berhasil. Namun, jika shalatnya rusak, maka ia akan merugi…” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i). Hal ini bisa diibaratkan apabila shalat seseorang hamba itu baik, maka shalatnya akan memberikan dampak baik pada amalan yang lainnya. Hal ini sebagaimana firman Allah: Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar” (QS. Al-Ankabut : 45) Bagaimana tidak, siapa pun dengan profesi apa pun dalam sehari semalam minimal 5 kali menghadap Allah ﷻ. Sebelum memulai aktivitas di pagi hari seseorang terlebih dahulu menghadap Allah (shalat Shubuh). Di tengah-tengah aktivitasnya, dia menghadap Allah (shalat Dzuhur). Di akhir aktivitasnya, dia menghadap Allah (shalat Ashar). Memasuki awal malam, dia menghadap Allah (shalat maghrib). Sebelum istirahat tidur, terlebih dahulu menghadap Allah (shalat Isya). Dengan kondisi yang demikian inilah seseorang menjadi sangat terikat dengan Tuhannya dan selalu merasa diawasiNya. Akhirnya, seseorang menjadi sangat berhati-hati dalam menjalani hidup; apa yang merupakan perintah Allah akan dikerjakan secara maksimal dan apa yang merupakan laranganNya akan dihindari sejauhjauhnya. Inilah makna firman Allah bahwa shalat bisa menjauhkan perbuatan keji dan mungkar. Jika shalat kita belum menghasilkan buah ini, maka berarti shalat kita belum benar.
Shalat adalah “rekreasi ” Nabi ﷺ. Shalat adalah penyejuk hati beliau. Anas bin Malik mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat.”(HR. AnNasa’i). Beliau berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat”(HR. Ahmad). Dua hadits ini menunjukkan bahwa beliau sangat merasakan nikmatnya shalat. Bagaimana tidak, shalat adalah tempat seseorang bermunajat dan berdialog dengan Tuhannya. Berdialog secara langsung tanpa perantara dengan Dzat yang menciptakannya, tentu ini merupakan puncak kenikmatan. Dan Nabi memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, maka beliau merasakan dengan shalatlah didapatkan “rekreasi” (baca: ketenangan dan kedamaian). Kalau kita renungkan, tentunya rugi besar jika kita tidak bisa memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan berdialog langsung dengan Allah ﷻ. Tetapi, memang demikian kenyataannya, jarang sekali kita bisa merasakan bahwa kita sedang berada di hadapan Allah. Akhirnya shalat kita belum bisa sebagai “rekreasi” tetapi sebagai rutinitas untuk membebaskan diri dari tanggungan (baroah min adzdzimmah).
Permasalahan lain yang menyedihkan adalah kaum muslimin (lelaki) tidak melakukan-nya secara berjamaah dan tidak di awal waktu, tetapi ditunda-tunda. Ketahuilah yang dianjurkan ditunda hanyalah shalat isya. Itu pun harus tetap dilakukannya berjamaah bersama satu kaum. Abdullah Ibnu Masud berkata: “Sungguh aku melihat kami (para sahabat) tidak ada yang tertinggal shalat jama’ah kecuali orang yang dipastikan munafik. Sungguh ada seseorang yang dituntun oleh dua orang hingga diberdirikan di tengah-tengah shaf (barisan shalat)” (HR. Muslim). Mari kita lihat masjidmasjid di sekeliling kita, bukankah syiar jama’ah hanya hidup ketika shalat jum’at saja?
Tulisan ini saya tutup dengan renungan: Berapa jumlah kaum muslimin yang shalat? Dari mereka yang shalat, berapa orang yang shalatnya berjama’ah? Dari mereka yang berjama’ah, berapa orang yang shalatnya sudah sesuai dengan tuntunan Nabi? Allahu alMusta’an.
Masihkah Engkau Meninggalkannya?
Dia adalah tiang agamamu, dia adalah sebuah kewajiban bagimu karena dia adalah perintah dari Rabbmu dan dia juga wasiat terakhir dari Rasulmu, lalu mengapa kau meremehkannya bahkan kau meninggalkannya!? Janganlah kau berbuat demikian kepadanya! Karena dia sangat penting bagimu, untuk akhiratmu kelak, dialah shalat.
Definisi shalat menurut para fuqaha’ (ahli fiqh) adalah suatu ucapan dan amalan yang bersifat khusus, yang dimulai dengan takbir sebagai pembukanya dan salam sebagai penutupnya. Sedangkan hukum shalat adalah wajib atas seluruh manusia yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim yang mencintai Allah ﷻ dan RasulNya. Karena perintah shalat datangnya langsung dari Allah ﷻ firmanNya,
فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
“Dan dirikanlah Shalat, sesungguhnya shalat itu telah ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ : 103)
Selain itu, ketahuilah wahai saudara-saudariku -hafizhakumullahu jami’an- bahwa banyak sekali dalildalil baik dari Al-Quran maupun As-Sunnah yang menunjukkan wajibnya shalat bagi setiap muslim. Diantaranya:
- Shalat adalah salah satu rukun Islam
Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda,
“Islam itu dibangun atas lima perkara….”, salah satunya Rasulullah ﷺ menyebutkan, “dan mendirikan shalat”. (HR. Bukhari)
- Shalat adalah tiang agama
Dapat kita bayangkan bilamana suatu bangunan di dirikan tanpa adanya tiang yang menopangnya, pasti cepat atau lambat bangunan itu pasti runtuh. Begitu pula seorang muslim yang meninggalkan shalat, maka tidak diragukan akan runtuhnya agama. Shalat adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan selama nyawa masih ada. Rasulullah ﷺ bersabda,
رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد
“Pokok dari segala urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad”. (HR. Tirmidzi)
- Shalat adalah sebagai pembeda antara kafir dan mukmin
Shalat adalah ibadahnya orang Islam. Yang tidak dimiliki oleh setiap insan maupun setiap agama dimuka bumi ini selain daripada Islam. Dikarenakan Rasulullah ﷺ bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ
“perbedaan antara seorang hamba yang taat dan kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR. Abu Daud)
- Shalat adalah ibadah yang tidak boleh ditinggalkan sepanjang kehidupan
Seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat dalam hidupnya, kecuali dia mempunyai udzur. Misalnya, dia bukan orang islam, atau dikarenakan hilang akalnya (gila), wanita yang sedang nifas atau haidh, belum baligh, dan alasan lainnya yang dibenarkan syariat. Sholat adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan selama nyawa masih ada. Hingga dalam peperangan pun, seorang muslim tidak boleh meninggalkannya, sebagaimana firman Allah ﷻ, artinya:
“Peliharalah semua shalat (mu) dan (peliharalah) shalat wushtaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’, jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) maka shalatlah sambil berdiri atau berkendaraan, kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah nama Allah (shalatlah) sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah : 238-239).
Didalam agama Islam yang mulia ini, shalat sangatlah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Selain dia merupakan rukun Islam, sebagai tiang agama, sebagai pembeda serta sebagai ibadah yang abadi kewajibannya, shalat juga memiliki segudang hikmah dan juga keutamaankeutamaan didalamnya. Yaitu,
- Shalat adalah perkara yang pertama kali dihisab
Perlu kita pahami, bahwa amalan yang paling pertama kali di hisab di hari kiamat kelak adalah shalat, sebgaiamana Rasulullah ﷺ bersabda,
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
“Pertama kali yang akan dihisab pada hari kiamat dari seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalannya, jika buruk maka buruk pula seluruh amalannya”. (HR. At-Thabrani).
- Shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar
Seorang yang bersungguhsungguh dalam mendirikan shalat, pasti dirinya sangatlah jauh dari perbuatan buruk dan munkar. Karena itulah pengaruh dari shalat. Allah ﷻ berfirman,
- Shalat adalah amalan yang berhadiah Surga Firdaus
Janji Allah ﷻ kepada mereka yang selalu memelihara shalatnya adalah bahwasannya mereka itulah yang akan mewarisi Surga Firdaus, Surga yang tertinggi. Sebagaimana firman Allah ﷻ,
“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang merupakan pewaris, yaitu yang akan mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya.” (QS.AL Mu’minin: 9-11).
- Shalat dapat menggugurkan dosa-dosa seorang hamba
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ yang artinya,
“Apa pendapat kalian jika ada sungai di depan pintu salah seorang dari kalian yang dengannya kalian mandi lima kali dalam sehari, apa kalian masih mangatakan bahwa tubuh kalian masih kotor. Para sahabat berkata: tidak mungkin masih tersisa suatu kotoran pun. Rasulullah ﷺ bersabda: dan seperti itulah shalat lima waktu, Allah ﷻ akan menghapuskan karenanya kesalahan-kesalahan.” (HR. Muslim)
- Shalat adalah amalan yang paling dicintai Allah
Selain shalat dapat menguntungkan bagi seorang yang mengamalkannya dikarenakan dapat menggugurkan dosa dan kesalahan, shalat juga merupakan amalan yang paling dicintai Allah ﷻ. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ ketika beliau ditanya tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah ﷻ beliau ﷺ menjawab, “Shalat pada awal waktunya” (HR. Bukhari)
- Shalat adalah ibadah yang paling fleksibel
Ya, seperti yang kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah yang paling fleksibel, bisa dilakukan di atas kendaraan, dan juga terdapat banyak rukhshah ketika safar misalnya.
Hal ini sebagai bukti bahwa Allah ﷻ sangat memudahkan hamba-hambanya untuk beribadah kepadanya tanpa harus memaksa dan mempersulit. Karena Allah ﷻ telah berfirman yang artinya, “Allah tidak membebani hambanya kecuali hamba itu mampu untuk memikulnya.” (QS. Al-Baqarah : 286). Allah ﷻ juga berfirman,
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Sungguh Allah menginginkan kemudahan bagi kalian, dan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah : 185).
Shalat sebagai penolong
Allah ﷻ menjadikan shalat sebagai penolong bagi hambahambanya dari segala kesulitan dan ujian yang seorang hamba hadapi dalam kehidupannya. Sebagaimana perintah Allah ﷻ dalam firmannya,
“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqarah : 153)
Jika kita mengetahui sedemikian pentingnya shalat bagi diri kita pribadi baik di kehidupan dunia maupun di akhirat. Serta besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hambanya yang senantiasa memelihara shalatnya. Lalu apakah kita masih rela meninggalkannya?!!
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan Desember, 2013 Edisi 18