Kalau kita menunda nunda apalagi hobby menunda-nunda maka banyak hal yang tidak bisa kita capai Kita pun gagal itulah taswif (suka menunda-nunda) penyakit akut yang menjangkiti kaum muslimin Kalau gagalnya dalam urusan dunia, tentu masih ada waktu untuk memperbaikinya Tapi kalau gagalnya urusan akherat, penyesalan di hari Kiamat nanti tidak ada gunanya. Orang kafir yang sudah dipastikan gagal 100% di Akherat nanti jika diperkenankan kegagalannya tersebut ditebus dengan segala kekayaannya tentu dia akan melakukannya, padahal ketika di dunia emas dan harta sangat disayang-sayang sedemikian rupa
“Sesungguhnga orang-orang yang kafir seandainya mereka memiliki segala apa yang ada di bumi dan ditambah dengan sebanyak itu (lagi) untuk menebus diri mereka dari azab pada hari kiamat, niscaya semua (tebusan) itu tidak akan diterima dari mereka. Mereka tetap mendapatkan adzab yang pedih” (QS. Al-Maidah:36)
Orang muslim di Akherat nanti tidak mungkin gagal 100% Tetapi, tidak inginkah kita mencapai kesuksesan puncak? Yaitu Surga Firdaus. Untuk itu, camkan satu kata ini “bersegeralah” atau “berlomba-lombalah” Disebutkan dalam hadits Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh Imam Muslim Seorang ahli Neraka dihadapkan lalu ditanya: Wahai anak Adam, bagaimana engkau mendapati tempat pembaringanmu? la menjawab Seburuk burak tempat pembaringan. Dikatakan Apakah engkau akan menebusnya dengan emas sepenuh bumi? Ia menjawab: Ya, Wahai Rabb ku. Allah berfirman: Engkau dusta. Aku memintamu yang lebih sedikit daripada namun engkau tidak melakukannya, Maka, ia diperintahkan untuk dibawa ke Neraka”. Oleh karena itu, ayo segera berinfak Jangan ditunda tunda. Di Akherat nanti orang ingin berinfak sebanyak-banyaknya. Tetapi, The Time is Over Tentunya bukan saja dalam masalah infak, tetapi dalam semua amalan-amalan. Ayo segera, ayo berlomba-lomba jangan sampai terlewatkan. Tapi, judulnya kok Berdarah Muda, Ku Taklukkan Tuh Apa hubungannya? Penasaran ya.. ayo ikuti saja di Bahasan Utama
Ketika Anda mengendarai sepeda motor dengan kencang lalu ada lobang di depan Anda, apa yang Anda lakukan? Bukankah cepat menghindar? Ketika Anda sedang jobless alias nganggur lalu ada tawaran kerja yang menarik, Apa yang Anda lakukan? Bukankah segera menyambutnya? Ketika ada barang-barang berkwalitas tinggi diobral murah, apa yang Anda lakukan? Bukankah berlomba agar tidak tertinggal?
Ketahuilah semuanya itu kemaslahatan duniawi, tetapi Anda begitu antusias dan tidak rela jika terlewatkan. Padahal kemaslahatan duniawi sifatnya terbatas, hanya saat hidup di dunia saja. Rata-rata 70 tahun. Lalu, kenapa untuk kemaslahatan ukhrowi yang kenikmatannya tidak bisa dibayangkan dan tak terbatas dengan usia kita tidak bersegera. Tentu kemaslahatan ukhrowi lebih utama. Allah perintahkan dengan kata “ berlomba-lombalah”. “Berlomba-lombalah kalian dalam meraih kebaikan-kebaikan” (QS. Al-Baqarah:148). Juga dengan kata “Bersegerah”. “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imron:33).
Bagaimanapun keadaan kita, mari siapkan darah muda kita untuk menaklukkan tujuh perkara sehingga kita tidak menunda-nunda tetapi selalu siap untuk berlomba-lomba dan bersegera dalam kebaikan-kebaikan. Apa tujuh perkara itu? Di dalam Hadits Abu Hurarairah, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: Bersegeralah kalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh perkara. Apakah kalian hanya menantikan datangnya ① kemiskinan yang melalaikan ② atau kekayaan yang menimbulkan kesombongan ③ atau sakit yang menimbulkan kerusakan ④ atau masa tua renta yang melemahkan ⑤ atau kematian yang datang dengan cepat ⑥ atau Dajjal yang merupakan seburuk-buruknya perkara yang ditunggu ⑦ ataukah hari kiamat, padahal hari kiamat itu sangat berat dan paling pahit (HR. At-Tirmidzi, Dia mengatakan: Hadits ini Hasan). Di dalam kitab Syarh Riyadhush Shalihin Min Kalami Sayyid al-Mursalin oleh Syaikh Utsaimin, Hadits ini dinyatakan derajatnya dhoif. Saya memandang- Allahu A’lam- jika Hadits ini dhoif, maknanya tidak bertentangan dengan hadits shahih dari Ibnu Abbas, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara lainnya: Masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu” (HR. Hakim)
Akankah beribadah menunggu miskin terlebih dahulu? Kemiskinan seringkali menjadikan orang kehilangan banyak amalan-amalan. Karena ia sibuk mencari rizki untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari kebutuhannya. Akankah beribadah menunggu kaya terlebih dahulu? Padahal kekayaan yang berupa harta benda, uang, emas, istana, kendaraan dan lain-lain seringkali menyibukkan manusia untuk mengkontrolnya, akhirnya amalan-amalan banyak yang terlewatkan.
Kenapa selama sehat badan jasmani tidak digunakan sebaik-baiknya untuk beramal? Akankah beribadah menunggu datangnya sakit terlebih dahulu? Kondisi sakit seringkali menjadikan orang lemah, loyo, sumpek, dan tertekan. Lalu dalam kondisi demikian berharap bisa memperbanyak
amalan-amalan? Akankah beribadah menunggu masa tua terlebih dahulu? Justru anak muda yang bersegera dengan ibadah-ibadah sehingga tumbuh dengan ketaatan-ketaatan, dia akan termasuk
tujuh golongan yang pada hari kiamat nanti akan mendapatkan naungan Allah di saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah dan di saat orang lain mengalami kegoncangan yang dahsyat karena ngerinya kondisi mahsyar. Lagi pula adakah jaminan ketika tua nanti bisa fokus ibadah? Padahal orang tua yang semakin tua akan berkurang kemampuan fisik dan akalnya bahkan bisa menjadi pikun. Lalu, mau mengejar amalan-amalan?
Apakah masih menunda-nunda amalan karena merasa waktu masih panjang? Itu pemikiran keliru. Kematian datangnya tidak kulonuwun terlebih dahulu. Banyak orang mati mendadak tidak didahului sakit. Bahkan matinya ketika sedang aktivitas; olahraga, siaran radio, berjalan-jalan, rekreasi, duduk-duduk dengan family dan lain-lain. Tidakkah itu semua menjadi pelajaran? Tidak ada fitnah (kerusakan) sejak Allah menciptakan makhluk sampai hari kiamat yang lebih besar melebihi fitnah yang ditimbulkan oleh Dajjal. Banyak manusia yang terfitnah kemudian menyembahnya. Dajjal muncul ketika bumi kering-krontang. Kelaparan dan kehausan melanda manusia selama tiga tahun. Lalu, Dajjal muncul – dengan izin Allah azza wa jalla – bisa berbuat dengan perbuatan-perbuatan yang merupakan perbuatan Tuhan. Dia memerintahkan agar bumi yang tandus menjadi subur, lalu diperintahkan menumbuhkan pepohonan dan tanaman lalu diperintahkan mengeluarkan buah-buahannya. Dan hal-hal lainnya yang merupakan perbuatan Tuhan. Siapa yang bisa terbebas dari fitnah yang demikikan? Akankah kita menunda beramal hingga keluarnya Dajjal. Na’udzu billah min dzalik.
Akankah kita menunda amalan hingga datangnya hari kiamat? Tidak mungkin. Hari yang sangat mengerikan. Hari yang seluruh anggota badan kita menjadi saksi atas apa yang kita perbuat. Seluruh amalan manusia; setiap bisikan hati, kata- kata, gerak-gerik dan tindakan akan dihisab dan dibalas. . Hari persidangan di hadapan Sang Penguasa yang tidak memberi kita kesempatan untuk melakukan perbaikan. Bersegeralah….sekaranglah saatnya memperbaiki diri.
Kita sadar betapa hidup zaman sekarang ini kita dihadapkan banyak tantangan dan cobaan; system
perekonomian yang ribawi, serangan liberalism dan pluralisme melalui jalur pendidikan, westernisasi kebudayaan, arus globalisasi, merebaknya permainan-permainan non edukatif bahkan merusak agama dan moral anak-anak dan syubuhat-syubuhat lainnya yang sangat banyak. Meskipun sangat berat, Alhamdulillah kita diberi kemampuan untuk menghadapinya. Pertanyaannya adalah bagaimanakah dengan masa depan anak kita yang tentunya syubuhat-syubuhatnya jauh lebih dahsyat. Tidak ada soulusi kecuali bersegeralah menyiapkan generasi sebaik-baiknya dengan menyiapkan bekal keagamaan yang memadahi. Jangan sayang-sayang harta kalau memang untuk mencapai tujuan
itu harus mengeluarkan financial yang besar. Seringkali tampak pemandangan yang tidak indah, seseorang yang menginginkan anaknya pinter dan sholeh tapi mengeluhkan SPP yang mahal. Kalau benar-benar tidak mampu, maka itu wajar. Tapi, yang terjadi adalah adanya akhlak yang kurang terpuji pada mereka, padahal mampu tapi merasa tidak mampu dan senang menjadi “tangan di bawah”. Tetapi, bersegeralah mempersiapkan generasi rabbani dengan pengorbanan harta, tenaga, waktu pemikiran dan lainnya. Allah ‘azza wa jalla berfirman: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadapnya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berkata dengan tutur kata yang benar” (QS. An-Nisa: 9). “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Bersegerah kalian untuk mengerjakan amalan-amalan sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap, yang mana seorang berada pagi hari dalam keadaan beriman, dan sore harinya telah berada dalam keadaan kekafiran. Dan pada sore hari ia seorang mukmin, lalu pada pagi harinya ia telah
menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan kenikmatan duniawi” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keteladanan kepada kita di dalam masalah infak. Beliau segera berinfak dan merasa terganggu ketika ada batangan emas di rumahnya yang belum dibagi-bagikan. “Dari Abu Sirwa’ah Uqbah bin al-Harits, ia berkata: Aku pernah mengerjakan shalat Ashar di belakang Nabi di Madinah. Setelah salam beliau bergegas bangun melangkahi barisan (pundak) para sahabat menuju ke sebagian kamar isterinya. Para sahabat terkejut atas ketergesaan beliau itu. Selanjutnya, beliau keluar menemui mereka. Beliau melihat mereka yang keheranan atas ketergesaannya. Lalu beliau bersabda: Aku ingat batangan emas milik kami, dan tidak ingin terganggu olehnya, maka aku perintahkan untuk dibagi-bagikan” (HR. Bukhari)
Seorang sahabat bersegera melempar kurmanya, tidak menundanya untuk menghabiskannya terlebih dahulu ketika mengetahui bahwa mati syahid balasannya Surga. “Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ada seseorang yang berkata kepada Nabi saat perang Uhud: Apakah Engkau tahu di mana tempatku jika aku terbunuh? Beliau menjawab: Di Surga. Maka, orang itu langsung melempar beberapa butir kurma yang ada di tangannya, lalu dia berangkat perang hingga terbunuh” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Dujanah radhiyallahu ‘anhu segera menyambut tawaran pedang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar digunakan sesuai dengan haknya. “Dari Anas radhiyallallahu ‘anhu bahwa Rasulullah pernah mengambil pedang pada perang Uhud seraya berkata: Siapakah yang bersedia menerima pedang ini dariku? Maka para sahabat segera mengulurkan tangan, dan masing-masing dari mereka berkata: Aku, aku. Beliau bertanya: Siapakah yang mengambilnya dengan melaksanakan haknya? Maka semuanya mundur. Kemudian Abu Dujanah berkata: Aku siap mengambilnya dengan menunaikan haknya. Kemudian Abu Dujanah mengambilnya, lalu dia menggunakannya untuk membelah kepala orang-orang musyrik” (HR. Muslim) Perlu dijelaskan, hadits ini tidak menunjukkan bahwa para sahabat pengecut. Mereka tidak berani mengambil pedang karena mereka takut tidak memenuhi syarat dan tidak mampu menggunakannya sesuai dengan fungsinya. Lihatlah, mereka sejak awal mengangkat tangan berlomba untuk mendapatkan pedang tersebut untuk berperang dengannya tanpa ada syarat
tertentu. Taswif ( menunda-nunda ) memang penyakit akut yang menjangkiti kaum muslimin. Mereka pada posisi apa pun, entah sebagai pelajar, mahasiswa, guru, pengusaha, pedagang, tukang
bangunan, karyawan, buruh pabrik biasanya tidak sukses alias gagal karena penyakit taswif. Oleh karena itu kita harus menjauhi penyakit ini agar sukses sebagai hamba Allah ‘azza wa jalla. Allahu A’lam.
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Majalah Bulan November, 2014 Edisi 29