Jabariyyah tidak menjadikan amal sholeh sebagai sebab untuk meraih Surga, sebaliknya Qodariyyah menjadikan amal sholeh sebagai satu-satunya sebab secara mutlak untuk meraih Surga.
Bantahan untuk Jabriyyah
Mereka menukil ayat sebagai dalil yang mendukung paham mereka. Namun, sesungguhnya dengan dalil yang sama hujjah mereka terpatahkan. Ayat tersebut adalah:
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ
“Bukanlah kamu (Muhammad) yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar” (QS. Al-Anfal:17)
Sangat jelas, Allah menetapkan perbuatan Nabi yang berupa melempar. Allah tidak menafikan atau meniadakannya. Pahamilah bahwa melempar itu ada start dan finishnya. Start-nya adalah perbuatan melempar, dan finish-nya adalah tepat sasaran.Allah menetapkan start-nya perbuatan melempar), tetapi Allah tidak menetapkan finish-nya (tepat sasaran). Karena finish-nya ( tepat sasaran) adalah urusan Allah.
Dalil kedua yang mereka nukil adalah:
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah seseorang di antara kalian yang masuk Surga dengan amalannya. Mereka bertanya” Tidak pula engkau ya Rasulullah? Beliau menjawab: Tidak pula saya, kecuali jika Allah melimpahkan kepadaku rahmat dan karuniaNya” (Musnad Imam Ahmad)
Makna huruf “BA”( الباء ) pada kata kalimat بعمله“ “ adalah BA’ ‘iwadh (pengganti).
Maksudnya adalah seperti contoh berikut ini: Saya punya uang Rp. 100,- maka bisa diganti dengan permen. Kalau Rp.1000,- bisa diganti dengan roti. Kalau Rp. 10.000,- bisa diganti dengan bakso sapi. Artinya seseorang itu masuk Surga dengan amalannya, dimana amalannya itu ditukar dan diganti denganSurga, atau amalan adalah suatu nilai harga tertentu untuk membayar Surga. Pemahaman seperti inilah yang Nabi menafikannya dengan sabdanya “Tidaklah seseorang di antara kalian yang masuk Surga dengan amalannya”. Dan ini mustahil, karena jika seseorang berbuat baik dengan kadar
kebaikan yang sangat maksimal pun tidak akan bisa menyamai tingginya nilai Surga.
Jadi, seseorang masuk Surga itu dengan rahmat Allah. Amal shalehnya tidak lain
adalah upaya untuk meraih rahmat Allah itu.
Untuk memudahkan pemahaman, saya ambilkan contoh dari real kehidupan kita.
Misalnya secara umum pembantu rumah tangga di suatu daerah digaji per bulan dua
juta. Tetapi, ada seorang pembantu yang digaji satu milyar. Apakah satu milyar yang
didapatkan itu karena pekerjaannya atau karena kemurahan sang majikan? Jelas,
tidak mungkin karena pekerjaannya. Nilai dari pekerjaannya hanyalah dua juta. Jadi
1 milyar yang didapatkannya bukan karena pekerjaannya tapi karena kemurahan sang
majikan.
Bantahan untuk Qodariyyah
Mereka membawakan ayat-ayat al-Qur’an sebagai dalilnya. Dengan ayat-ayat yang sama itu juga kita akan membantahnya.
جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Sebagai balasan atas apa yang mereka telah kerjakan” (QS. As-Sajdah: 17)
وَتِلْكَ ٱلْجَنَّةُ ٱلَّتِىٓ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah Surga yang diwariskan kepadamu disebabkan amal perbuatan yang telah kamu kerjakan” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Makna huruf “BA”( الباء ) pada kalimat ا كَنوُا Ø بِ َ يَعْمَلوُنَ dan تعْمَلُونَ اَ كُنْتُ ْ Øبِ adalah BA’ sababiyah. Artinya Surga itu didapatkan dengan sebab amalan yang dikerjakan. Bukan amalan itu semata-semata yang harus diganti dengan Surga. Tetapi, amalan sebagai sebab saja. Allah lah yang menciptakan sebab dan akibat, maka semuanya secara mutlak kembali kepada karunia dan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.
Adapun ayat yang berbunyi:
فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ
“Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik” (QS. Al-Mukminum:14)
Makna ayat ini bukanlah bahwa apa yang diciptkan Allah pasti berupa kebaikan. Segala apapun Allah lah yang menciptakan, dan Dia ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan diantaranya ada yang baik dan yang buruk, ada yang dicintai dan yang dibenci, ada keimanan dan ada kekufuran, ada kemaksiatan dan ada ketaatan. Jadi, apa maksud ayat tersebut di atas? Maksudnya adalah Allah itu sebaikbaiknya Pencipta. Tidak sebagaimana yang di pahami mereka bahwa semua yang Allah ciptakan adalah paling baik, sehingga Allah tidak mungkin menciptakan kekufuran dan
kemaksiatan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍۢ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ وَكِيلٌۭ
“Allah Pencipta segala sesuatu” (QS. Az-Zumar:62)
Segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah. Include di dalamnya amalan manusia; yang
baik ataupun yang buruk Sebagaimana sudah di sebutkan di atas dalam haditz Jibril tentang iman, beliau bersabda.
“…..Maka beritahukanlah kepadaku tentang iman. Beliau menjawab: Anda beriman kepada Allah, MalaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-RasulNya, Hari Kiamat, dan beriman kepada takdir baik dan buruknya” (HR. Muslim)
Jadi, Allah lah yang mengciptakan segala sesuatu. Termasuk perbutan manusia BAIK
dan BURUKNYA.
Judul buku : Memahami Takdir
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya