Kita sudah membahas di atas bahwa apapun yang akan terjadi hingga hari Kiamat, Allah
‘Azza wa Jalla telah mengetahuinya dan mencatatnya di lauhul mahfudz sejak 50.000
tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Dalam pengertian bahwa semua yang Allah
catat adalah berdasarkan ilmu-Nya. Karena ilmu-Nya meliputi segala sesuatu yang belum
terjadi.
Jika dikatakan, takdir bisa diubah. Maka bisa dipahami bahwa apa yang Allah ‘Azza wa Jalla
catat dalam lauhul mahfudz itu keliru. Dan ini mustahil, karena tidak mungkin ilmu Allah
atas segala sesuatu itu keliru. Lalu apa yang lebih tepat untuk dikatakan?
Yang lebih tepat, ada suatu takdir tertentu yang Allah ‘Azza wa Jalla kaitkan dengan ikhtiar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hadits Anas bin Malik- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa ingin
dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka bersilaturrahimlah”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan seseorang bisa dipanjangkan umurnya atau dilapangkan rizkinya dengan ikhtiar yang berupa silaturrahim. Takdirnya tercatat;
a. Jika seseorang ikhtiar yang berupa silaturrahim maka umurnya 100 tahun (misalnya), jika tidak maka umurnya 60 tahun. Takdir mana yang berlaku 100 atau 60 tahun? Tergantung orangnya; silaturrahim atau tidak. Kalau silaturrahim maka takdir yang berlaku 100 tahun, kalau tidak maka 60 tahun.
b. Jika seseorang ikhtiar yang berupa silaturrahim maka rizkinya 500 juta (misalnya), jika tidak maka rizkinya 300 juta (misalnya). Takdr mana yang berlaku 500 juta atau 300 juta? Tergantung orangnya; silaturrahim atau tidak. Kalau silaturrahim maka takdir yang berlaku 500 juta, jika tidak maka 300 juta.
Demikian juga Hadits berikut ini,
“Dari Salman, dia berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada yang
menolak takdir kecuali do’a dan tidak ada yang menambah umur kecuali kebaikan (silaturrahim)”
(HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa ada takdir seseorang dikaitkan dengan ikhtiar yang
berupa doa. Takdirnya tercatat;
a. Jika seseorang ikhtiar yang berupa doa, maka bisnisnya lancar (misalnya), jika tidak maka gagal. Takdir mana yang berlaku bisnisnya lancar atau gagal? Tergantung orangnya; berdoa atau tidak. Kalau berdoa maka takdir yang berlaku bisnis lancar, kalau tidak maka gagal.
b. Jika seseorang ikhtiar yang berupa doa maka umurnya panjang (misalnya), jika tidak maka umurnya pendek. Takdir mana yang berlaku panjang atau pendek?
Tergantung orangnya; berdoa atau tidak. Kalau berdoa maka takdir yang berlaku
panjang, kalau tidak maka umurnya pendek.
Jadi, bukan takdir bisa diubah. Tetapi ada suatu takdir tertentu pada seseorang yang Allah kehendaki yang dikaitkan dengan ikhtiar. Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Khottob radhiyallahu ‘anhu;
“Iya, saya lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain” (HR. Bukhari dan Muslim)
• PERMASALAHAN: Apakah kita tahu bahwa suatu takdir tertentu yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan untuk kita dikaitkan dengan ikhtiar? Tentu kita tidak tahu. Dengan demikian yang seharusnya kita lakukan adalah senantiasa tetap berikhtiar. Karena jika takdir kita dikaitkan dengan ikhtiar, maka kita akan meraih apa yang kita inginkan. Dan jika tidak dikaitkan dengan ikhtiar dimana Allah hanya menetapkan satu ketentuan saja, “GAGAL” (misalnya) , ikhtiar atau tidak ikhtiar hasilnya tetap “GAGAL”, maka ikhtiar kita tidak sia-sia. Karena ikhtiar tersebut akan
bernilai ibadah dan diberi pahala di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
• PERHATIKANLAH : Takdir yang berhubungan dengan meraih pahala dan menghindari dosa, meraih Surga dan menghindari Neraka pasti dikaitkan dengan ikhtiar. Sementara takdir yang tidak berhubungan dengan meraih pahala dan menghindari dosa, meraih Surga dan menghindari Neraka bisa saja tidak dikaitkan dengan ikhtiar. Misalnya: sakit, sehat, sembuh, kaya, miskin, sukses, gagal, tinggi, pendek, kurus, gemuk, untung, rugi, dan lain-lain.
Judul buku : Memahami Takdir
Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafidzahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa Thaybah Surabaya)