oleh: Muhammad Nur Yasin
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)
Di antara karakteristik Ahlussunnah wal Jama’ah adalah wastiyyah (pertengahan). Yaitu pertengahan antara yang berlebih-lebihan (ghuluw/ifroth) dan yang mengabaikan (jafa’/tafrith). Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nahl:9,
وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ النحل: 9، 10
“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar” ) (QS. An-Nahl:9).
Tentang ayat ini, Imam Mujahid (murid Ibnu Abbas) menjelaskan:
قال المجاهد: المقتصد منها بين الغلو والتقصير وذلك يفيد أن الجائر هو الغالي أو المقصر وكلاهما من أوصاف البدع
“yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan ( pertengahan) yang ada di antara berlebih-lebihan dan mengabaikan. Yang demikian itu menunjukkan bahwa jalanbengkok adalah yang berlebih-lebihan dan yang mengabaikan. Dan keduanya termasuk sifat ahli bid’ah.”
Kenapa Ahlussunnah bisa di pertengahan? Tidak bergeser ke ghuluw atau jafa’. Tidak condong ke ifroth atau tafrith. Jawabannya adalah karena Ahlussunnah komitmen dengan nash-nash sesuai dengan pemahaman para Sahabat. Maka, selamat dari perubahan dan keterombang-ambingan.
Berikut ini saya berikan contoh-contoh ifrotah dan tafrith, dan Ahlussunnah senantisa di pertengahan antara keduanya:
- Dalam masalah sifat Allah
Ahli ta’thil: Mengingkari dan meniadakan sifat Allah
Ahli tamtsil: Mengakuinya dan menganggapnya sama dengan sifat makhluknya.
Ahlussunnah: Menetapkan sifat Allah tanpa penyerupaan dengan makhluk - Dalam masalah janji dan ancaman
Murji’ah: Dosa tidak akan membahayakan seseorang bila disertai keimanan, sebagaimana ketaatan tidak akan bermanfaat bila disertai kekufuran
Wa’idiyah: Allah wajib menyiksa pelaku dosa
Ahlussunnah: Orang mati yang membawa dosa, urusannya terserah Allah; menyiksanya atau mengampuninya, jika menyiksanya maka yang bersangkutan tidak akan kekal di Neraka. - Dalam masalah pengkafiran
Khawarij: gegabah di dalam mengkafirkan pelaku dosa besar
Golongan yang sangat longgar dalam masalah ini, bagi mereka orang yang telah mengucapkan syahadat tidak boleh dikafirkan secara total
Ahlussunnah: Tidak mengingkari adanya pengkafiran tetapi tidak gegabah. - Dalam masalah predikat-predikat agama (mukmin, kafir, fasik) dan hukum-hukumnya
- Khawarij dan Muktazilah: Pelaku dosa besar tidak bisa disebut mukmin. Khawarij menyebutnya kafir, Muktazilah menyebutnya telah hilang keimanannya tapi tidak kafir. Keduanya menghukuminya kekal di Neraka
- Murji’ah: Pelaku dosa besar tetap mukmin dan hukumnya tidak berhak masuk Neraka
- Ahlussunnah: Pelaku dosa besar mukmin dengan keimanannya, fasik dengan dosa besarnya. Hukumnya tahta masyiatillah
- Dalam masalah takdir
- Qadariyah: manusia mandiri dalam hal kehendak dan kemampuan tanpa pengaruh dari kehendak dan kekuasaan Allah
- Jabariyah: mengingkari adanya perbuatan hakiki bagi manusia
- Ahlussunnah: Manusia memiliki kehendak dan kemampuan, tetapi hal itu di bawah kehendak dan kemampuan Allah
- Dalam masalah mencintai Nabi
- Ahlul ahwa’: Memposisikan beliau lebih tinggi dari kedudukan yang semestinya. Mereka berkeyakinan bahwa beliau bisa mengabulkan doa
- Bathiniyah: Mengklaim bahwa syariat beliau sudah dinasakh dengan syariat lain
Ahlussunnah: Meyakini bahwa beliau adalah manusia sempurna, meskipun begitu beliau tidak bisa memberikan manfaat atau menolak madarat untuk dirinya sendiri, apa lagi untuk orang lain
- DALAM MASALAH SAHABAT-SAHABAT
- RAFIDLAH: MAYORITAS MEREKA DI SAMPING MENGECAM PARA SAHABAT, MEMUJA ALI BIN ABI THALIB DAN ANAK-ANAKNYA SECARA BERLEBIH-LEBIHAN DAN MEYAKININI BAHWA MEREKA MEMILIKI SIFAT KETUHANAN
- KHAWARIJ: MENGKAFIRKAN ALI, MUAWIYAH DAN PARA SAHABAT YANG MENJADI PENGIKUT MEREKA
- AHLUSSUNAH: MENGAKUI KEUTAMAAN PARA SAHABAT SEBAGAI UMAT YANG PALING SEMPURNA, TAPI TIDAK MENGANGGAP MEREKA TERPELIHARA DARI KESALAHAN
- Dalam masalah akal
- Muktazilah dan Filsuf/Ahli Kalam: Menuhankan akal dan menjadikannya sebagai sumber ajaran
- Ahli Khurafat: Mengabaikan akal dan menerima hal-hal yang tidak masuk akal
- Ahlussunnah: Menghargai akal dan memberinya ruang di bidang ilmu, penelitian dan pemikiran, tapi tidak menuhankannya dengan menjadikannya sebagai hakim atas nash-nash wahyu.
- Orang Syi’ah tidak suka berbicara dengan kata “sepuluh” atau melakukan sesuatu yang sifatnya “sepuluh”, seperti tidak mau membangun bangunan dengan 10 tiang atau 10 batang kayu, alasannya karena membenci Sahabat yang 10
- Mereka mengambil biri-biri betina, terkadang yang berwarna merah karena Aisyah dikenal kemerah-merahan, setelah itu mencabutinya dengan alasan menghukum Aisyah.
- Mereka mengambil kantong yang berisi minyak samin. Kemudian merobek perut kantong itu hingga minyaknya tumpah lalu meminumnya. Hal itu berarti memukul dan meminum darah Umar bin Khattab.
- Dalam masalah berinteraksi dengan ulama
- Khawarij: Suka menjatuhkan martabat ulama
- Rafidlah: Berlebih-lebihan terhadap para imam mereka, menempatkannya pada posisi yang tidak bisa dicapai oleh Nabi.
- Ahlul ahwa’: Berlebih-lebihan dalam menghormati guru mereka
- Ahlussunnah: Mencintai dan menghormati para ulama, karena mereka adalah pewaris Nabi, dengan tetap memandang bahwa mereka adalah manusia yang tidak maksum
- Dalam berinteraksi dengan pemerintah
- Khawarij: Mewajibkan memberontak terhadap pemerintah
- Para penjilat: Mencari muka dan mendiamkan kedzaliman para penguasa
- Ahlussunnah: Taat dan bekerjasama dengan mereka dalam hal-hal yang ma’ruf, dan menasehati mereka dengan cara yang baik.
- DALAM MASALAH KAROMAH WALI
- MUKTAZILAH DAN SEBAGIAN ASY’ARIYAH: MENGINGKARI KAROMAH KARENA DIANGGAP BIAS DAN RANCU DENGAN MUKJIZAT
- AHLU AHWA’: MENYUKAI MITOS-MITOS, SESUATU LUAR BIASA DARI SETAN DIANGGAPNYA KAROMAH1
- AHLUSSUNNAH: MEMBENARKAN ADANYA KAROMAH SEBAGAIMANA MUKJIZAT SEBAGAI PERTOLONGAN DARI ALLAH.