Solusi Investasi Akhirat Anda

Tarbiyah – 11 Kiat Mendidik Anak #part2 (Memperhatikan Pengajaran Shalat)

Pengenalan shalat kepada anak tentunya sejak sedini mungkin, bahkan sejak bayi. Ketika ibunya shalat, ia melihatnya. Ketika sudah mulai bisa meniru-niru, diapun akan mengikuti gerakan shalat orangtuanya. Dalam fase ini anak dibiarkan meniru-niru bahkan dikondisikan untuk hal tersebut. Dia belum diintruksikan untuk shalat karena belum saatnya. Jadi, orang tua sekedar membantu mengarahkan saja. Anak baru diintruksikan untuk shalat ketika sudah berumur 7(tujuh)  tahun.

Intruksi di sini kental dengan kelembutan, bimbingan, dan  penyemangatan tanpa ada hukumuan sama sekali, tanpa dicela, tanpa dimarahi dan tanpa dihina. Contoh dengan ungkapan:

“Nak, mari sholat!”

“Kalau kamu shalat nanti kamu dapat Surga”.

“Di Surga ada apa saja yang kamu inginkan” dan lain-lain.

Jangan hanya diiming-imingi dengan hadiah-hadiah dunia saja karena akan menumbuhkan tujuan-tujuan duniawi dalam hati anak. Contoh:

“Kalau kamu shalat, nanti Allah bisa mengilhami Abi untuk kasih duit kamu”

“Kalau kamu shalat nanti Allah memberikan ide ke Ummi untuk kasih kamu kue kesukaanmu”

“Kalau kamu shalat nanti Allah akan memudahkan Abi untuk ngajak kamu jalan-jalan ke air terjun”. dan lain-lain.

Jadi,  harus juga diimbangi dengan stimulus-stimulus ukhrowi. Dia terus diingatkan dengan cara yang lembut. Kalau anaknya lelaki harus lebih intensif diarahkan ke masjid. Hal ini terus berlangsung hingga usianya 10 tahun. Kalau sudah umur 10 tahun, dimulailah perintah shalat dengan hukuman. Orang tua dipersilahkan memukulnya demi membiasakan anak untuk shalat yang pada akhirnya nanti ketika baligh dia sudah bisa mandiri shalat.  Pada umur 10 tahun ini, dia harus sudah menjalankannya dengan penuh kesadaran sebagai kewajibannya.

Menggembleng sejak umur 7 tahun hingga umur 10 tahun yang dilanjutkan hingga usia baligh adalah waktu yang mencukupi untuk menjadikan anak shalat secara mandiri.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ   (رواه ابو داود)

“Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia mengatakan, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Perhatikanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurnya” (HR. Abu Daud)

Coba lihatlah kondisi shalat zaman sekarang!
Banyak sekali anak-anak umur 10 tahun yang belum bisa mandiri. Shalatnya masih bolong-bolong . Bahkan sampai tuapun banyak yang belum bisa shalat, apa lagi mandiri menunaikannya?! Salah siapa? Salah satu faktornya adalah terlewatkannya poin yang kedua ini.

Bersambung…