Solusi Investasi Akhirat Anda

Panas Menyengat Tapi Nyaman

Disebutkan di dalam hadits riwayat Imam Muslim Nabi ﷺ bersabda bahwa shalat itu “nur”(cahaya) dan sabar itu “dhiya’ “(cahaya). “Nur” dan “Dhiya'” sama-sama bermakna cahaya. Apa perbedaannya? “Nur” adalah cahaya yang tidak memancarkan hawa panas, sementara “dhiya'” adalah cahaya yang memancarkan hawa panas dan menyengat. Hal ini sebagaimana Allahlberfirman dalam QS. Yunus: 5, bahwa cahaya bulan disebutkan dengan “nur” dan cahaya matahari disebutkan dengan “dhiya'”. Sabar disebutkan dengan “dhiya” karena memang untuk bisa meraihnya sangatlah berat. Harus melampaui amarahnya jiwa dan gejolaknya emosi. Ketika bisa melampauinya sabarpun baru bisa diraih dan kenyamananpun di dapatkan di mana permasalahan-permasalahan yang siap menerkam jiwanya dan menghancurkan ketenangannya telah ditaklukkan dan seakan-akan tidak ada. Oleh karena itu ada ungkapan popular yang sangat baik untuk diingat: “Sabar itu menolong segala sesuatu”. Ali bin Abi Tholib cena berkata: “Ketahuilah bahwa sabar, dari keimanan adalah ibarat kepala dari tubuh. Jika tidak ada kepala lenyaplah tubuh. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka hilanglah keimanan” (Jami’ul Ahadits, Jalaludin as-Suyuthi, Maktabah Syamilah).

Ketika Anda terjebak dalam kemacetan berjam-jam di jalan raya akibat rambu-rambu lalu lintas tidak berfungsi, di mana kebanyakan pengendara meluapkan emosinya dengan teriak-teriak, mencaci-maki, menghujat, dan terkadang ada yang turun dari kendaraannya untuk mendatangi supir kendaraan lain yang dipandang sebagai biang keroknya lalu memukulnya, menendangnya, meludahinya dan seterusnya… Anda sendiri sebenarnya panas dengan kondisi yang demikian tetapi Anda bisa cepat menenangkan jiwa Anda. Seakan-akan tidak ada masalah. Anda bisa memanfaatkan kesempitan untuk muroja’ah al-Qur’an. Subhanallah…. Apa yang menjadikan Anda merasa tenang dan nyaman? Tidak lain adalah sabar.

Saya teringat Emak saya, sakit yang menimpanya menjadikan badannya kurus sekali, mata sangat cekung, batuk-batuk setiap malam dan sesak nafas, akhirnya sekian lama tidak merasakan tidur pulas, sebentar-sebentar terbangun. Ketika anak- anaknya menunjukkan perasaan kasihan dan iba, Emak malah mengatakan: “Sudahlah, gak apa-apa yang namanya dunia ya begini ini, kalau mau enak yaa… di Surga nanti. Dengan kondisi seperti ini Emak kan malah bisa shalat tahajud setiap malam”. Subhanallah…Saya sebagai anak tidak tega melihat kondisinya, tetapi beliau tidak pernah mengeluh. Seakan- akan tidak ada masalah. Apa yang bisa menjadikannya demikian? Tidak lain adalah sabar. Kini, beliau telah tiada. Semoga kesabarannya menghapus seluruh dosa- dosanya dan mengangkat derajatnya disisiNya. Amin

Sabar ada tiga macam:

  1. Sabar di dalam menjalankan ketaatan. Sebut saja sebagai contoh, shalat jama’ah. Abdullah Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa kalau sudah masuk waktu shalat tidak ada satu orang lelaki pun yang berada di luar masjid kecuali dipastikan orang munafik, hingga orang yang tidak bisa berjalan harus dipapah untuk memasuki shaf/barisan shalat. Hal itu tidak akan terwujud kalau tidak ada sabar
  2. Sabar dalam meninggalkan larangan. Sebut saja contohnya zina. Anda tentu ingat kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam.. Ketika dibujuk untuk berbuat zina dia bisa dengan mudah menghindarinya. Padahal yang membujuk adalah istri raja yang seluruh pintu telah dia tutup sehingga benar-benar hanya berduaan. Terlebih dia seorang bujangan (tentu hasrat biologisnya tinggi), berada di perantaun sebagai narapidana dan jauh dari keluarga (tentu membutuhkan perhatian), sangat tampan (yang wanita siapapun melihatnya pasti terpikat). Sebenarnya kondisi yang demikian susah baginya untuk lari dari jeratan maksiat zina ini. Tetapi dia bisa menghindarinya. Apa rahasianya? Tidak lain dan tidak bukan adalah sabar dari maksiat.
  3. Dan sabar dalam menghadapi musibah.

Paragraf pertama dan kedua di atas adalah di antara contohnya. Sabar, seringkali harus beresiko tinggi. Disebutkan dalam hadits riwayat al-Bukhari bahwa Abu Abdillah Khabbab bin al-Arat dan para sahabat lainnya yang datang mengadu kepada Rasulullah ﷺ atas beratnya penganiayaan dari orang-orang kafir. Mereka pun memohon Nabi agar beliau berdoa kepada Allah untuk menurunkan pertolongan. Sebenarnya ini adalah permohonan yang wajar. Namun, apa jawaban Nabi. Beliau menjawab: “Sesungguhnya ada seorang lelaki dari umat sebelum kalian yang disiksa dengan digalikan tanah untuknya lalu dimasukkan ke dalamnya, kemudian didatangkan gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya dan dibelahlah dia menjadi dua bagian, serta disisir dengan sisir yang terbuat dari sisir besi sampai terkelupas daging dan tulangnya, namun hal itu tidak menggoyahkannya dari agamanya. Demi Allah, Allah akan menyempurnakan agama ini sehingga seorang pengendara yang berjalan dari Shan’a menuju ke Hadramaut dia tidak takut kecuali kepada Allah semata dan tidak khawatir terhadap srigala atas dombanya. Tetapi kalian tergesa-gesa”. Yang kita rasakan dari jawaban beliau adalah bahwa sabar seringkali harus beresiko tinggi. Satu realita, yang kaum muslimin senantiasa menghadapinya adalah kedzaliman pemerintah/penguasa. Sebagian mereka tidak bisa bersabar menahan diri atas kedzaliman pemerintah. Akhirnya mereka melakukan pemberontakan, demo-demo; turun ke jalan-jalan membeberkan aib pemerintah, membakar ban di tengah jalan, merusak fasilitas dan lain-lain. Semuanya ini bentuk ketidaksabaran. Padahal Nabi ﷺ sudah mengingatkan: “Dengarkanlah dan` `taatilah pemimpin, meski punggungmu dipukul dan hartamu diambil, maka dengarkanlah dan taatilah” (HR. Muslim). “Tidaklah seorang manusia yang memberontak pemimpin lalu dia mati dalam keadaan demikian, kecuali ia mati dengan kematian jahiliyah” (HR. Muslim). Lalu, bagaimana dengan harta kita yang dirampas? Masak, kita tidak boleh melakukan perlawanan? Ingatlah Nabi telah bersabda: “Tetaplah kalian menunaikan hak yang merupakan kewajiban kalian (sebagai rakyat), dan mintalah hak kalian (yang dirampas) kepada Allah” (HR. Bukhari dan Muslim). Nabi menghibur orang-orang yang ditindas oleh penguasa/pemerintah lalu bersabar dengan keutamaan yang sangat besar, beliau bersabda: “Sesungguhnya sepeninggalku kelak, kalian akan menjumpai orang yang mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, bersabarlah kalian hingga kalian menjumpaiku di haudh /telaga (di mahsyar nanti pada hari kiamat)” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi, tidak benar ungkapan “sabar itu ada batasnya”. Sabar tidaklah ada batasnya maka pahalanya pun tanpa batas. Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang bersabar disempurnakan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar:10). Dan yang bisa melakukannya dijamin Surga. Tentunya Anda masih ingat tentang seorang wanita yang terkena penyakit epilepsi. Nabi menawarkan dua pilihan kepadanya; akankah bersabar dan baginya Surga atau didoakan kesembuhan oleh beliau? Dia tentu tahu bahwa doa beliau mustajab, tapi dia memilih bersabar dengan sakitnya. Hal ini dia lakukan setelah mendengar pernyataan beliau bahwa sabar dijamin Surga.

Orang yang meyakini bahwa sabar adalah solusi atas segala kesempitan seringkali tidak bisa sabar kecuali setelah berlalu beberapa saat atau beberapa waktu kemudian. Ini sudah baik, tetapi perlu ditingkatkan sehingga bisa langsung bersabar sejak benturan musibah pertama kali menimpanya. Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya kesabaran adalah pada saat benturan musibah menimpa pertama kali” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penulis : Muhammad Nur Yasin Zain, Lc. Hafizhahullah
(Pengasuh Pesantren Mahasiswa THAYBAH Surabaya)

Majalah Bulan Juli, 2014 Edisi 25